LOGINHi semuanya ... mudah2an cerita ini bisa kasih warna baru! terima kasih untuk kalian yang selalu mendukung karya chinta! Sayang kalian banyak-banyak!!!
Vanya terdiam, matanya membulat pelan saat mendengar kalimat Kevin barusan.“A-apa maksudnya?” tanyanya bingung.“Evara itu tempatmu berlatih,” jawab Kevin tenang, seolah sedang membahas hal sederhana. “Jadi tidak perlu kau pusing. Sebenarnya, masalah ini datang lebih cepat dari yang kukira, wajar kalau kau sedikit kebingungan. Pelan-pelan saja … aku ada di belakangmu.”Vanya hanya diam, perlahan kendaraan mereka kecepatannya berkurang dan kemudian berhenti, lampu merah menyala terang di depan mereka.Lalu, Kevin menoleh ke arah Vanya, mengulurkan tangan, membelai pipi Vanya dengan gerakan yang membuat seluruh tubuhnya menegang. Senyum tipis muncul di wajah Kevin.“Dengar,” katanya lembut namun mantap. “Kau punya aku. Dan aku sangat bisa kau andalkan. Jadi jangan khawatirkan apa pun, mengerti?”Vanya tidak tahu harus merasa apa. Hatinya serasa diperas, antara terkejut, tersentuh, dan masih berusaha memahami cara kerja otak Kevin. Apa pria ini sedang bermain-main? Tapi kalau benar ini
Hanya saja pikiran itu sedikit dia tepis, apalagi saat melihat isi file yang diberikan Luna padanya. Terkait, beberapa aturan internal Evara yang dalam 6 bulan terakhir dibuat dan ditandatangani oleh Amanda karena tekanan yang dia dapatkan. Aturan yang dibuat memang tidak memiliki efek besar untuk Evara, tapi … bagi The K itu sedikit berpengaruh.“Mungkin aku lupa saja menutupnya karena tadi mau buru-buru dan lapar,” ucap Vanya pada dirinya sendiri.Karena menurut Vanya, file yang dibacanya itu tidak terlalu penting dengan beberapa hal yang disampaikan oleh Luna ini. Kalau pun Leo ingin berbuat sesuatu yang buruk, sepertinya juga tidak mungkin.Vanya menghela napas dalam, mencoba untuk mempelajarinya dan membacanya lebih jauh. Namun, untuk memahami semua ini, rasanya sungguh tidak mampu melakukannya dalam satu hari!“Ah, jangan memikirkan yang terlalu jauh, pikirkan dulu yang akan dihadapi nanti sore. Itu yang lebih penting saat ini.” Vanya berkata pada dirinya sendiri.Kemudian, dia
Sejak pertama kali mengenal Kevin, hidup Vanya memang seperti ditarik masuk ke dalam pusaran besar, penuh kejutan, kekacauan yang manis, dan kehangatan yang tidak pernah ia bayangkan. Namun yang barusan … menjadikan perusahaan sebesar Evara sebagai ajang latihan? Itu melewati batas logis siapa pun.“Vanya,” suara Kevin memecah keterkejutannya dari seberang telepon. “Kau masih mendengarkanku?”Vanya tersentak sadar. “I-iya … aku dengar,” jawabnya cepat, meski otaknya masih berusaha mengejar apa yang baru saja didengarnya.“Kau … memberikan perusahaan ini hanya untuk dijadikan ajang latihan?” Napas Vanya tercekat. “Apa itu tidak … berlebihan?”“Berlebihan?” Kevin justru terdengar tenang. “Aku hanya ingin melatihmu menjadi tangguh. Dan aku tahu kau bisa. Awalnya kukira kita bisa melakukannya perlahan … tapi masalah datang terlalu cepat.”Vanya kehilangan kata-kata. “Kau ….” “Sudahlah,” potong Kevin lembut namun tegas. “Siapkan saja apa yang harus kau lakukan nanti. Dan pastikan kau puny
Vanya terdiam cukup lama, mencoba mencerna seluruh informasi yang baru saja dilontarkan Luna. Semakin jauh ia mendengar, semakin jelas betapa dalam akar masalah Evara dan betapa besar andil Kevin dalam menyelamatkan perusahaan itu. Meski apa yang ia dengar menyentuh ranah pribadi suaminya, Vanya memilih menyingkirkan perasaan itu. Tujuannya kini hanya satu, membuat Evara jauh lebih maju daripada saat ini.Luna menyandarkan tubuhnya pada kursi, suaranya lebih lembut saat kembali bicara. “Kau akan mengumpulkan seluruh pegawai nanti, kan? Langkahmu cukup berani, Vanya.”Vanya masih diam.“Bahkan Bu Amanda kadang ragu, karena tekanan dari keluarga Manggala itu luar biasa,” lanjut Luna lagi. “Walaupun ada Kevin di belakangnya, hidupnya terlalu banyak taruhannya untuk ambil risiko besar.” Ia menatap Vanya dengan mata yang lebih serius. “Tapi kau berbeda. Kau istrinya. Dia bisa melindungimu setiap saat.”Senyum kecil muncul di bibir Vanya. “Kak Luna … terima kasih.”“Tidak usah berterima k
Vanya menatap layar komputernya dengan dahi yang mulai berlipat. Ia membaca ulang data latar belakang Evara. Kepemilikan awal, transisi, dan akhirnya bagaimana sebagian sahamnya beralih ke Grup The K. Semakin ia mencoba menghubungkan semuanya, semakin kuat denyut sakit di kepalanya.Tepat saat ia memijat pelipis, intercom di mejanya berdering.“Vanya, kau dipanggil Bu Luna sekarang,” suara Leo terdengar datar. Vanya baru berniat menjawab, namun sambungan sudah terputus.Ia menghela napas kecil. Sejak identitasnya diketahui, entah kenapa Leo terasa semakin tidak ramah. Apalagi setiap kali Vanya berdekatan dengan Luna, tatapannya seperti sedang menguliti. Terasa dingin dan penuh penilaian buruk padanya.Vanya menepuk pipinya pelan, mencoba mengembalikan fokus. Ia baru teringat sesuatu. Cushion Luna!Tanpa pikir panjang, ia merogoh tasnya, memastikan benda itu ada, kemudian bergegas menuju ruangan Luna.Di depan pintu, Leo menatapnya dengan ekspresi datar seperti biasa. “Sudah ditunggu d
Ucapan Vanya barusan membuat keduanya saling pandang ragu.“Tapi, Nyonya ini … akan terlalu beresiko. Mangkir adalah kata-kata yang sedikit … berani, apalagi sampai mengeluarkan surat peringatan kedua.” Amanda berkata dengan hati-hati.Vanya lalu tersenyum dengan tenang. “Kalau hanya membuat instruksi biasa, apa Ibu bisa jamin mereka akan datang?”Amanda diam sejenak. “Itu … sudah pasti mereka tidak akan menghiraukan instruksi ini.”“Nah, kalau kita buat sedikit mencekam setidaknya walaupun ada yang tidak peduli pasti sebagian ada yang merasa pekerjaan ini penting untuk mereka. Jadi, buat seperti itu saja.” Vanya berkata dengan nada tenang.“Tapi Nyonya, ini akan membuat gesekan dengan pemegang saham PT. Eve, mereka sebenarnya sangat menunggu momen ini untuk kembali mengambil alih Evara sepenuhnya.” Amanda masih memberikan pandangannya pada Vanya.“Bu Amanda … tidak percaya saya?” tanya Vanya dengan suara lembutnya.Mendengar pernyataan Vanya barusan membuat Amanda langsung sedikit ge







