Share

Pengakuan Winter

Author: Oh_Yoorin
last update Last Updated: 2023-08-18 08:41:58

"Jangan gunakan sihirmu sembarangan! Ingat, disini berbeda dengan di utara. Orang timur menganggap seorang penyihir itu orang yang jahat dan manipulatif, mengerti!"

Race bicara dengan serius sembari menatap Ivy tajam. Ivy melihat ke arah Race sekilas lalu kemudian kembali menunduk. Kepalanya mengangguk mengiyakan dengan pelan, Race sendiri terus memperhatikan Ivy yang berdiri di hadapannya. Sejurus kemudian Race menautkan alisnya karena merasa heran, Race lalu melihat ke kanan dan kiri sepi tidak ada siapapun di depan paviliun ini. Sejak tadi juga Race hanya berdua bersama Ivy.

"Kemana para pelayan?" tanya Race pada Ivy.

Ivy terkejut karena tidak mengira kalau Race akan menanyakan hal ini. Ivy mengangkat kepalanya dan menatap Race dengan takut-takut.

"Aku, tidak tahu."

"Bagaimana bisa tidak tahu? Bukankah aku sudah bilang minimal ada 1 orang yang harus menemanimu kapanpun itu."

"Aku tahu."

"Lalu? Kemana mereka? Miranda? Selina? Gareta? Pergi kemana mereka?"

Race terus bertanya mendesak Ivy untuk mengatakan apa yang terjadi, Ivy sendiri menarik napas dalam lalu kembali melihat Race.

"Mungkin di dapur."

"Apa? Mereka sibuk bertiga dan membiarkanmu sendirian? Apa setiap harinya begini? Aku, harus menyadarkan mereka. Bisa-bisanya meninggalkan istriku sendirian seharian, memang aku membayar mereka hanya untuk memasak."

Race sudah emosi dan berjalan cepat meninggalkan Ivy, karena tidak mau masalah ini menjadi besar Ivy menahan tangan Race cepat. Race terkejut dan menepis tangan Ivy kasar.

"Kenapa menyentuhku!" hardik Race tanpa sadar.

Ivy terkejut dan memundurkan badan selangkah, tangan Ivy masih di udara. Gadis itu masih menatap nanar tangannya yang ditepis oleh Race baru saja.

"Kenapa dia sama sekali tidak mau aku sentuh? Apa, aku sangat menjijikkan baginya?" batin Ivy sembari terus menatap tangannya.

"Bukankah sudah aku bilang, jangan pernah menyentuhku sesuka hatimu. Aku, tidak suka."

Race kembali marah dan sudah akan berjalan masuk kembali ke paviliun. Ivy tidak mau Race marah pada semua pelayannya, jadi Ivy kembali memberanikan dirinya untuk menahan tangan Race lagi supaya tidak pergi.

"Maaf, aku menyentuhmu lagi. Jangan pergi mencari mereka! Aku, yang menyuruh mereka istirahat."

Akhirnya Ivy justru berbohong pada Race, padahal beberapa hari ini dia selalu diabaikan tanpa sebab oleh ketiga pelayan yang ada di paviliun itu.

Race menghentikan langkah kakinya dan melihat ke arah Ivy sekarang. Mata Race lalu tertuju pada tangannya yang dipegang oleh Ivy. Tangan gadis yang berstatus istrinya itu terasa sangat dingin. Race lalu melihat ke arah Ivy, dia bisa melihat kalau istrinya sedang ketakutan. Ivy sendiri menundukkan kepalanya dalam karena memang sedang ketakutan.

Race lalu melepaskan tangannya dari Ivy dan kemudian berbalik ke arah Ivy.

"Masuklah! Aku, akan kembali ke base camp," ujarnya kemudian.

Ivy menatap Race lalu mengangguk pelan dan kembali menundukkan kepalanya. Race sedikit terganggu dengan ekspresi wajah Ivy sekarang.

"Apa aku sudah keterlaluan?" tanya Race dalam hati.

Race lalu menarik napasnya berat dan berjalan meninggalkan Ivy begitu saja. Sepeninggal Race, Ivy mengangkat kepalanya dan terus memandangi punggung Race yang menjauh dari paviliun.

"Kenapa dia begitu tidak menyukaiku? Apa sebenarnya salahku padanya?" lirih Ivy terus saja bertanya-tanya sendiri.

***

Gareta mengetuk pintu kamar Ivy, sejak Race pulang tadi Ivy tidak keluar kamar sama sekali. Bahkan jam makan juga Ivy lewatkan, Ivy hanya duduk di depan jendela dan menatap kosong lurus ke depan. Ivy memang tidak mengharapkan pernikahan ini, sejak awal Ivy juga memang tidak menggunakan hatinya di perjodohan ini. Hanya saja diperlakukan sedemikian rupa oleh Race membuat Ivy tidak nyaman. Ivy menatap tangannya yang tadi memegang tangan Race.

"Apa aku ini memang benar-benar tidak diharapkan disini? Lalu, untuk apa aku menikah? Bukankah lebih baik aku hidup sendiri saja?" ujar Ivy bermonolog.

Ivy berhenti melamun ketika pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Masuk!" ujar Ivy.

Tidak lama pintu kamar Ivy terbuka, Gareta masuk dengan pelan lalu menundukkan badannya pelan.

"Nyonya muda, makan malam sudah siap. Apa, perlu aku bawa makanannya ke sini?" tanya Gareta kemudian.

"Ah? Sudah malam rupanya? Aku, belum lapar, Gareta. Tidak perlu menyiapkan makan malam, kalian saja makan lalu istirahat. Aku, juga ingin istirahat," ujar Ivy menanggapi.

"Tapi, Nyonya muda belum makan apapun hari ini. Bahkan minuman di meja, Nyonya muda tidak berkurang. Bisa-bisa nanti, Nyonya muda sakit," ucap Gareta lagi sedikit khawatir pada Ivy.

Ivy terdiam dan melihat ke arah Gareta, Ivy tersenyum dan berdiri dari duduknya.

"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, Gareta. Aku, tidak apa-apa kembalilah ke kamarmu sekarang!" ucap Ivy lagi memerintah Gareta.

Akhirnya Gareta menuruti ucapan Ivy dan pergi meninggalkan kamar Ivy. Gareta lalu masuk ke dapur dan mendapati Selina dan Miranda sedang makan. Keduanya lalu melihat ke arah Gereta.

"Bagaimana? Apakah Nyonya muda mau makan?" tanya Selina juga sedikit khawatir pada Ivy.

"Tidak mau," singkat Gareta menjawab lalu duduk di kursi samping Selina.

"Sudahlah biarkan saja! Cepat makanlah, Gareta!" timpal Miranda yang terlihat santai saja walaupun Ivy tidak makan seharian.

"Aku, khawatir pada Nyonya muda," ujar Gareta lagi.

"Biarkan saja! Bukankah itu kemauannya sendiri? Dia pasti sangat sedih karena sikap suaminya, jadi dia menghukum dirinya sendiri," ujar Miranda kembali memasukkan sesuap makanan ke mulutnya.

"Memang apa yang dilakukan Tuan muda Race?" tanya Selina yang sedikit antusias mendengar ucapan Miranda.

Miranda melihat ke arah Selina lalu tersenyum smirk.

"Aku, tadi melihat Tuan muda Race menepis tangan Nyonya muda Ivy dengan kasar. Nyonya muda Ivy pasti sangat sedih sekarang, tapi aku sangat senang melihatnya sedih."

Gareta dan Selina terperangah mendengar ucapan Miranda yang terdengar begitu senang dengan apa yang terjadi pada Ivy. Sejurus kemudian Miranda kembali mengambil sesuap makanan, sebelum dia menyuapkan makanannya ke mulut. Miranda memandangi makanan itu dan tersenyum mengejek.

"Dia itu pantas mendapatkan ini semua. Dia yang bukan siapa-siapa justru bisa mendapatkan Tuan muda Race, aku juga tidak tahu bagaimana bisa keluarga Agnito melakukan perjodohan ini. Padahal Nyonya muda Ivy orang biasa yang beruntung karena diadopsi oleh bangsawan Marionet."

Setelah bicara seperti itu Miranda lalu memasukkan sesuap makanan itu ke mulutnya. Gareta dan Selina saling memandang satu sama lain, mereka berdua sama-sama bingung kenapa Miranda bisa tidak menyukai Ivy sampai seperti ini.

***

Winter turun dari kereta kuda dan masuk ke dalam base camp, Race sendiri sedang makan malam ketika Winter masuk tanpa permisi ke kamarnya.

"Di jam ini kau makan malam? Sejak tadi apa yang kau lakukan?" tanya Winter yang kemudian duduk di hadapan Race.

"Apa urusannya denganmu, Winter?" ujar Race tidak peduli.

Winter berdecak lalu kemudian mengambil gelas minum Race, dia meneguk minuman itu tanpa permisi dan kemudian melihat ke arah Race lagi.

"Race," panggilnya kemudian.

"Apa?" sahut Race singkat tanpa melihat ke arah Winter sedikitpun.

"Boleh aku bertanya?"

"Tanya saja!"

"Em,,,apa kau benar-benar tidak memiliki perasaan pada Ivy?"

Pertanyaan Winter itu sukses membuat Race berhenti mengunyah, Race lalu mendongak dan melihat ke arah Winter. Dia menatap sepupunya itu dengan kening mengkerut bingung.

"Memang kenapa?" tanyanya kemudian.

"Em,,,boleh aku jujur?" ujar Winter ragu-ragu.

Race hanya menanggapi dengan anggukan kepala pelan.

"Sepertinya aku yang tertarik pada Ivy, dia berbeda dengan banyak wanita bangsawan lain. Dia, lucu dan lugu. Aku, ingin lebih dekat dengannya."

Race tersedak makanannya karena mendengar ucapan Winter. Race lalu merebut gelas minumannya yang ada di dekat Winter. Setelah minum Race kembali melihat ke arah Winter dengan wajah mengeras karena menahan emosi.

"Dia istriku, Winter. Kau, sudah gila?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Not A Perfect Marriage   Akhir Dari Sengsara

    Di wilayah selatan Ivy sedang merapikan semua baju-bajunya. Tidak lama pintu kamarnya diketuk dari luar."Masuk!" titah Ivy singkat.Pintu kamarnya lalu terbuka dan Tesla masuk dengan membawa nampan makanan."Iv, ayo kita sarapan dulu. Perjalanan kita akan panjang dan lama," ujar Tesla yang kemudian meletakkan nampan berisi makanan itu di meja yang ada di kamar Ivy."Aku, belum lapar, Tesla," ujar Ivy yang kemudian menghentikan Ivy untuk mengemas bajunya."Meskipun belum lapar, tetaplah makan, Iv! Kau, butuh tenaga untuk tetap kuat. Energi mana dan harasmu baru saja kembali seimbang, kau bisa sakit lagi kalau mereka tidak seimbang lagi," tukas Tesla memaksa Ivy.Ivy berjalan mendekat pada Tesla lalu duduk di samping Tesla yang sedang sibuk mengambil makanan."Sebenarnya kita akan pergi kemana, Tesla?" tanya Ivy."Ke suatu daerah yang membutuhkan sihir penyembuhan, ini juga bisa jadi caramu melatih sihirmu yang sudah kembali, Iv," ucap Tesla."Kau benar, tapi apa aku sudah bisa?" tanya

  • Not A Perfect Marriage   Melarikan Diri

    Ivy terus saja diam dan melihat keluar jendela kamarnya. Sejak pulang dari istana tadi, Ivy hanya berdiam diri di kamarnya. Race sendiri tidak ikut pulang dan sedang ada di paviliun kedua orang tuanya sekarang. Ivy mengusap wajahnya pelan lalu menarik napas dalam."Jadi seperti ini cara Race mencegah semua yang sudah kami lewati kembali terjadi nanti. Apakah aku harus bersyukur karena pada akhirnya aku justru bisa meninggalkan Race tanpa membuatnya terluka, karena dia sendiri yang melepasku?" gumam Ivy bermonolog.Ivy tersenyum miris memikirkan nasibnya sendiri. Sejurus kemudian senyum Ivy menghilang begitu saja."Apa dengan begini aku justru aku akan kembali dipulangkan ke barat? Apakah aku harus kembali menjadi putri Marionet?" ucapny lagi.Ivy berhenti berbicara sendiri setelah pintu kamarnya diketuk dari luar. Ivy melihat ke arah pintu lalu menautkan alisnya heran."Siapa?" tanyanya singkat."Ini Gareta, Nyonya muda Iv. Di ruang tengah ada tamu yang menunggu anda," ujar Gareta dar

  • Not A Perfect Marriage   Keputusan Yang Diambil

    Ivy mengeliat pelan, badannya seperti remuk pagi ini. Itu membuat Ivy enggan turun dari ranjang, dia masih berselimut tebal dan melihat Race sudah tidak ada di sampingnya."Apa karena aku sekarang manusia biasa, jadi aku merasa sangat lelah setelah pertempuran semalam? Lalu, kenapa Race sepertinya tidak lelah? Atau aku yang terlalu mendramatisir?" gumam Ivy bertanya-tanya sendiri.Ivy menghela napas dalam lalu kembali menyembunyikan kepalanya di dalam selimut."Seperti ini saja lelah, lalu bagaimana bisa aku memiliki anak dengan Race?" ujarnya lagi.Ivy baru membuka selimut yang menutupi wajahnya saat merasa ada yang duduk di tepi ranjang. Ivy terkejut melihat Race yang sepertinya baru selesai mandi sudah ada di depannya."Race, sejak kapan kau disini?" tanya Ivy yang merasa malu karena apa yang dia ucapkan pasti didengar Race tadi.Race tersenyum lalu kemudian memukul kaki Ivy pelan."Apa yang membuatmu terus menggerutu seperti itu, Iv?" tanya Race yang merasa lucu mendengar ucapan I

  • Not A Perfect Marriage   Semakin Membingungkan

    Raja Michel sedang berkumpul dengan para petinggi kerajaan. Ada laporan tentang pergerakan pasukan wilayah utara menuju perbatasan. Mereka belum bisa tahu apa tujuan mereka kembali menuju wilayah timur. Yang jelas ini semua membuat Raja Michel kembali cemas."Jadi bagaimana, Raja Michel? Saya rasa tersebarnya berita Nyonya Ivy akan dieksekusi membuat pihak utara kembali memiliki keberanian," ucap salah satu petinggi kerajaan mengutarakan kegundahannya.Raja Michel tidak segera menanggapi dan terlihat berpikir skarang, Tuan Milano berdehem lalu mendekat pada Raja Michel."Sepertinya apa yang Winter katakan terjadi, Raja Michel," ujarnya.Raja Michel melihat ke arah Tuan Milano. Kepalanya mengangguk setuju dengan pemikiran sang kakak."Kau, benar, Kak. Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Raja Michel kemudian.Tuan Milano terdiam dan menatap sang adik dalam."Tidak ada cara lain," tuturnya."Maksudmu membebaskan Ivy? Bagaimana mungkin? Dia itu terlibat dalam banyak hal, Ka

  • Not A Perfect Marriage   Tidak Bekerja?

    Ivy tidak bisa menolak ajakan Race untuk tidur sekamar sekarang. Tidak biasanya suaminya yang selalu marah-marah itu mengajak tidur sekamar saat belum memiliki perasaan apapun pada Ivy dulu. Ivy terus saja gelisah dan belum bisa terlelap. Sedangkan Race sendiri sudah tidur pulas di samping Ivy. Sejurus kemudian Ivy melihat ke arah Race. Ivy mengambil posisi tidur menyamping dan terus memandangi wajah Race dengan teliti. Ivy mengulurkan tangannya dan mengusap pelan hidung Race dari atas hingga bawah."Kalau kita memang ditakdirkan untuk memiliki anak, aku yakin jika dia laki-laki maka dia akan setampan dirimu, Race," lirih Ivy setengah berbisik.Air mata Ivy lalu meleleh dengan sendirinya, Ivy menghapus air matanya dengan cepat lalu kemudian mengalihkan pandangannya dari Race. Ivy menghela napas dalam lalu memilih untuk duduk. Baru saja akan turun dari ranjang, tangan Ivy ditahan oleh tangan Race. Ivy melihat ke arah Race terkejut, sedangkan Race sendiri membuka matanya pelan."Tidur,

  • Not A Perfect Marriage   Setelah Semuanya Kembali

    Race berlari memasuki kamar Ivy, dia baru saja bermimpi Ivy menjatuhkan dirinya dari jendela kamarnya. Setelah membuka pintu kamar dengan keras, Race lalu menarik Ivy yang sedang berdiri di dekat jendela."Kau, gila? Bukankah aku bilang kalau mau mati jangan di paviliun ku!" hardik Race penuh dengan amarah.Ivy sendiri melebarkan matanya terkejut mendengar ucapan Race, Ivy lalu berkedip beberapa kali. Race sendiri terdengar menghela napas gusar lalu kemudian menyeret Ivy menuju ranjang. Race mendudukkan Ivy sedikit kasar hingga membuat Ivy hampir saja jatuh ke belakang."Kau, gila?" tanya Race dengan suara keras"Aku?" tanya Ivy balik."Ya, siapa lagi? Kalau kau tidak gila, untuk apa kau berpikiran lompat dari jendela itu?" ujar Race yang terlihat begitu kesal dengan apa yang Ivy lakukan."Lompat? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku berpikir seperti itu?" batin Ivy sembari menatap Race tidak percaya."Jawab! Kenapa diam saja? Kau, tidak akan sedikitpun kekurangan disini. Aku, akan berta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status