Private jet yang membawa Carlos Peron bersama selusin pengawal berbadan tegap mendarat di Bandara Internasional Owen Roberts (ORIA) yang terletak di Grand Cayman. Mereka segera menaiki beberapa taksi bandara menuju resort tempat nona muda Richero menginap. Pesawat sewaan itu tetap terparkir di bandara karena mereka akan langsung kembali ke Kansas City.
"Apa kau yakin, Nona Celia akan menuruti keinginan papanya, Carlos?" tanya George yang duduk di bangku sebelah sopir taksi.
"Hmm ... mustahil. Gadis itu terlalu bengal untuk patuh dijodohkan dengan pria pilihan Mister Arnold. Pokoknya jaga jangan sampai dia kabur. Aku sendiri yang akan memanggulnya di bahu bila dia menolak dan berusaha melarikan diri!" jawab Carlos Peron. Penampilan Celia yang lemah gemulai nan anggun hanya kamuflase dan dia tahu itu karena Celia penggemar olahraga atletik sejak kecil, tubuh gadis itu sangatlah lentur dan lincah.
Empat taksi bercat kuning itu berderet berhenti di depan lobi resort mewah. Pria-pria bertubuh tegap dengan setelan jas hitam necis turun serentak dari mobil. Carlos Peron melangkah paling depan menuju ke meja resepsionis lalu mencopot kaca mata hitamnya. "Hai, Miss. Kami mencari Nona Celia Richero. Bisa Anda beri tahu di kamar nomor berapa dia menginap?" ujarnya dengan penuh karisma.
"Ohh, Nona Celia menginap di kamar nomor 3003. Namun, dia sedang berada di area kolam renang sejak pagi tadi. Mungkin Anda bisa mencarinya ke sana!" jawab resepsionis wanita itu.
"Terima kasih." Carlos menjawab singkat lalu beranjak menuju ke area barat bangunan resort mewah itu. Selusin pengawal mengikutinya sehingga membuat tamu-tamu resort menatap mereka dengan penasaran.
Dengan kaca mata hitam bertenger di atas kepalanya Carlos mengedarkan pandangan mencari-cari Celia. Setelah beberapa menit dia menemukan nona muda cantik itu berbalut bikini motif floral warna pink keluar dari dalam air. Beberapa pengawal menelan ludah menatap betapa moleknya tubuh putri majikan mereka.
"Celia!" panggil Carlos yang sudah seperti paman gadis itu. Dia sudah mengenalnya sejak Celia masih balita.
"Uncle Carlos? Kenapa kamu ada di sini?" sahut Celia curiga. Tangan kanan papanya tak mungkin muncul tanpa alasan di Cayman Island.
Pria jangkung berambut pendek warna cokelat pirang itu mengajak Celia duduk di bangku berjemur yang kosong sembari gadis tersebut mengeringkan badan dengan handuk. "Kulitmu semakin cokelat seperti karamel saja, Celia Sayang. Ehm ... papamu menyuruh untuk menjemput kamu pulang ke rumah!" ujar Carlos Peron.
"Untuk apa? Bukankah aku hanya beban di rumah? Aku tak paham menjalankan bisnis keluarga Richero. Esme sudah mengambil tanggung jawab sebagai penerus papa!" sahut Celia defensif. Dia seenggan itu berkumpul bersama keluarganya.
"Please, Celia. Jangan membuatku harus memaksamu patuh. Ada hal yang jauh lebih penting dibanding mengurusi bisnis keluarga Richero. Papamu ingin kau menikah dengan Harry Livingstone!" bujuk Carlos yang justru membuat Celia semakin defensif.
"No. Apa-apaan ini? Aku tak ingin diatur harus menikah dengan siapa. Pria yang Uncle Carlos sebut namanya pun aku tak mengenalnya. Ini hidupku, jangan ada yang memaksakan takdirku semaunya!" seru Celia dengan tatapan tajam.
Carlos sudah tahu usahanya akan percuma. Dia pun berkata dengan suara pelan, "Tolong ... setidaknya temui dahulu Harry Livingstone. Pilihan papamu pasti bukan pria sembarangan, Celia!"
"Sekali tidak, tetap tidak, Uncle. Maafkan aku. Pulanglah ke Kansas. Aku masih ingin melanjutkan travelling ke Virgin Island setelah dari sini!" balas Celia dengan senyuman tipis sekadarnya.
"George, Peter, bukakan jalan untukku! Gareth, bantu Fabio untuk mengurus proses check out kamar nona muda sekarang juga!" titah Carlos Peron. Dia membuka jasnya untuk dipakaikan ke Celia yang hanya mengenakan bikini two pieces lalu memanggul tubuh ramping itu di bahunya tanpa keraguan menuju ke depan pintu keluar lobi resort.
Celia berteriak-teriak histeris sembari memukuli punggung Carlos, "TURUNKAN AKU! KUPERINTAHKAN, CEPAT TURUNKAN AKU SEKARANG JUGA!"
"Tidak sebelum kita naik ke taksi menuju bandara, Celia!" jawab Carlos dengan seringai lebar. Dia tak mempedulikan pukulan kepalan tangan kecil itu di punggungnya.
George dan Peter membukakan jalan hingga ke taksi. Mereka ikut dengan mobil itu juga. Sedangkan, Fabio Hernandez kalang kabut mengurusi check out mendadak di resepsionis setelah dia melemparkan semua barang milik nona mudanya ke dalam koper. Gareth yang membantunya menyeret koper itu masuk ke lift lalu turun ke lantai lobi.
Rombongan heboh itu segera berangkat menuju ke bandara di Cayman Island. Di perjalanan, Celia mengamuk kepada Carlos. Dia merepet tanpa henti sehingga membuat seisi taksi lelah mendengarkan ocehannya yang pedas.
"Aku benci kamu, Uncle Carlos! Lain kali aku tak akan mempercayaimu. Ini pemaksaan, aku tidak ingin pulang ke rumah!" Serentetan kata makian meluncur lancar dari bibir tipis Celia.
"Cukup, Celia Darling. Nanti kau sakit tenggorokan karena berteriak-teriak terus sedari tadi!" ucap Carlos seraya memijit pelipisnya yang nyeri. Putri majikannya itu sungguh keras kepala.
"Karena aku tak ingin dinikahkan paksa dengan lelaki yang tak kukenal—"
"Kau bisa berkenalan dengan Harry sesampai di Kansas, okay? Nah, kita tiba di bandara. Ayo ... jalan sendiri atau kugendong lagi?" potong Carlos dengan teguh hati tak tergoyahkan oleh rengekan dan protes Celia.
Terpaksa Celia turun dari taksi dan berjalan sendiri dikelilingi selusin pengawal menuju landasan bandara di mana private jet terparkir menunggu mereka. Gadis itu merasa terlalu sulit untuk kabur karena semua barang pribadinya dalam koper dipegang oleh Fabio Hernandez yang pastinya patuh pada perintah Carlos mewakili big boss mereka.
Pesawat itu terbang langsung menuju ke Kansas City. Celia yang merajuk memilih untuk diam selama penerbangan. Dia hanya bereaksi bila pramugari melayani makan dan menyajikan hidangan untuknya. Memang Carlos mengatur demikian, Celia tidak boleh sampai terlantar dan kelaparan atau kehausan.
Sesampainya di tujuan, rombongan itu dijemput oleh mobil dari kediaman Richero. Dengan pasrah Celia ikut mereka dengan wajah mencebik dan bungkam.
"Kau bisa tanyakan langsung ke Mister Arnold mengenai rencana perjodohan itu, Celia. Sepertinya itu sudah menjadi agenda yang pasti dalam waktu dekat!" nasihat Carlos. Dia kasihan juga kepada nona mudanya. Namun, Celia menatapnya tajam tanpa bicara sepatah kata pun.
Setibanya di kediaman Richero, papa Celia sendiri yang menyambut kepulangan putri bungsunya. Arnold Richero merentangkan tangannya untuk memeluk Celia. Sedikit enggan, tetapi gadis itu membalas pelukan papanya.
"Celia Darling, kamu lama sekali berada di Carribean Islands. Papa pikir akan lebih baik kalau kamu berada di sini menemaniku saja. Kebetulan Papa menemukan seorang pemuda yang cocok untukmu. Besok kita bisa menemuinya saat makan malam, bagaimana?" tutur Tuan Arnold sambil mempelajari raut wajah putrinya yang masam.
"Papa, seandainya kami tak menyukai satu sama lain. Bolehkah aku menolak perjodohan ini?" balas Celia tanpa basa-basi. Dadanya dipenuhi rasa amarah yang teredam oleh hormat kepada papanya.
"Lihat saja besok. Dia pemuda tampan yang menyenangkan untuk diajak berbincang, Sayang!" bujuk Tuan Arnold pantang menyerah. Sifat keturunan Richero yang keras kepala memang sudah terkenal dan mendarah daging.
Celia pun mengangguk dengan terpaksa lalu pamit untuk naik ke kamar tidurnya yang telah hampir setahun ditinggalkan. Dia mulai merindukan iklim tropis di Carribean Islands. Kansas sudah memasuki musim gugur di mana dedaunan berwarna merah dan jingga, sebagian daun juga rontok karena meranggas. Dari jendela kamar tidurnya yang dia buka, Celia melayangkan pandangan jauh menjelajah kawasan elit yang didominasi mansion dan town house itu di sekitar Sungai Missouri.
"Aku tak akan mengalah ... bila bukan karena cinta, aku tidak ingin menikah dengan pria mana pun!" ucap Celia sendu. Dia menghela napas dalam-dalam karena teringat bahwa Esmeralda dan Austin tinggal seatap dengannya. Luka itu selama apa pun masih membekas di hatinya.
"Mom, aku tidak bisa menemukan kaca mata renangku!" ucap Calista saat memasuki kamar Celia dan Morgan. Gadis cilik itu kini berusia sepuluh tahun dan mewarisi kecantikan ibunya."Sepertinya nanti kita membeli satu di minimarket bandara atau outlet di sana saja. Kali ini kita beramai-ramai naik pesawat komersil untuk pergi berlibur sekeluarga ke Bora-Bora!" jawab Celia sembari menarik risleting kopernya di atas kasur.Morgan mengangguk setuju, dia mendukung Celia dan berkata, "Kita hampir terlambat, Calie. Ayo turun ke bawah!" Gadis berwajah imut itu memutar bola matanya kesal. Seharusnya dia mencari kaca mata berenang itu kemarin bukannya asik main game online. Sayangnya, papa mamanya benar, mereka tidak boleh ketinggalan pesawat. Bisa-bisa kedua kembarannya ditambah dua sepupunya menghajarnya beramai-ramai.William dan Vesper, putri Esmeralda yang berjarak usia dua tahun dari kakaknya itu telah duduk manis di tangga teras menunggu waktu mereka berangkat ke bandara."Akhirnya, semua
Keesokan harinya Austin terbang langsung ke Boston. Dia ingin menemui ibunya terlebih dahulu. Tiga tahun ditambah masa hukumannya nyaris sepuluh tahun mereka tidak bertemu. Austin juga tidak mengirim surat apa pun. Dari bandara dia naik taksi menuju rumah warisan keluarga Robertson. Paman, bibi, dan para sepupunya bercokol di situ. Mereka bukan orang yang mau bekerja keras dan genius sepertinya, tetapi arogan. Maka dari itu Austin membatasi kontak dengan mereka baik dalam kekurangan maupun kelimpahan seperti saat ini."TING TONG!" Bel pintu ditekan sekali oleh Austin. Tak lama seseorang membukakan pintu, seorang gadis remaja menatap Austin dari ujung kepala hingga ujung sepatu fantofel mengkilap yang dikenakannya."Hello, Anda mencari siapa?" sapa gadis itu tak mengenal Austin."Apa Mrs. Olivia Robertson ada?" tanya Austin langsung."Ohh Nenek Olivia, maaf beliau sudah meninggal empat tahun lalu. Makamnya ada di Granary Burrying Ground, Sir. Anda siapa ya?" jawab gadis remaja yang na
Selama tiga tahun penuh Austin mengabdikan dirinya di Evo Market Tech Corporation atau yang biasa disebut EMTech Corp oleh sebagian besar orang awam. Perusahaan market place online shopping itu menjadi pilihan utama bagi para netizen yang mencari barang kebutuhan mereka apa pun bentuknya. Pusat belanja online, pinjaman fintech, booking ticket online, maupun reservasi apa pun bisa melalui EMTech Corp. Hingga suatu hari Tuan Arnold Richero menemui Austin di ruangan CEO karena pria itu telah naik ke puncak tangga karir dengan kemampuannya. "Selamat datang di perusahaan kami, Sir. Apakah ada yang bisa saya bantu?" sambut Austin. Dia menebak bukan hal biasa bila orang sekelas Tuan Arnold Richero mengunjunginya di kantor."Hmm ... aku ingin menyerahkan surat ini. Dikirim oleh Levi Sorrano. Mungkin kau masih ingat bocah itu?" ujar Tuan Arnold Richero sembari meletakkan sepucuk surat beramplop putih panjang di meja sofa.Austin mengucap terima kasih singkat lalu segera membaca isi surat itu
"Selamat untuk hari kebebasanmu, Austin!" ujar Pepe, rekan satu selnya, si mantan pengedar narkoba.Austin tersenyum tipis lalu menjawab, "Terima kasih, Kawan. Jujur aku tak tahu akan melakukan apa selepas dari penjara. Bertahun-tahun hanya makan, tidur, dan tenggelam dalam lamunan!" Ketiga rekannya terkekeh serempak, apa yang dikatakan Austin memang benar. Sebagian besar narapidana pasti akan gamang menjalani kehidupan di luar penjara terutama bagi yang tak punya keluarga atau sanak saudara. Tidak banyak perusahaan yang mau menerima mantan narapidana sebagai karyawan.Sipir penjara menghampiri sel tahanan mereka dan membuka gembok seraya memanggil nama Austin yang dibebaskan dari situ hari ini."Good luck, Austin!" ucap Brett, rekan satu selnya juga sebelum dia melangkah ke luar dari sana.Austin melempar senyuman untuk ketiga mantan rekan satu selnya. Kemudian dia melangkah mengikuti sipir untuk mengambil beberapa barang penting. Sebuah tas ransel pemberian Levi Sorrano dan ibunya
"Andrew, tolong menghadap ke kantor saya sekarang!" panggil Mrs. Alberthina Tortolini, bos pria itu di kantor melalui interkom mejanya."Siap, Ma'am. Saya segera menemui Anda!" jawab Andrew dengan sigap seperti biasa. Pria yang telah mengabdi selama lima tahun di Flex-It Company, sebuah perusahaan distributor alat kebugaran itu pun bergegas memasuki ruang CEO.Wanita yang sangat dihormati oleh Andrew Vinson itu mempersilakan dia duduk di kursi seberang meja kerjanya. "Andrew, aku memanggilmu ke mari karena akan ada perubahan besar di perusahaan ini. Mulai awal bulan depan aku sudah tidak menjadi CEO sekaligus owner di perusahaan ini. Singkat cerita, sahabatku yang bernama Harry Voges membeli Flex-It karena memang aku berencana pindah menetap di New Jersey. Calon suamiku berasal dari sana, kami akan segera menikah bulan depan dan aku ikut tinggal bersamanya!" tutur Madam Bertha dengan wajah penuh kebahagiaan selayaknya wanita yang akan segera menikah.Berkebalikan dengan Andrew Vinson
"Jadi kalian berencana memasak berdua dan direkam videonya secara amatir pagi ini?" tanya Jeff di meja makan sambil mengunyah Rissotto Tuna Melt buatan koki kediaman Richero."Yeah ... konsepnya begitu, kami baru akan mencobanya. Nanti pun harus diedit, dipercepat dari step satu ke step berikutnya agar tidak makan terlalu banyak waktu. Apa kau sedang santai hari ini, Jeff?" balas Morgan yang juga sedang menikmati sarapan bersama-sama.Jeff menganggukkan kepalanya. "Tak ada rencana khusus untuk sementara, kami berdua sudah mulai libur dari rutinitas kerja yang hectic hari ini sampai tanggal 5 Januari nanti!" jawabnya."Bolehkah aku meminta bantuanmu mengawasi kamera dan pencahayaan nanti? Ada tripod, hanya saja mungkin perlu diarahkan ketika kami melakukan pergerakan aktif di area dapur!" ujar Morgan."Serahkan saja kepadaku, kedengarannya seru!" tukas Jeff. Esmeralda pun menyahut, "Apa acara tontonan dadakan gratis ini bisa dinikmati oleh aku dan anak-anak juga?" "Yes, Esme. Anak-an