"Kai, nanti malam kau datang bersama Elodie?"Pertanyaan itu terlontar dari Han pada Kai yang duduk di hadapannya. Pagi-pagi sekali, pria bermata sipit berkulit putih itu sudah datang ke apartemen Kai. "Entahlah, mungkin aku tidak datang," jawab Kai setelah menyeruput kopinya. "Kalau kau tidak datang, dia tambah kecewa padamu, Kai." Ham menyela. "Kalau aku datang tanpa Elodie, lalu Elodie bagaimana? Apa kau pikir aku bisa meninggalkan dia di sini sendirian?" Kai menatap sahabatnya itu. "Aku akan ke sana lebih dulu mengantarkan hadiah untuknya. Aku tidak bisa ikut pesta itu." "Ck! Kau yang sekarang tidak seru seperti dulu lagi," protes Han dengan wajah muram. "Seolah-olah Elodie itu sudah menjadi istrimu saja. Padahal dia juga tidak mengaturmu. Serius, kau tidak asyik lagi dengan anak-anak yang lain. Saat jam malam berkumpul, kau pulang, saat anak-anak membuat acara, kau malah tidak datang! Menyebalkan!" Kai menatapi kesal pada sahabatnya yang mengomel itu. Dan ia tidak membalasn
Elodie dan Kai makan malam di sebuah restoran yang berada tak jauh dari rumah sakit sebelum mereka berdua pulang. Elodie yang menikmati makan malamnya, sesekali gadis itu memperhatikan Kai yang masih menikmati makanannya. Tak hanya Elodie, sepertinya Kai juga lapar saat ini. "Kenapa sampai datang ke rumah sakit, hm? Kau bisa menungguku pulang, Sayang," ujar Kai menatapnya. "Awalnya tadi aku ingin bertanya sesuatu pada Kakak," jawab Elodie lirih. "Tanya apa?" Wajah Kai menjadi lebih serius. "Biaya pendaftaran awal kuliah dan biaya pendaftaran kelas memasak, kenapa Kakak yang membayarnya? Kan aku sudah diberi uang oleh Papa untuk biaya-biaya itu semua, Kak." Gadis itu tampak tidak enak hati.Dugaan Kai benar, laki-laki itu tersenyum dan mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala Elodie. "Tidak apa-apa, kebutuhan kuliahmu di sini sangat banyak, Sayang," jawab Kai menatapnya hangat. "Lagipula, juga tidak seberapa. Kalau ada kebutuhan lainnya, bilang saja padaku. Oke?" "Heem." Elod
"Aku ingin menikahi Elodie sebelum akhir tahun ini, Pa." Ucapan Kai sukses membuat Martin hampir menyemburkan kopi hangat yang baru saja ia ia seruput dari dalam cangkirnya. Laki-laki berambut sedikit memutih itu langsung menatapnya. "Menikahi Elodie sebelum akhir tahun ini? Kaivan ... Papa sudah menduga, kau ini! Pasti kau baru saja melakukan hal yang tidak-tidak pada Elodie?! Iya?! Kalian baru menghabiskan malam bersama?!" desak Martin di dalam sebuah ruangan khusus di gedung besar rumah sakit milik Kaivan. Kai mengembuskan napasnya panjang. "Tidak, Pa. Aku tidak berani melakukan hal itu. Tapi aku ingin lebih leluasa menjaga Elodie." Martin meletakkan secangkir kopinya di atas meja. Laki-laki itu mengangguk. "Papa paham. Papa dan Mamamu tidak melarangmu menikah dengan Elodie kapan saja. Tapi sudah jelas Om Gerald berpikir berlipat-lipat untuk hal itu. Elodie itu masih terlalu muda, kondisinya juga lemah seperti itu, Kai, dan dia juga anak semata wayangnya Om Gerald dan Tant
"Menikah diam-diam bagaimana, Kak?! Jangan macam-macam, nanti Mama dan Papa bisa marah!" Elodie memukuli lengan Kai hingga laki-laki itu tertawa. Kai memeluknya dengan erat dan menyembunyikan wajahnya dalam ceruk leher Elodie. Jemari tangan Elodie lembut mengusap kepala Kai di sela rambut hitamnya yang tebal. "Kak..." "Hm?" Kai bergumam sambil memejamkan kedua matanya. "Dua hari lagi, aku akan pulang pukul enam sore, tidak apa-apa?" tanya gadis itu. "Kenapa sore sekali? Kau mau ke mana?" Kai mendongakkan kepalanya menatap gadis itu. "Aku dan kedua temanku tadi ikut kelas memasak," ujar Elodie. "Aku sudah daftar tadi siang." Kai memijit pangkal hidungnya. "Ya ampun, Sayang ... berapa kali sudah aku bilang, jangan ikuti banyak kegiatan, Elodie. Kalau kelelahan, bagaimana?" Elodie menggeleng. "Aku ingin pandai memasak. Biar aku bisa memasak makanan yang enak untuk Kakak." Kai tersenyum lembut, ia mengusap pipi Elodie dengan lembut. Menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Baikla
Pukul setengah empat sore, mobil hitam milik Kai berada di depan area kampus. Kai menunggu di dalam mobil setelah beberapa menit yang lalu ia datang. Saat Kai menunggu, tak lama kemudian dari dalam area kampus, muncul seorang gadis cantik berjalan dengan dua temannya dan mereka saling tertawa senang. "Itu, Kakakku sudah menjemput, sampai jumpa besok, Rica, Zelda...!" pekik Elodie melambaikan tangannya. "Iya Elodie. Jangan lupa balas pesanku, ya!" pekik Zelda. "Hati-hati di jalan!" Elodie tersenyum senang, sampai akhirnya gadis itu masuk ke dalam mobil. Kai menyambutnya dengan sebuah senyuman. "Kakak sudah lama?" tanya gadis itu. "Belum, Sayang." Kai menyerah sebotol air mineral pada Elodie. "Bagaimana? Menyenangkan?" "Heem! Aku senang sekali, hari ini aku punya banyak teman, Kak. Dosen-dosenku juga baik hati dan keren!" seru gadis tanpa sadar. "Keren?" "Heem. Namanya Pak Grey, dia masih muda dan keren sekali!" seru Elodie. Mendengar hal itu, Kai langsung mendengk
Pukul setengah tiga dini hari, Elodie terbangun tiba-tiba. Elodie langsung terduduk dan napasnya naik turun dengan berat. Gadis itu menyentuh dadanya pelan. Mimpi kejadian kelam waktu itu masih terus menghantuinya hingga kini. "Kenapa, Sayang?" Kai ikut terbangun. Laki-laki itu tertunduk dan ia menyerahkan segelas air pada Elodie. "Minum dulu..." Elodie meminumnya sedikit dan gadis itu memeluk Kai dengan erat. Wajahnya berkeringat hingga Kai paham apa yang sedang mengganggu tidur pulas Elodie. "Mimpi buruk lagi?" bisik Kai, ia mengelus pipi lembut Elodie. "Heem." Elodie mengangguk dengan mata satu dan sendu. "Sssttt ... itu hanya mimpi saja, Sayang. Tidak usah takut," bisik Kai pelan. Laki-laki itu kembali mengajak Elodie berbaring dan memeluknya dengan hangat, mengusap-usap punggung kecil Elodie, namun kedua mata gadis itu masih terbuka. "Kak, saat aku pulang ke Lasster, aku sangat rindu dengan momen ini," ujar Elodie berkata jujur. Kai menundukkan kepalanya. "M