Share

Bab 6. Kamu Melamarku?

Penulis: Nychinta
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-15 09:48:01

Vanya benar-benar tidak bisa menjelaskan apa yang dia rasakan saat ini, apalagi semua perlakuan hangat dan juga pembelaan yang dilakukan Kevin semuanya adalah hal asing untuknya. Dia bahkan sudah lupa bagaimana rasanya dibela dan diperhatikan oleh orang lain setelah masuk ke kediaman Dirgantara.

Kemudian, Vanya melihat ke arah Febiola yang mana saat ini wajahnya terlihat kesal, tatapannya penuh amarah memandang punggung Kevin yang kian menjauh.

“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan,” ucap Lesmana menenangkan Febiola dan merangkul istrinya itu.

Febiola lalu menarik napas panjang kemudian tatapannya beralih ke arah Vanya. “Aku tidak akan menerima penghinaan seperti itu kalau anak harammu ini tidak membuat masalah!”

Rasanya baru saja Vanya mendapatkan perlindungan, tetapi setelah pemilik kekuatan itu pergi dia kembali merasa ditekan oleh tatapan tajam dan sinis dari Febiola. Sungguh ironis memang.

“Kita temui Keluarga Baskara saja, kebetulan kita butuh dukungannya juga.” Lesmana kemudian mengajak Febiola untuk segera pergi dari tempat itu. 

Febiola mengangguk, tetapi sebelum pergi Febiola berkata dengan penuh penekanan pada Vanya. “Ingat tujuanmu datang ke tempat ini untuk apa. Dan juga … pastikan jangan membuat masalah lagi!”

Vanya hanya mengangguk lemah lalu memandang kedua orang tuanya menjauh meninggalkannya seorang diri.

Beberapa kali Vanya menghela napas, kemudian dia menepi dan mengambil secangkir minuman dari baki pelayan. Lalu, mata Vanya menangkap sosok Kevin yang berdiri dari kejauhan tapi cukup jelas dilihat dari tempatnya berdiri.

Kevin yang sedang berbicara dengan salah satu kepala keluarga yang hadir terlihat sangat berwibawa, gerakan tubuhnya yang dirasa sangat sempurna membuat Vanya lagi-lagi terpesona dengan sosok itu. 

Mata Vanya tak henti mengikuti kemana arah pria itu.

Yang membuatnya heran adalah reaksi Kevin saat berinteraksi dengan beberapa nona muda dari keluarga-keluarga mereka saat dikenalkan. Pria itu tampak tidak terlalu antusias dan biasa saja, hanya melihatnya sekilas dan kembali bicara dengan tetua keluarganya.

“Apa dia tidak tertarik dengan wanita-wanita cantik itu?” gumam Vanya pelan.

Tiba-tiba, Kevin memutar tubuhnya ke arah Vanya. Pandangannya bertemu dengan Vanya yang sedang memperhatikannya dari kejauhan. Seketika, Vanya buru-buru mengalihkan tatapan, sementara jantungnya berdebar tak karuan.

“Ya Tuhan … bagaimana ini? Apa aku akan mendapatkan masalah lagi?” gumamnya. Sebelumnya, sudah berapa kali dia hampir ketahuan oleh pria itu saat sedang memperhatikannya diam-diam dari kejauhan, tapi kali ini tertangkap basah.

Merasa jantungnya berdebar tak karuan dan butuh menenangkan diri, Vanya memutuskan untuk keluar ruangan itu menuju ke arah belakang, dimana ada sebuah taman terbuka yang masih terlihat hijau dan nampak terang walau langit sudah gelap.

“Ah … di sini jauh lebih menenangkan,” gumamnya pada diri sendiri. Walaupun cukup membuatnya tenang sesaat, tetapi jelas ada tugas yang pastinya sangat mustahil untuknya.

Vanya kembali menerawang dan sibuk dengan pikirannya sendiri, tetapi tiba-tiba sesuatu menyentuh kakinya. Vanya terlonjak kecil, lalu mendapati seekor kucing yang menggesekkan tubuhnya dengan manja ke kakinya. Bibirnya melengkung tipis. “Kamu mengagetkanku saja.”

Ia lalu berjongkok, mengelus bulu lembut kucing itu sambil menghela napas panjang. “Hai manis,” sapanya.

Binatang itu hanya mengeong sebentar lalu menjulurkan lehernya, jelas sedang merasa senang dengan sentuhan yang diberikan oleh Vanya.

Vanya kembali tersenyum, lalu dia berkata kembali, “Maukah kamu mendengarkan ceritaku?”

Kucing itu tetap diam.

Vanya paham dia hanya seperti cerita dengan angin, hanya saja dia tetap ingin mengeluarkan sedikit yang menjadi tekanan dalam dirinya.

Kembali dia menarik napas panjang. “Manis, menurutmu, apa … pangeran setampan dan sempurna itu mau dengan aku?” tanyanya lirih, seolah-olah kucing itu bisa mengerti.

Kucing itu hanya menatapnya dengan mata bulatnya lalu mengeong pelan.

“Meong~.”

Vanya terkekeh getir, untuk kali pertama binatang kecil ini memberinya respons. “Ah, ternyata kamu juga tahu, kalau itu pasti tidak mungkin, ya.”

Matanya kembali menerawang menatap lurus ke depan. “Pulang nanti, aku tidak tahu hukuman seperti apa yang akan aku terima, menurutmu … apa aku masih bisa bertahan di keluargaku?”

Kembali kucing itu tak memberikan respons. Vanya mulai merasakan matanya mulai berembun, lalu segera dia mengerjapkannya dan menepuk pelan pipinya. “Ah, maaf aku sedikit terbawa suasana. Dia lalu kembali tersenyum dan mengelus kepala kucing itu, membuatnya kembali mengeong beberapa kali.

“Apa kamu mau menghiburku?” Vanya berkata dengan santai lalu tiba-tiba sebuah ide terbesit di kepalanya.

“Uhhm … bagaimana kalau kamu benar-benar membantuku untuk membuatku lebih kuat sedikit?” Vanya berkata dengan menyipitkan matanya.

“Kalau aku anggap dunia ini seperti negeri dongeng, dan andaikan kamu adalah Tuan Kevin, pangeran Averland dari kota Cavendra yang sedang dikutuk jadi kucing, lalu aku … penyelamatmu, menurutmu apa kamu akan menikahiku?”

“Meong~”

Vanya tertawa kecil. “Ah, tak kusangka kamu benar-benar meresponsku.” kucing itu kembali mengeong.

“Baiklah kalau begitu,” ucapnya lagi, “hei, pangeran tampan, bagaimana kalau kamu pilih aku jadi istrimu? Aku jamin hidupmu bisa lebih sukses lagi setelah ini.” ucapnya sambil bercanda, mengerling ke arah si kucing.

Namun saat kucing itu diam tak merespons lagi, Vanya cemberut. “Huh, apa memang sebenarnya tidak mungkin? Bagaimana kalau aku serius kali ini?”

Vanya lalu berdiri perlahan, menatap kucing itu dengan wajah sungguh-sungguh. Suaranya tegas, meski hatinya bergetar. “Tuan Kevin Wicaksana, menikahlah denganku. Percayalah dari semua wanita itu, hanya aku yang pantas untukmu karena aku akan menjadi istri yang paling baik di dunia ini.”

Hening sesaat, lalu—

“Nona Dirgantara.”

Suara berat itu tiba-tiba terdengar dari belakangnya. Vanya menegang seketika, darahnya serasa berhenti mengalir. Dengan kaku ia menoleh, matanya terbelalak tak percaya melihat sosok yang berdiri hanya beberapa langkah darinya. 

“… apa kamu sedang melamarku sekarang?”

Tenggorokan Vanya seketika mendadak kering. Sorot mata yang sulit diterjemahkan sedang menatap ke arahnya dengan cukup dalam dan suaranya terdengar dengan sangat jelas, menohok, dan tak memberi ruang untuk lari. 

“T-tuan Kevin ….”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
xiao Lan
astaga cinta, kmu emag jago buat hal yg konyol begini. ini bakalan banyak sedih dan oenderitaanny g? yang bertabur bawang? atau mash denhan tema romcom
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 74. Tidak Ada Hubungan Lagi

    Setelah acara selesai, tamu dari keluarga dekat dan orang-orang kepercayaan Keluarga Wicaksana sudah berangsur pulang. Di sisi lain, Keluarga Dirgantara perlahan melangkah mendekat ke arah Vanya yang kini berdiri agak jauh dari Kevin. Pria itu masih tampak berbincang ringan dengan beberapa kerabatnya. Orang pertama yang mendekatinya adalah Febiola, ibu tiri, diikuti oleh dua putrinya di belakangnya.Vanya sedikit membungkukkan tubuhnya memberikan penghormatan padanya dan juga kedua kakak tirinya yang hadir, Vira dan Dira,“Terima kasih sudah datang, Ibu, Kakak.” Vanya berkata dengan suara lembutnya.Seperti biasanya, Febiola tentu saja menunjukkan sisi malaikatnya di hadapan keluarga Kevin yang lain, dia tersenyum indah dan memberikan ucapan selamat padanya, lalu setelah itu memeluknya sambil berbisik pelan di telinga Vanya, “Dengar Vanya, kau pikir hidupmu akan aman di bawah pengaruh keluarga Wicaksana? Lihat saja nanti.”Vanya tidak lagi terkejut mendengarkan kalimat ancaman itu, ta

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 73. Acara Pernikahan

    Setelah Kevin dan Vanya tiba di depan altar, Seorang pembawa acara dengan suara lembut memecah keheningan. “Upacara penyatuan kedua mempelai akan segera dimulai.” Lampu kristal yang baru saja menyala terang saat keduanya tiba di depan altar, sekarang kembali meredup perlahan, berganti dengan cahaya hangat lilin-lilin aromatik yang menyala di sekeliling altar kecil di tengah aula. Kemudian, musik lembut perlahan berhenti ketika seorang tetua adat Averland melangkah maju. Suaranya berat namun tenang, mengisi seluruh ruangan yang kini hening. “Dalam adat Averland, sebelum dua jiwa disatukan oleh cahaya, mereka harus terlebih dahulu menghormati keluarga sebagai asal mereka datang ke dunia dan membesarkan mereka. Karena dari sanalah segala restu bermula.” Tetua itu memberi isyarat, dan dua keluarga besar dipersilakan naik ke atas. Dari pihak Wicaksana, Johnson dan Dellia melangkah anggun mendekati altar. Sementara dari pihak Dirgantara, Lesmana dan Febiola berdiri berseberangan. Suasa

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 72. Tidak Sesuai Harapan

    Di antara decak kagum tamu undangan, Vanya bisa mendengar detak jantungnya sendiri berdentum cepat. Tatapan-tatapan itu menusuk, sebagian memuja, sebagian heran, sebagian lagi ... tidak percaya. Akan tetapi, yang membuatnya paling gugup adalah suara kecil di kepalanya yang terus bertanya, “Apakah ini sungguh aku? Apakah ini nyata?”Musik lembut mulai mengalun. Kamera berputar, para tamu berdiri. Namun di sudut ruangan, keluarga Dirgantara masih terpaku, wajah-wajah mereka campuran antara keterkejutan dan rasa tak percaya tentu saja.Vira, yang sedari tadi selalu berkata penuh ejekan dan merendahkan sekarang malah menahan napas, menggigit bibir bawahnya. “Dia … ternyata sangat tampan,” gumamnya, hampir seperti mengutuk.Sama halnya yang dilakukan Dira, gadis itu tampak tak berkedip melihat Kevin dan Vanya. “Apa itu benar-benar Kevin? Lalu di sebelahnya itu si anak haram?”“Kenapa dia … jadi sangat berbeda?” Dira mendesis.Keduanya yang berekspektasi tinggi untuk kehancuran pernikahan i

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 71. Itu Benar Mereka?!

    Beberapa waktu sebelumnya di Kediaman Dirgantara.“Kak Lira, kau yakin tidak ingin pergi ke acara itu?” tanya Vira memastikan sekali lagi pada saudaranya itu.Lira melirik sebentar dari ponselnya, lalu menggeleng. “Tidak. Aku ada urusan malam ini. Pastikan saja kau merekam semuanya, terutama wajah si monster itu. Setelahnya, kau tahu apa yang harus dilakukan, kan?”Vira mengangguk. Ia memang terbiasa memegang kamera dan tampil di depan publik. Sebagai influencer di bidang finansial, reputasinya di dunia maya cukup tinggi. Apalagi didukung oleh latar belakang pendidikan dan keluarganya. “Ya, aku tahu. Jujur saja, aku juga penasaran sama tampangnya itu. Sejak muncul di dunia bisnis, tidak ada satu pun foto Kevin Wicaksana yang bocor ke publik. sok misterius sekali, kan?”Lira tertawa pendek, dingin. “Itu karena wajahnya pasti memalukan. Jelek, gendut, pendek, dan menyeramkan. Makanya calon istrinya kabur dan mati sebelum sempat menikah.”Vira ikut terkekeh kecil. “Benar juga, kalau tid

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 70. Pujian Untuk Vanya

    “Vanya.” Suara itu terdengar begitu lembut di telinganya, namun terasa jauh … seolah datang dari mimpi.“Vanya, bangunlah. Kita akan melangsungkan acara adat pernikahan malam ini.” Nada itu kembali terdengar. Terasa hangat, sabar, mengetuk perlahan gendang telinganya. Sesaat kemudian, sesuatu yang lembut menyentuh keningnya. Sentuhan itu membuat kesadarannya perlahan kembali.Mata Vanya terbuka lebar. Wajah Kevin begitu dekat, hanya berjarak sejengkal. Senyum tipis menghiasi bibirnya, dan untuk sepersekian detik Vanya baru menyadari sepertinya sentuhan lembut dan dingin itu adalah kecupan singkat yang diberikan Kevin untuknya.“Astaga! Aku ketiduran!” serunya terbata, suara seraknya memecah keheningan.Baru saat itu ia sadar, posisinya sudah berubah. Sebelumnya Kevin bersandar di pangkuannya, tapi kini dia malah berada dalam pelukan Kevin dan lengannya sendiri justru melingkar di tubuh pria itu, seolah enggan dilepaskan.Ini … benar-benar gila! Vanya menjadi panik, segera melarikan ta

  • Nona, Tuan Hanya Ingin Menikah Denganmu!   Bab 69. Aku Tidur Dulu

    Vanya tertegun mendengar ucapan suaminya barusan.“Kenapa diam? Apa kau dengar aku bilang apa?” tanya Kevin lagi.Vanya mengangguk. “Tapi ….” “Tidak ada yang salah kalau untuk membela diri.” Kevin lalu mengelus kepala Vanya dengan lembut menciptakan rasa tenang sekaligus tegang di tubuh Vanya.“Aku … bahkan tidak bisa membantah ucapan mereka, kalau sampai itu terjadi ….” Vanya menggantung kalimatnya, dia menarik napas dalam dan pandangannya ke arah depan tampak kosong.“Kau akan mendapatkan hukuman?” tebak Kevin. Diam. Hanya saja diamnya Vanya itu adalah sebuah jawaban.“Mulai saat ini, kalau ada yang kau tidak suka katakan saja, kau perlu mengeluarkan pendapatmu sendiri, jangan hanya ikut ucapan orang lain.”“Tapi aku takut kalau nantinya akan disebut menantang dan keras kepala.”Mendengar pernyataan Vanya barusan Kevin tersenyum.“Kenapa harus takut? Tidak ada yang perlu ditakuti di dunia, kecuali Penciptamu. Bedakan menantang dan membela diri, itu dua hal yang berbeda. Aku tahu i

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status