Hari-hari yang dilalui Giselle akhir-akhir ini terasa begitu bermakna. Selain ia bisa menemani anaknya dalam proses pemulihan, Giselle juga ditemani Gerald yang selalu berada di sisinya. Seperti pagi ini, Gerald menyerahkan urusannya di kantor pada Sergio karena ia menemani Giselle menjaga Elodie yang tengah berlatih untuk berjalan kembali pasca operasi. Bersama Dokter Megan, di dalam ruangan perawatan Elodie pagi tidak senyap seperti hari-hari kemarin. "Akhirnya, Elodie bisa berjalan lagi ... harus tetap hati-hati, Nak," ujar Dokter yang kini memegangi tangan Elodie. "Ayo, Sayang, semangat!" Giselle tersenyum berseri-seri melihat anaknya berjalan selangkah demi selangkah. Selain pemulihan pasca operasi, Elodie juga cukup lama berbaring di atas ranjang rumah sakit yang membuatnya perlu berlatih berjalan lagi. "Sini, Sayang. Sini berjalan ke arah Papa," ujar Gerald membungkukkan badannya dan merentangkan kedua tangannya pada Elodie. Anak itu tertawa kesenangan karena ti
Setelah terbangun dari tidurnya, pagi ini Elodie sudah mau berbicara pada Giselle dan Gerald. Meskipun anak itu masih terlihat lemas dan pucat. Giselle selalu menemaninya, tidak beranjak sedikitpun dari samping Elodie. "Mama, ini perutnya Elodie kenapa?" tanya anak itu hendak menyentuh perutnya. "Tidak apa-apa, Sayang. Elodie tidak boleh sentuh, ya..." Giselle tersenyum mengelus pipi Elodie. "Elodie sekarang sudah sembuh, Ma? Sudah boleh main sama teman-teman?" tanyanya. Giselle mengangguk. "Elodie memang sudah sembuh, tapi masih belum boleh bermain dengan teman-teman, karena Elodie masih harus pulih lebih dulu, Sayang." Anak itu mengangguk kecil dan memeluk boneka beruang yang dibelikan oleh Gerald kemarin. Elodie menatap ke arah jendela kamarnya. Anak itu menatap bahaya matahari sore yang hangat bersinar masuk ke dalam kamar. Giselle mengulurkan tangannya mengelus lembut kepala si kecil. Anak itu kembali menatapnya dengan mata sayu. "Kenapa Papa belum pulang, Ma? P
"Kenapa Giselle memiliki bekas luka yang sama sepertiku?" Dengan jemari tangannya yang terasa gamang, Gerald menyentuh bekas luka di perut Giselle dengan sangat pelan. Perasaan berkecamuk saat melihat bekas luka memanjang di bawah rusuk Giselle. "Saat bercinta dengannya beberapa waktu lalu, aku tidak terlalu memperhatikan luka ini." Gerald gemetar, pikirannya menjadi ke mana-mana setelah melihat luka di perut Giselle sama seperti luka di perutnya, hanya saja di perut Giselle luka itu sedikit lebih memanjang. Wanita ini tidak akan mengaku bila Gerald bertanya terus terang padanya. Tetapi, perasaan tak nyaman mulai dirasakan oleh Gerald. 'Aku akan mencari tahu bekas luka apa yang berada di perut Giselle,' batin Gerald, kecurigaan yang tinggi mulai menerpanya. Perlahan-lahan Gerald menyelimuti Giselle, ia mengelus lembut kepala wanita itu dan menatapnya dengan lekat. "Apa jangan-jangan, seseorang yang mendonorkan ginjalnya padaku…." Gerald menggantung ucapannya dan terdia
Gerald kembali pulang ke rumahnya untuk menyegarkan tubuhnya dan mengganti pakaian yang ia pakai sejak kemarin. Gerald tidak bisa memerintah Sergio, karena ajudannya sibuk dengan urusan kantor yang Gerald serahkan padanya. Kini, Gerald baru saja sampai di rumahnya. Laki-laki itu melihat mobil milik Mamanya yang terparkir berada di depan rumah. "Mau apa lagi Mama ke sini?" gumam Gerald, ia begitu geram mengingat perlakukan Mamanya pada Giselle. Laki-laki itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah megahnya. Kedatangan Gerald disambut oleh Mamanya yang kini berada di ruang tamu bersama dengan Catherine—kepala pelayan di rumah Gerald. Melihat kemunculan putranya, lantas Marisa langsung beranjak dari duduknya saat itu juga dan berjalan mendekati Gerald. "Gerald ... bagaimana keadaan Elodie sekarang? O-operasinya berjalan dengan lancar, 'kan?" tanya Marisa. Antara ragu dan was-was putranya akan marah. Mendengar pertanyaan Mamanya, langkah Gerald pun terhenti. Kedua tangannya
Sudah tujuh jam lamanya operasi berlangsung. Giselle dan Gerald, bersama Charles masih duduk di bangku yang berada di depan ruang operasi. Dari malam yang gelap, hingga pagi hari telah datang operasi belum juga selesai. Hal ini membuat Giselle cemas. "Kenapa sangat lama?" cicit Giselle, wanita itu menatap Gerald yang kini menyandarkan kepala Giselle di pundaknya. "Sabar, Sayang. Sebentar lagi pasti selesai," jawab Gerald mencoba terus menenangkan Giselle. Charles juga tidak berhenti berdoa sejak tadi. "Kita harus bersabar, percayakan semuanya pada dokter," ujar laki-laki tua itu. Tidak ada rasa kantuk sama sekali yang Giselle rasakan. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, Giselle hanya merasa cemas yang tak berkesudahan. Hingga beberapa menit kemudian, lampu bercahaya merah yang berada di atas pintu ruangan operasi itupun meredup dan mati. Gerald dan Giselle sontak beranjak dari duduknya. Pintu ruangan operasi itu pun terbuka, seorang dokter berjalan keluar menemui Gerald
Setelah menunggu dokter beberapa menit lamanya, kini dokter pun telah tiba. Gerald masuk ke dalam sebuah ruangan setelah ia diperiksa oleh dokter sebelum pengambilan darahnya. Di dalam ruangan itu, Gerald duduk ditemani Giselle di sampingnya. Wanita itu menatap darah milik Gerald yang mengalir di dalam selang kecil. Giselle menggenggam satu tangan Gerald dan terlihat cemas. "Kenapa, hm?" Gerald menatapnya dan tersenyum. Wanita itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa," jawab Giselle. Dokter Megan yang berada di sana pun menoleh pada mereka berdua dan menatap Gerald yang duduk sambil menggenggam tangan Giselle. "Saya merasa bersyukur Tuan datang dengan cepat. Dokter bedah akan melakukan penanganan operasi pukul dua dini hari nanti," ujar Dokter Megan pada mereka. "Apakah operasinya berjalan sangat lama, dok?" tanya Giselle. "Bisa jadi seperti itu, Nyonya. Tapi jangan khawatir, kami semua akan berusaha semaksimal mungkin. Nyonya dan Tuan banyak-banyak berdoa untu