"Cucu-cucuku sangat rupawan seperti ayah dan ibu mereka. Papa lega karena masih diberi usia untuk melihat penerus keluarga Richero, Celia!" ujar Tuan Arnold dalam limousine yang menjemput dirinya pulang dari rumah sakit.Beliau harus menjalani perawatan intensif sekian lama. Dokter menyarankan pemasangan ring jantung yang mengharuskan Tuan Arnold menjalani operasi dan opname sebulan lebih lamanya. Semua demi meminimalisir serangan jantung yang lebih fatal.Celia yang duduk bersebelahan dengan Morgan tersenyum manis. "Makanya Papa harus jaga kesehatan, jangan terlalu banyak beban pikiran lagi. Meskipun Austin kabur dari penjara, dia pasti akan berpikir seribu kali jikalau ingin membalas dendam!" ujar putri bungsu keluarga Richero tersebut."Iya. Namun, sebaiknya kalian semua berhati-hati terutama bila ke luar rumah!" pesan Tuan Arnold. "Aku menambah jumlah pengawal untuk Celia dan juga Esme, Papa Mertua. Orang yang ingin mencelakakan mereka pasti tak akan semudah itu melancarkan aksin
Austin mengendalikan tali kekang Irish dengan Nyonya Lucia Sorrano duduk tandem di balik punggungnya di pelana kuda. Para pekerja perkebunan yang berada di depan teras rumah induk terperangah melihat kedatangan mereka.Beberapa berbisik-bisik menggosipkan Lucia yang berstatus janda dengan Agustino, mereka membuat orang-orang berspekulasi liar mengenai hubungan rahasia selain majikan-bawahan.Dengan gesit Austin turun terlebih dahulu dari punggung kuda lalu membantu Nyonya Lucia menapakkan kaki ke tanah. Mereka segera berjalan ke sofa teras, Austin mendudukkan wanita itu seraya berkata ke Madam Charlota, "Nyonya tadi terpelanting dari punggung Irish. Ada ular melintas di jalan perkebunan!""Ohh Gosh! Apa saya perlu menelepon Dokter Pieter O'Brien, Madam?" seru pelayan pribadi Nyonya Lucia itu seraya memeriksa kondisi majikannya."Tidak usah, hanya memar ringan saja karena benturan di tanah, Charlota. Tolong ambilkan kotak P3K dan kompresan es batu!" jawab Nyonya Lucia sembari menaikkan
"Duduklah, Tino!" ucap Nyonya Lucia Sorrano, janda muda beranak satu berdarah Latin itu kepada Austin. Dia menaruh secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan uap panas di hadapan pekerja perkebunannya dan menghidangkan Empanada hangat buatannya di sebuah piring.Empanada adalah makanan Latin berupa kue sus panggang yang bentuknya seperti pastel dengan isian daging, keju, tomat, jagung, dan lainnya."Terima kasih telah menolong Levi mengganti lampu kamar tidurnya tadi, Tino!" ucap Nyonya Lucia Sorrano. Putra tunggal Nyonya Lucia duduk di sebelah Austin dan ikut mencicipi Empanada sembari mendengarkan ibunya berbicara."Sudah tugas saya, Ma'am. Jangan sungkan!" jawab Austin sopan. Dia memperhatikan dari dekat wajah dan perawakan nyonya majikannya itu. Seandainya dia masih berstatus seperti dulu, tuan muda konglomerat maka tak ada alasan untuk tidak melakukan pendekatan."Aku ingin menawarkan posisi pekerja tetap di perkebunan Golden Twig, apa kamu berminat, Tino? Kuperhatikan pekerja
"Nak, makanlah dulu masakan Mom. Kemarin kue ulang tahun buatan Mommy dibayar penuh seharga 75$ jadi bisa membeli daging sapi segar di kios langganan di pasar!" ujar Nyonya Olivia Robertson saat menjenguk putra tunggal kesayangannya di perkebunan buah milik Lucia Sorrano.Austin duduk di samping ibunya di atas sebatang pohon tua besar yang tumbang. Dia menikmati semur daging sapi dengan potongan kentang dadu dalam kuah warna cokelat lezat. "Apa Mom sudah makan masakan ini juga? Jangan hanya memperhatikanku, Mom juga butuh asupan gizi di usia senja!" kata pria itu sembari menyuapkan potongan daging ke mulut ibunya.Perasaan dalam hati wanita tua itu berbunga-bunga karena kini Austin berada dekat dengannya di wilayah Boston. Banyak penyesalan di masa lalu karena mereka kaya raya, tetapi hidup berfoya-foya sampai perusahaan mengalami pailit."Nanti kalau aku sudah menerima gaji dari Nyonya Lucia akan kusisihkan sebagian untuk Mom!" ucap Austin penuh tekad. Dia prihatin melihat perawakan
"Morgaan!" ucap suara serak Celia yang baru saja terbangun dari kondisi hilang kesadarannya. "Sebentar Nona, saya akan panggilkan dokter!" ujar perawat ICU yang baru saja mengganti tabung cairan infus untuk Celia. Wanita berseragam serba putih itu segera berlari-lari di sepanjang lorong poli ICU menuju meja pos jaga perawat untuk menelepon ke kantor Dokter Alan Bowmann.Hari memang telah larut malam, tetapi dokter internis pemilik rumah sakit itu baru saja merapikan isi tas kerjanya sebelum pulang ke rumah. Telepon di meja berdering, artinya itu panggilan tugas bagi Dokter Alan Bowmann. Pria itu menjawab segera tanpa berpikir dua kali, "Halo!""Halo, Dokter Bowmann. Pasien ICU, Celia Richero telah siuman, apa Anda bisa memeriksanya sekarang?" kata Suster Belina di telepon."Bisa, aku akan turun ke poli ICU!" jawab Dokter Alan singkat, dia meletakkan gagang telepon di tempatnya. Kemudian dia menaruh tas kerjanya di atas meja lalu bergegas ke luar menuju lift.Pukul 20.00 waktu Kansas,
"Wow, aku tak menyangka berita kelahiran anak-anak kita akan mendapat sambutan yang sangat antusias dari kolegamu dan juga kolega grup Richero!" ujar Celia kepada Morgan sembari mengagumi berbagai karangan bunga segar ucapan selamat yang dipajang di kamar pasien.Setidaknya ada selusin buket bunga cantik yang disusun berjejer di meja kayu kabinet dekat jendela bertirai putih. Celia tersenyum penuh kegembiraan, dia memang penyuka bunga dan juga pemandangan alam. "TOK TOK TOK!" "Permisi, ada beberapa buket bunga ucapan selamat lagi yang dikirim kurir untuk Nyonya Celia!" ujar perawat yang membawa tiga buket berukuran sedang masuk ke ruang perawatan.Morgan pun berkata, "Diletakkan di meja bersama buket lainnya saja, Suster!"Maka perawat itu menaruh ketiga buket bunga yang dibawanya sesuai perintah Morgan. Kemudian dia berpamitan ke luar.Celia yang sensitif pada aroma dan serbuk benang sari Red Spider Lily pun mulai merasakan anxiety, badannya terasa demam dan lemas, disusul bersin-b