Naratama memainkan kursi putar di ruangan kepala pelayan. Saat ini dia sedang dilanda kebosanan karena nyonyanya, Freya tidak mengizinkan dia untuk ikut ke lokasi syuting. Alasannya, Freya akan pulang pagi, dan lebih baik ia menginap di hotel untuk istirahat.
Naratama tidak menyukai itu. Dia sanggup untuk menunggui Freya sampai selesai. Dia bisa tidur di mobil. Tapi tetap saja Freya menolak dan menyuruh Naratama pulang.
“Dibanding aku mengantar Miss Alecta, aku lebih suka mengantar Nyonya Freya,” gumannya.
Naratama meletakkan ponselnya di meja, lalu melanjutkan untuk memainkan kursi putar itu. Sampai Naratama tertarik pada susunan buku yang ada di belakangnya. Sangat rapi dan selalu ditata sesuai warna.
“Kamu selalu membuatku takjub Sensei.” Naratama memanggil kepala pelayan dengan sebutan sensei yang berarti guru. Dia memutuskan untuk bangkit untuk mengambil salah satu buku.
“Tak salah jika Tuan Ardiaz masih mempergunakanmu, Se
Terima kasih telah membaca. jangan lupa beri saya GEM agar saya tetap semangat mengunggah lanjutannya. Terima kasih.
Priam baru menyadari jika seseorang yang berlari melewatinya adalah Naratama. Ia bahkan tidak menyapa Priam. “Kenapa dia berlari seperti itu.” Priam menggeleng karena tingkah aneh Naratama yang sedikit lebih heboh dibanding Pak Samsul. Dia melanjutkan jalannya menuju kamar. Baru di langkah ketiga, Priam berhenti lalu berbalik memandangi Naratama yang sudah menghilang di balik pintu. “Kenapa Naratama sudah ada di rumah. Berarti Freya juga sudah ada di rumah!” Priam panik, bagaimana menjelaskan kepergiannya. Dia harus mencari alasan kenapa malam ini dia pergi tanpa sopir. Ketika hendak berbalik, Priam terkejut dengan Feris yang sudah berdiri di hadapanya. “Kamu mengagetkanku!” Priam berusaha menangkan dirinya agar Feris tidak terlalu curiga. Feris mengedus. “Charsiu ayam, nasi hainan, masakan seafood, dan bau parfum perempuan.” Priam terdiam karena bingung akan menjawab apa. Dia lupa kalau Feris bisa menghidu aroma yang m
“Kenapa kamu menyerang Nyonya Alecta? Jawab! Dasar bajingan!” Salah satu penjaga apartemen harus mengumpat tepat di depan wajah pria mabuk yang menyerang Alceta. Namun pria mabuk itu hanya mengeringai tidak jelas dengan wajah merah, mata yang sipit. Ia benar-benar terlihat kacau dan teler. Sekarang Alecta sedang duduk bersama Nenek Neena yang tangannya terus mengusap-usap bahu Alecta untuk memberikan ketenangan. “Apakah sebelumnya Nyonya mengenal pria ini? Atau punya konflik yang belum terselesaikan?” tanya penjaga tadi. Kelihatannya ia sudah sebal karena kesulitan meminta jawaban dari pria mabuk itu. Alecta masih menampilkan kesedihannya. Dia memandang pria mabuk itu dengan ekspresi ketakutan seakan ia adalah monster yang menyeramkan. ‘Saatnya beraksi Alecta.’ Alecta mengerang seakan seperti mendapat trauma berat. “Saya tidak punya konflik dengan dia.” Alecta memaksa matanya untuk terus mengeluarkan air mata, agar akti
Di dalam toilet Alecta berpikir keras bagaimana caranya membungkam Nenek Neena. Dia merasa harus membenci dirinya yang terlalu ramah. Tanpa angin ataupun petir, rasa nyeri menyerang perut Alecta.Ini bukan masuk bagian aktingnya, rasa nyeri ini benar-benar seperti jarum yang menusuk perut Alecta. Dia limbung dan jatuh terduduk di lantai. Beberapa kali Alecta harus mengambil napas dan mengembuskannya demi menahan rasa nyeri ini.Tiba-tiba pintu toilet diketuk. “Nyonya, suamimu sudah datang. Dia bersama Pak Priam.”‘Apa? Priam juga datang? Aku tidak salah dengan, kan?’Alecta bangkit dan menyalakan keran. “Sebentar lagi saya keluar,” ucapnya.Alecta masih mencoba menoleransi rasa sakit yang dirasakanya, selain itu masih ada masalah lainnya, Naratama dan kesaksian Nenek Neena.“Sial! Kenapa semuanya seakan berantakan.” Alecta tak yakin rencana ini bisa sukses.Ketukan
“Naratama!” Perempuan itu berteriak.Alecta bisa mendengar samar-samar pertengkaran dari balik pintu. “Sepertinya mereka sudah meninggalkanku sendirian di kamar ini.” Dia membuka matanya sempurna.“Jelaskan padaku, siapa perempuan itu?”“Dia orang yang disewa rahim oleh Nyonya dan Tuan.”“Apa? Surogasi? Nyonya dan Tuan melakukan surogasi? Jawab aku Naratama!”Rasa nyeri yang tadi menyerang Alecta perlahan mulai menghilang. Dia baru ingat pesan dokter, jika sesudah melakukan prosedur itu, biasanya akan ada rasa nyeri yang muncul di bagian tertentu dan terkadang tidak berlangsung lama.Alecta bisa menolerir rasa nyeri itu saat ini.Perlahan Alecta mendekat ke pintu. Dia membuka sedikit untuk mendengar percakapan antara Naratama dan perempuan bernama Lusi itu. Tak lupa, dia juga merekam percakapan mereka dengan mode video.“Namanya Alecta Zeline. Dia menjadi w
Saat ini Alecta menjadi pendengar yang baik. Perempuan di sampingnya memiliki nama lengkap Lusiana, dan ternyata umurnya jauh lebih muda dua tahun dari Alecta. Tiga tahun Lusi bekerja di rumah besar, dan dua tahun hingga saat ini dia menjaga vila ini. Merawat tempat ini sendirian.Entah magnet apa yang terkandung di rumah besar itu, semua pelayan merasakan kemakmuran dan emosi dari majikannya. Semua bekerja sesuai jadwal. Ada lebih dari dua puluh pelayan di rumah besar itu. Jumlah itu belum termasuk jajaran keamanan dan juru masak.Setiap pelayan di sini memiliki tugasnya masing-masing yang diawasi langsung oleh kepala pelayan. Namanya, Feris Pradana. Saat Lusi menyebutkan nama itu, senyumannya mengembang tanda kekaguman yang indah. Kepala pelayan itu juga mengawasi semua sistem yang berada di rumah ini. Tak hanya itu, sistem bekerja di rumah ini terbilang cukup bersahabat. Semua pelayan mendapat satu hari libur setelah bekerja selama enam hari. Tentu saj
Feris menguap, matanya masih terasa mengantuk akibat hanya tidur tiga jam. Dia terbangun karena ponselnya berdering. Dan sepagi ini Lusiana, pelayan yang ditugaskan untuk menjaga vila pribadi milik Priam.Sebenarnya vila itu memiliki kenangan tersendiri bagi Feris. Di Vila itu, seorang gadis kecil hampir saja meregang nyawa, dan Semesta masih bisa menyelamatkannya.Sekelebat kenangan tentang gadis kecil tergeletak di lantai dan berlumuran darah, terlintas di pikiran Feris. Seketika kepalanya menjadi teramat sakit seperti puluhan jarum ditusukkan secara bersama-sama.Samar-samar terdengar suara kegaduhan di luar kamarnya. “Aku harus segera turun.” Dia teringat pada perkataan Lusi, jika sepulang dari vila, emosi Naratama sudah tidak stabil.“Kenapa akhir-akhir ini, dia selalu membuat masalah.”Feris mengambil kacamatanya, dan langsung keluar dari kamar menuju sumber kegaduhan yang tercipta sepagi ini.Di d
“Nanti aku akan datang ke apartemen kelas I untuk memastikan dia.” Freya berbicara agak keras. Dia masuk ke kamar menyusul suaminya.“Bisa pelankan suaramu?” Priam memelototi istrinya yang terlalu heboh sepagi ini.“Santai saja. Ini masih terlalu pagi, pastinya tidak ada orang.” Freya menghempaskan tubuhnya ke ranjang. “Hari ini aku libur, jadi aku akan ke apartemen Alecta.”Priam duduk di kursi, ia tampak kelelahan karena semalam tidak tidur. Ditambah ia harus mengurusi dua penjaga apartemen. “Alecta sudah aku pindahkan.”Seketika Freya terbangun, lalu memandang Priam. “Apa? Kenapa tidak bertanya kepadaku dulu!”Priam masih memejamkan mata, seakan malas menatap lawan bicaranya. “Harusnya aku yang bertanya kepadamu, Frey. Ke mana saja kamu semalam? Pastinya, Naratama sudah menghubungimu, dan memberitahumu.”Freya terdiam, mengingat apa yang terj
Freya sudah bersiap akan keluar. Dia sudah tidur sebentar, dan merasa kali ini tubuhnya sangat lelah. “Aku akan pergi ke salon kecantikan.” Freya mengambil ponselnya dan menelepon Naratama untuk menyiapkan kendaraannya. Namun sudah empat panggilan, Naratama tak kunjung menjawabnya atau meneleponnya balik. “Aneh sekali,” guman Freya. Seingatnya, mobil yang biasa digunakan sudah terparkir di garasi. “Apakah dia belum bangun?” Freya langsung keluar dari kamar, lalu menuruti tangga. Di sana dia sudah di sambut oleh Feris. “Selamat pagi, Nyonya,” salamnya sambil membungkuk, disertai tangan kanan yang disilangkan ke dada kiri. Freya hanya tersenyum untuk membalasnya. Dia berlalu melewati Feris, hendak menuju kamar Naratama yang letaknya cukup jauh dari rumah utama. “Apakah Nyonya ingin ke tempat Naratama?” tanya Feris sebelum Freya melangkah keluar dari rumah ini. “Iya, aku sedang membutuhkan dia untuk menganta