“Sialan!” umpat Theo kasar.
Sekembali dari club malam otaknya nyaris terbakar. Theo benci mengakui bahwa seorang wanita bayaran, yang membuka pakaian mini hingga bertelanjang dada di hadapannya, sama sekali tidak membuatnya berhasrat. Gairah akan kebutuhan biologis yang bergelora tadi terendam oleh ingatan perselingkuhan Magdalena. Saat ini istrinya dinyatakan koma dalam kurung waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal itu membuatnya tidak bisa menggugat cerai Magdalena sampai wanita itu sadar dari koma.Theo menatap sekitar. Dia tak tahu mengapa miliknya tidak bergejolak saat sepasang puting yang menantang keras—sedang menggoda dirinya, sama sekali tidak berefek, seakan pengkhianatan yang dilakukan sang istri telah terpatri dalam hingga semua wanita menjadi figur traumatik.Apa yang harus Theo lakukan sekarang?Theo butuh sesuatu berukuran lebih, sesuatu yang bisa mengantarnya pada puncak hidup sebenarnya. Bukan bagian mengecewakan, tapi menyenangkan.Sayangnya semua itu hancur tak bersisa bersama gairah pada seorang wanita terkubur dalam – dalam. Haruskah Theo mencoba hal baru? Ntahlah, biar waktu yang menjawab.Theo hanya perlu fokus bagaimana caranya dia bisa kembali berhasrat pada wanita dan tidak perlu menjadikan perselingkuhan Magdalena sebagai bayang – bayang dalam ingatan. Karena sungguh, demi apa pun—itu sangat merugikan Theo, baik jiwa ataupun raga.Dengan cepat Theo mengulik benda pipih yang sedari tadi berada di tangan. Dia ingin menghubungi seseorang, siapa lagi kalau bukan teman yang dia kenal selama dua minggu belakangan ini, Sean. Mereka bertemu di sebuah bar yang Theo injakkan setelah malam petaka di mana Magdalena mengalami kecelakaan nahas.Rupanya kehadiran Sean cukup membantu Theo menghilangkan segala rasa gundah, bahkan hanya dalam hitungan jam mereka bisa menjadi akrab, di samping tatapan eksplisit yang Sean berikan pada Theo.“Malam ini temani aku mabuk, Sean. Apa kau bisa?” tanya Theo begitu sambungan telepon terhubung dan terdengar seseorang di sebrang sana membuka suara.“Ya, aku akan menjemputmu. Bersiaplah,” lanjutnya, lalu menekan tombol merah dan memasukkan kembali ponselnya ke saku celana. Theo bergegas cepat menuju apartement Sean, menjemput pria itu untuk pergi ke club bersama.***“Apa yang kau rasakan sekarang, T?” Sean dengan kancing kemeja terbuka di bagian atasnya datang menghampiri Theo yang tengah duduk di meja bar dengan sebotol vodka di tangan. Mereka tidak jadi ke club malam karena langit sedang menumpahkan amarah dengan menurunkan hujan deras dan itu sangat berisiko jika mereka tetap pergi.“Better,” jawab Theo singkat. Cukup banyak kesadarannya masih berada di tempat dan yang Theo lakukan saat ini hanya menggoyangkan botol vodka hingga cairan di dalamnya bergerak.“Liar. Kau masih belum bisa memaafkan perselingkuhan istrimu, bukan?”Kini Sean duduk tepat di samping Theo dan merebut botol vodka itu hingga protes keluar dari bibir panas Theo.Sean tersenyum miring kemudian menegak sisa vodka dari botol yang sama. Dia menggeser kursinya lebih dekat dengan pria panas di sampingnya, sejujurnya Sean sudah tidak tahan.“Bagaimana kalau kita bersenang – senang, T?”Sebesar apa pun gairah Sean pada Theo, dia harus bersabar karena yang saat ini dia hadapi seorang pria normal beristri.“Apa maksudmu?” Theo yakin dia tidak salah menafsirkan maksud dari ucapan Sean, tapi dia berusaha tidak terpancing dengan makna ambigu yang Sean berikan.“You know what I mean.” Sekali lagi senyum miring terbit di wajah Sean sembari tangannya memasukkan sebuah pil ke dalam botol vodka tanpa sepengetahuan Theo.“This is yours.” Diberikan kembali vodka bercampur obat perangsang pada Theo. Sean hanya perlu menunggu sampai Theo meminum dan reaksi dari obat itu akan bekerja sesuai waktunya.Hanya seperkian menit Theo mulai merasakan panas membara di sekujur tubuh. Jantungnya berdebar keras, seakan ada sesuatu yang akan meledak. Tentu Sean tidak akan menyia – nyiakan rencananya yang sudah tertata. Malam ini dia pasti berhasil memiliki Theo sepenuhnya.***Ouch!Theo mendesah merasakan pusing yang tak kunjung reda. Ingatannya kembali melintas pada kejadian semalam. Sean yang dipikir sempurna malah menawarkan hal gila hingga mereka berdua melakukan kegiatan panas di tengah dinginnya hujan deras.Apa yang sudah Theo lakukan? Sungguh, dia sama sekali tidak bisa menahan diri dari ledakan yang mengaduk hasratnya. Semua terjadi begitu saja dan Theo akui dia menikmati percintaan panasnya bersama Sean.Mungkin ini memang nasib Theo, hasratnya pada wanita meredup tergantikan dengan rasa penasarannya untuk merasakan hal baru. Jangan salahkan Theo jika dia melenceng dari kodratnya sebagai pejantan tangguh. Salahkan saja Magdalena yang telah memberinya efek jera mencintai wanita.“Bagaimana, T, kau suka dengan yang semalam?”Suara dari samping membuat Theo menoleh dan perasaannya berdebar mendapati mata sebiru samudra milik Sean sedang menatapnya intens.“Amazing. I love it.”Keduanya lantas berpagut mesra sebelum akhirnya kembali melakukan aktivitas masing – masing.“Kau memilihku untuk melayanimu malam ini. Kau tahu prinsip kerjaku bagaimana bukan, Sir?”Rose dengan dress merah setali berjalan menghampiri klien yang saat ini sedang menatapnya lapar. Pria mana yang bisa melewatkan pemandangan wanita amat cantik di hadapan mereka? Tidak ada.Itu yang dilakukan oleh seorang lelaki matang—berusia di atas 35 tahun, setelah sang pemilik club malam membawa Rose padanya, si primadona yang selalu dipilih untuk melayani tamu VVIP. Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar usai melewati beberapa prosedur dan tanda tangan kontrak kerja. Point pentingnya, tidak ada sentuhan fisik antara daging dan daging. Rose hanya akan menjalankan tugasnya sesuai prinsip yang selama ini dia pegang sejak terjun ke dunia malam, blow job.Jika ada klien yang melanggar perjanjian, Rose tidak akan segan – segan mematahkan rahang mereka. Wanita cantik itu selain manis dia juga bisa menjaga dirinya dengan baik dan itu alasan mengap
"Bisa – bisanya kau menipuku, Sean.” Theo menatap tajam manik biru Sean begitu mereka berada dalam satu ruang bersama. Sedari tadi Theo memang mengikuti ke mana pun Sean pergi, termasuk saat Sean mengantar Rose kembali ke apartement.Theo ingin meminta penjelasan apa maksud Sean menduakannya, padahal pria itu sendiri yang menawarkan diri sebagai pengobat rasa sakit Theo terhadap Magda. Tapi ternyata Sean pula yang memantik sumbu untuk menyakiti perasaannya.“Kau tahu aku tak suka pengkhianat,” lanjut Theo begitu Sean hanya diam menatapnya dengan sorot tak terbaca.“Aku tidak pernah mengkhianatimu, T. Rose yang menjadi korban atas hubungan kita.”“Sialan kau, Sean. Sudah berapa lama hubunganmu dengan wanita itu?”“Satu tahun.”F*ck!Theo mengumpat mengetahui kebenaran sesungguhnya. Sean memang keterlaluan, bisa – bisanya dia mempermainkan hubungan antara mereka bertiga seperti ini. Theo tahu betul bagaimana rasanya dikhianati, Rose pasti akan sangat kecewa jika mengetahui perbuatan kek
“Sesampai di taman, selama mommy ada urusan. Oracle jangan pergi jauh – jauh bermain. Okay?” Rose bicara sembari fokus mencari lahan kosong untuk memarkirkan mobil. Dia terpaksa membawa Oracle bersama saat mengadakan pertemuan untuk membicarakan kontrak kerja, karena sudah berjanji pada anak itu untuk membawanya keluar mencari udara segar.“Siap, Mommy. Aku mengerti,” seru Oracle penuh semangat. Bocah menggemaskan itu memang sangat perhatian. Dia anak yang pintar, tidak mau merepotkan Rose atau semacamnya.“Good boy. Sekarang mari kita turun.”Rose membantu si kecil Oracle melepaskan sabuk pengaman. Melihat keramaian yang ada di taman. Rose menyadari sesuatu, sepertinya dia salah memilih tempat, tapi apa boleh buat. Untuk klien yang satu ini, dia tidak berada di bawah naugan bos di bar tempatnya bekerja. Tawaran ini datang dari seseorang yang menolak keras berhubungan langsung dengan pemimpin aliansi pekerja bebas, lebih ingin melakukan kontak mata bersama pemberi jasa itu sendiri—alas
“Mommy, apa itu Aunty Bri?” tanya Oracle saat matanya menangkap sosok cantik tidak asing dari kejauhan. Begitu pun Rose, dia langsung menoleh cepat mendengar nama yang Oracle sebutkan.Sedikit tidak percaya Rose melihat temannya ada di sini, bersama seorang pria yang—tunggu dulu ... bukankah pria itu orang yang menyelamatkan Oracle kemarin? Kebetulan sekali mereka bertemu! Oh, Rose harus ingat untuk berterima kasih padanya. Tapi belum sempat Rose berpikir menghampiri mereka. Ternyata Oracle lebih dulu berlari sambil berteriak senang mendekati dua insan yang sedang bersama di sana.“Aunty!” pekik Oracle, sudah meninggalkan Rose jauh di belakang.Tentu saja kejadian kemarin cukup membuat Rose waspada. Dengan cepat dia ikut berlari menyusul langkah Oracle dan menyaksikan secara langsung bagaimana Oracle memeluk seorang wanita cantik yang dipanggil ‘Aunty Bri’. “Aku sudah sangat merindukanmu, Aunty!” “I really miss you,” lanjut Oracle begitu pelukan mereka terputus.“You still remember m
Setelah pertemuan dadakan bersama Bridgette yang tidak pernah diduga sebelumnya. Kini Rose kembali melanjutkan perjalanannya menuju bar tempatnya bekerja. Ada klien yang tidak mau disebutkan namanya ingin Rose layani.Rose merasa aneh, tapi mendengar bayaran yang fantastis—dia mengurungkan niatnya membatalkan kontrak belum ditandatangani. Hitung – hitung uang itu bisa menambah jumlah tabungan Rose yang saat ini masih sangat kurang untuk menjalankan sebuah misi, misi rahasia yang disimpan rapat – rapat sampai saat ini.Mobil Rose melaju santai dengan kecepatan sedang. Ini masih sore, butuh beberapa jam lagi pertemuannya bersama klien penuh misteri itu.Mengenai Oracle, tadi Bridgette meminta izin untuk bersama anaknya sementara waktu. Tentu saja Rose tidak menolak. Brigette memiliki hak penuh atas Oracle. Lagipula, mana mungkin Rose tega melarang ibu dan anak itu bersama. Hidup sebatang kara membuat Rose mengerti hitam putih kehidupan.Perjalanan yang memakan waktu setengah jam akhirnya
“Apa – apaan ini, Aiden? Klien macam apa yang kau lemparkan padaku?!”Rose dengan emosi mengaduk sebagian isi kepala, masuk tanpa mengetuk pintu ruang privasi seorang pria yang saat ini duduk di kursi putar, sedang fokus menatap layar komputer di depannya.Aiden. Pria itu adalah pemilik bar sekaligus orang yang selalu mempromosikan Rose. Usia mereka terpaut 10 tahun.Bukan Rose lancang memanggil atasannya dengan sebutan nama. Tapi Aiden sendiri yang meminta. Dia tidak suka Rose memanggil dengan embel – embel yang terkesan menghormati, karena sebenarnya—Aiden menyimpan rasa pada Rose. Dia tahu bagaimana Rose. Wanita yang dia cintai, tidak pernah sekalipun meliriknya. Aiden tahu Rose murni menganggap hubungan mereka sebagai ‘atasan dan bawahan’. Tidak lebih. Dan dia lebih memilih menyimpan perasaannya, yang semakin hari semakin bertambah acapkali Rose memberi senyum termanisnya.“Aku sudah tahu kau akan datang ke sini, Rose. Ada apa, kenapa kau begitu marah?” Sebisa mungkin Aiden bersik
“Kenapa kau mengajakku bertemu. Apa Sean tahu?” tanya Rose begitu dia menghampiri pria yang tiba – tiba menghubunginya. “Tidak. Ada sesuatu yang mau aku bicarakan tentang Sean.” Pria itu menatap Rose tajam. Bibirnya melengkung membayangkan bagaimana akspresi terluka wanita di depannya saat tahu kenyataan yang akan dia kuak.“Apa?”“Sean dan aku menjalin hubungan yang dalam. Dia milikku dan aku miliknya.”Theo orang di balik pertemuannya bersama Rose. Ini hanya rencana awal. Theo ingin memastikan bagaimana reaksi Rose saat dia membongkar hubungan gelapnya bersama Sean.Tapi wanita itu malah tertawa terbahak dengan fakta yang dia beberkan. Apa Theo terlihat sedang bercanda? Tidak. Theo sendiri begitu yakin wajahnya sudah seperti kanebo kering, kaku.“Kau ini! Astaga. Aku tahu beban hidup terasa berat, tapi kalau mau bercanda jangan seperti ini. Kau membuat perutku sakit.” Sebisa mungkin Rose menahan gelak tawa yang masih terdengar. Theo benar – benar konyol! Pikirny
“Tinggalkan Sean, maka aku akan pergi dari sini!”Theo kembali bicara pada Rose begitu temannya pergi meninggalkan mereka.Benar – benar tidak tahu diri! pikir Rose mulai tersurut emosi.“Kau yang harusnya meninggalkan Sean. Dia calon suamiku, sudah melamarku. Tahun depan kami akan menikah!”Bagai disiram air kotoran, perasaan Theo mendadak hancur mendengar jawaban Rose. Sean tidak mengatakan bahwa pria itu sudah melamar Rose dan akan menikahinya. Apa yang ada di otak Sean sebenarnya? Untuk apa dia menjerumuskan Theo ke dalam dosa jika akhirnya pria itu memilih wanita lain daripada dirinya?“Sekarang pergi dari hadapanku!” pekik Rose melihat Theo hanya diam meresapi nasib.Sesaat Theo mengerjap. Lantas kepalanya menggeleng cepat tak ingin menyerah. Baru dilamar, belum sampai ke pelaminan. Theo masih bisa memisahkan keduanya, bahkan ketika sudah menikah.“Kau pelacur. Jangan harap Sean akan menikahimu. Kalian bagai langit dan bumi, tidak akan pernah bersatu.”Theo mulai tak sabar, hing