Suara denting peralatan makan di meja panjang bertaplak putih itu terdengar di sela-sela obrolan yang didominasi para orang tua. Celia yang duduk berseberangan dengan Harry Livingstone nampak cuek dan memilih mengisi perut dengan hidangan lezat di hadapannya.
Dengan terang-terangan Harry menatap calon mempelainya dengan penuh minat. Dia pun memberi kode dengan suara berdesis agar Celia memperhatikannya alih-alih terus mengunyah makanan ini dan itu. "Sstt ... Celia, apa besok kita bisa bertemu di cafe? Aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi, Sweetheart!" ucapnya.
"Hmm ... boleh. Jam sepuluh pagi di Riverside Cafe dekat rumahku, apa kau bisa, Harry?" jawab Celia yang ingin tahu sifat asli calon suaminya.
Pembicaraan orang tua mereka sepertinya sudah pasti akan terjadi pernikahan kilat beberapa hari ke depan. Itu sedikit membuat Celia tak nyaman. Dia tidak ingin memilih suami seperti membeli kucing dalam karung.
"Okay, aku pasti akan menemuimu di sana besok pagi, Celia. Ngomong-ngomong, berapa umurmu?" tanya Harry yang mulai menikmati hidangan pencuci mulut yang disajikan pelayan kediaman Richero.
Celia mengamati pria di hadapannya itu, dia sedikit mengerutkan kening sesaat menangkap basah Harry menatap genit ke Edna, pelayan rumahnya yang berusia remaja. 'Ckk ... semua pria sama saja! Dia pasti seperti Austin yang mudah berselingkuh. Hell!' batin Celia kecewa. Dia nyaris ingin membatalkan janji mereka besok pagi karena kesan pertama yang dia dapatkan sudah cukup untuk mencoret Harry dari daftar suami idaman versinya.
"Hello ... Celia, apa kau melamun?" tegur Harry tanpa mengetahui isi pikiran wanita itu.
"Ohh ... hanya teringat sesuatu saja. Umurku 25 tahun, kenapa?" jawab Celia dengan polos. Terkadang orang mengira dia hanya seorang nona muda payah yang kurang pintar, hanya bisa berfoya-foya menghabiskan harta keluarga Richero. Berbeda dengan Esmeralda yang menjadi CEO.
Harry pun berkomentar, "Usiamu sudah saatnya berkeluarga, jangan menolak tawaran pernikahan dariku. Ini sudah yang terbaik untuk kita berdua!"
'Cih ... pede sekali kau!' batin Celia seraya mengulas senyum manis di bibir mungilnya. "Kita lihat saja nanti, Harry. Bukankah jodoh itu misteri Illahi?" balasnya netral.
"Ahh ... jangan mengelak lagi, Celia. Kaulah jodohku!" tukas Harry tanpa goyah sedikit pun.
Celia enggan menanggapi berlebihan karena pasti akan berujung ke perdebatan. Dia hanya tersenyum tipis dan menikmati Chantily Cake dengan isian cream vanilla dan buah persik segar.
Acara makan malam perjodohan Harry dan Celia dianggap sukses oleh kedua belah keluarga konglomerat di Kansas tersebut. Namun, tidak bagi Celia, dia bertekad untuk kabur saja dari pernikahan yang dipaksakan oleh orang tuanya.
Pagi harinya di Riverside Cafe, Celia menemui Harry Livingstone sesuai janji. Mereka duduk di meja saling berhadapan. "Kuharap kau suka bunga ini, Celia Darling!" ucap Harry yang membawakannya buket bunga mawar merah berisi 20 tangkai bunga mekar.
"Wah, cantik sekali. Terima kasih, Harry!" puji Celia yang sontak membuat calon suaminya bangga.
"Excuse me. Apa ingin memesan sekarang atau nanti saja?" Waitress cafe berpenampilan menarik dengan celemek dan seragam rok mini setengah paha menghampiri meja mereka.
Mata Harry berbinar-binar memandangi waitress itu dan mengerling genit sekali. Dia tak tahu bahwa Celia memperhatikan setiap gerak geriknya.
'Ohh Gosh! Dasar hidung belang payah, kambing betina diberi bedak pun sepertinya akan digoda kalau lewat di hadapan Harry!' geram Celia dalam hatinya. Keputusannya sudah bulat, pria itu tak layak menjadi suaminya sampai dunia berakhir.
"Maafkan aku, Harry. Ternyata aku ada janji penting dengan Esme dan Austin terkait perusahaan. Izinkan aku pergi sekarang ya?" ujar Celia berpura-pura. Dia malas membuang waktu untuk lelaki playboy yang tak selevel dengannya. Dia tidak akan pernah bisa menuntut kesetiaan dari pria semacam Harry Livingstone.
"Apa tidak bisa minta ditunda beberapa jam saja, Celia? Kita baru saja bertemu di sini!" Harry merajuk tak ingin ditinggalkan.
Celia mengendikkan bahunya. "Maaf, ini hal penting terkait klien perusahaan kami. Aku baru saja bergabung dengan bisnis keluarga Richero!" kilahnya mencari alasan yang meyakinkan. Dia segera bangkit dari kursi dan membawa buket bunga mawar merah itu dan berkata, "Terima kasih untuk buket cantik ini ya!" Celia pun melangkah cepat meninggalkan Riverside Cafe.
Dari bangku cafe, Harry hanya bisa bengong menatap calon istrinya menjauh menuju ke parkiran mobil. Dia pun tetap memesan kopi espresso dan donat ke waitress seksi tadi sembari merayu meminta nomor handphonenya.
Celia tak menghubungi Harry setelah pertemuan di cafe itu. Dia memikirkan cara untuk kabur dari pernikahan yang telah diurus oleh wedding organizer atas perintah papanya. Tak ada yang bisa diandalkan di kediaman Richero. Dia pun mencari orang pekerja lepas untuk membantu memuluskan rencananya di situs lowongan kerja dan bursa karyawan.
Hari yang dinantikan pun tiba, Celia merasa gelisah saat dirinya dirias oleh bridal make up artist. Segalanya telah dia rencanakan dengan sempurna. Dave Sinclair, orang yang dia bayar untuk membantunya kabur telah stand by dengan sepeda motor di pintu depan katedral.
Esmeralda mendatangi tempat Celia dirias. Dia bersedekap memandang lurus ke wajah adik tirinya melalui pantulan bayangan cermin. Dia berdecak lalu berkata, "Akhirnya kau mendapat pengganti Austin juga, Celia. Kuharap suamimu tidak akan kecewa setelah malam pengantin. Hahaha!"
"Apa maksud perkataanmu, Esme?" sahut Celia curiga.
"Sudahlah, Celia. Malam ketika kau putus dengan Austin di night club itu, kau menghabiskan malam bersama pengunjung bar bukan?" jawab Esmeralda. Dia yakin adik tirinya itu sudah tak perawan lagi karena mabuk dan dibawa ke kamar tamu VVIP oleh Damian, waiter yang dia bayar untuk menjebak Celia.
Bagaikan petir di siang bolong, Celia menyadari bahwa apa yang dia alami bukanlah kebetulan belaka. Esme yang menjadi dalang kemalangan yang menimpanya malam itu. Dia pun bangkit berdiri dan membalik badan menghadapi Esmeralda lalu menamparnya.
"PLAK!"
"Kau tega! Apa masalahmu denganku, hahh? Tunanganku dulu kau rebut, masih tak puas juga malah kau mencelakaiku!" teriak Celia dengan berair mata.
Esmeralda memegangi wajahnya yang perih terkena tamparan Celia. Dia memelototi adiknya dengan tatapan mata sengit. "Kau selalu menjadi pusat perhatian. Bahkan, papa mengistimewakanmu, Nona Muda Celia Richero. Padahal kau hanya anak dari istri muda papa. Siapa suruh kau dilahirkan? Aku benci kamu, Celia!"
Perkataan beracun Esme menusuk hingga ke lubuk hati Celia. Dia menyeka air matanya tanpa peduli riasan wajahnya menjadi amburadul. "Fine. I knew it. Aku paham batasan kita sekarang. Kau tidak menerima kehadiranku di dunia!" jawab Celia dingin lalu mendorong bahu Esmeralda dengan pundaknya agar minggir dari jalannya.
"Tunggu, Nona Celia. Riasanmu harus dibetulkan!" sergah make up artist dari Victoria Bridal.
"Tak perlu, aku akan membersihkan sendiri riasan yang luntur di wajahku!" Celia bergegas menuju toilet dengan tas tangan berukuran sedang yang berisi celana skinny jeans dan lakban.
"Mom, aku tidak bisa menemukan kaca mata renangku!" ucap Calista saat memasuki kamar Celia dan Morgan. Gadis cilik itu kini berusia sepuluh tahun dan mewarisi kecantikan ibunya."Sepertinya nanti kita membeli satu di minimarket bandara atau outlet di sana saja. Kali ini kita beramai-ramai naik pesawat komersil untuk pergi berlibur sekeluarga ke Bora-Bora!" jawab Celia sembari menarik risleting kopernya di atas kasur.Morgan mengangguk setuju, dia mendukung Celia dan berkata, "Kita hampir terlambat, Calie. Ayo turun ke bawah!" Gadis berwajah imut itu memutar bola matanya kesal. Seharusnya dia mencari kaca mata berenang itu kemarin bukannya asik main game online. Sayangnya, papa mamanya benar, mereka tidak boleh ketinggalan pesawat. Bisa-bisa kedua kembarannya ditambah dua sepupunya menghajarnya beramai-ramai.William dan Vesper, putri Esmeralda yang berjarak usia dua tahun dari kakaknya itu telah duduk manis di tangga teras menunggu waktu mereka berangkat ke bandara."Akhirnya, semua
Keesokan harinya Austin terbang langsung ke Boston. Dia ingin menemui ibunya terlebih dahulu. Tiga tahun ditambah masa hukumannya nyaris sepuluh tahun mereka tidak bertemu. Austin juga tidak mengirim surat apa pun. Dari bandara dia naik taksi menuju rumah warisan keluarga Robertson. Paman, bibi, dan para sepupunya bercokol di situ. Mereka bukan orang yang mau bekerja keras dan genius sepertinya, tetapi arogan. Maka dari itu Austin membatasi kontak dengan mereka baik dalam kekurangan maupun kelimpahan seperti saat ini."TING TONG!" Bel pintu ditekan sekali oleh Austin. Tak lama seseorang membukakan pintu, seorang gadis remaja menatap Austin dari ujung kepala hingga ujung sepatu fantofel mengkilap yang dikenakannya."Hello, Anda mencari siapa?" sapa gadis itu tak mengenal Austin."Apa Mrs. Olivia Robertson ada?" tanya Austin langsung."Ohh Nenek Olivia, maaf beliau sudah meninggal empat tahun lalu. Makamnya ada di Granary Burrying Ground, Sir. Anda siapa ya?" jawab gadis remaja yang na
Selama tiga tahun penuh Austin mengabdikan dirinya di Evo Market Tech Corporation atau yang biasa disebut EMTech Corp oleh sebagian besar orang awam. Perusahaan market place online shopping itu menjadi pilihan utama bagi para netizen yang mencari barang kebutuhan mereka apa pun bentuknya. Pusat belanja online, pinjaman fintech, booking ticket online, maupun reservasi apa pun bisa melalui EMTech Corp. Hingga suatu hari Tuan Arnold Richero menemui Austin di ruangan CEO karena pria itu telah naik ke puncak tangga karir dengan kemampuannya. "Selamat datang di perusahaan kami, Sir. Apakah ada yang bisa saya bantu?" sambut Austin. Dia menebak bukan hal biasa bila orang sekelas Tuan Arnold Richero mengunjunginya di kantor."Hmm ... aku ingin menyerahkan surat ini. Dikirim oleh Levi Sorrano. Mungkin kau masih ingat bocah itu?" ujar Tuan Arnold Richero sembari meletakkan sepucuk surat beramplop putih panjang di meja sofa.Austin mengucap terima kasih singkat lalu segera membaca isi surat itu
"Selamat untuk hari kebebasanmu, Austin!" ujar Pepe, rekan satu selnya, si mantan pengedar narkoba.Austin tersenyum tipis lalu menjawab, "Terima kasih, Kawan. Jujur aku tak tahu akan melakukan apa selepas dari penjara. Bertahun-tahun hanya makan, tidur, dan tenggelam dalam lamunan!" Ketiga rekannya terkekeh serempak, apa yang dikatakan Austin memang benar. Sebagian besar narapidana pasti akan gamang menjalani kehidupan di luar penjara terutama bagi yang tak punya keluarga atau sanak saudara. Tidak banyak perusahaan yang mau menerima mantan narapidana sebagai karyawan.Sipir penjara menghampiri sel tahanan mereka dan membuka gembok seraya memanggil nama Austin yang dibebaskan dari situ hari ini."Good luck, Austin!" ucap Brett, rekan satu selnya juga sebelum dia melangkah ke luar dari sana.Austin melempar senyuman untuk ketiga mantan rekan satu selnya. Kemudian dia melangkah mengikuti sipir untuk mengambil beberapa barang penting. Sebuah tas ransel pemberian Levi Sorrano dan ibunya
"Andrew, tolong menghadap ke kantor saya sekarang!" panggil Mrs. Alberthina Tortolini, bos pria itu di kantor melalui interkom mejanya."Siap, Ma'am. Saya segera menemui Anda!" jawab Andrew dengan sigap seperti biasa. Pria yang telah mengabdi selama lima tahun di Flex-It Company, sebuah perusahaan distributor alat kebugaran itu pun bergegas memasuki ruang CEO.Wanita yang sangat dihormati oleh Andrew Vinson itu mempersilakan dia duduk di kursi seberang meja kerjanya. "Andrew, aku memanggilmu ke mari karena akan ada perubahan besar di perusahaan ini. Mulai awal bulan depan aku sudah tidak menjadi CEO sekaligus owner di perusahaan ini. Singkat cerita, sahabatku yang bernama Harry Voges membeli Flex-It karena memang aku berencana pindah menetap di New Jersey. Calon suamiku berasal dari sana, kami akan segera menikah bulan depan dan aku ikut tinggal bersamanya!" tutur Madam Bertha dengan wajah penuh kebahagiaan selayaknya wanita yang akan segera menikah.Berkebalikan dengan Andrew Vinson
"Jadi kalian berencana memasak berdua dan direkam videonya secara amatir pagi ini?" tanya Jeff di meja makan sambil mengunyah Rissotto Tuna Melt buatan koki kediaman Richero."Yeah ... konsepnya begitu, kami baru akan mencobanya. Nanti pun harus diedit, dipercepat dari step satu ke step berikutnya agar tidak makan terlalu banyak waktu. Apa kau sedang santai hari ini, Jeff?" balas Morgan yang juga sedang menikmati sarapan bersama-sama.Jeff menganggukkan kepalanya. "Tak ada rencana khusus untuk sementara, kami berdua sudah mulai libur dari rutinitas kerja yang hectic hari ini sampai tanggal 5 Januari nanti!" jawabnya."Bolehkah aku meminta bantuanmu mengawasi kamera dan pencahayaan nanti? Ada tripod, hanya saja mungkin perlu diarahkan ketika kami melakukan pergerakan aktif di area dapur!" ujar Morgan."Serahkan saja kepadaku, kedengarannya seru!" tukas Jeff. Esmeralda pun menyahut, "Apa acara tontonan dadakan gratis ini bisa dinikmati oleh aku dan anak-anak juga?" "Yes, Esme. Anak-an