Share

Roseline Olesya

“Kau memilihku untuk melayanimu malam ini. Kau tahu prinsip kerjaku bagaimana bukan, Sir?”

Rose dengan dress merah setali berjalan menghampiri klien yang saat ini sedang menatapnya lapar. Pria mana yang bisa melewatkan pemandangan wanita amat cantik di hadapan mereka? Tidak ada.

Itu yang dilakukan oleh seorang lelaki matang—berusia di atas 35 tahun, setelah sang pemilik club malam membawa Rose padanya, si primadona yang selalu dipilih untuk melayani tamu VVIP.

Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar usai melewati beberapa prosedur dan tanda tangan kontrak kerja. Point pentingnya, tidak ada sentuhan fisik antara daging dan daging. Rose hanya akan menjalankan tugasnya sesuai prinsip yang selama ini dia pegang sejak terjun ke dunia malam, blow job.

Jika ada klien yang melanggar perjanjian, Rose tidak akan segan – segan mematahkan rahang mereka. Wanita cantik itu selain manis dia juga bisa menjaga dirinya dengan baik dan itu alasan mengapa Rose berani mematok keputusannya untuk tidak membiarkan para pria menyentuh tubuhnya seinci pun.

“Aku tahu, cantik. Aku hanya penasaran bagaimana rasa rongga mulutmu itu. Semua rekan bisnisku memujamu.”

Rose terkenal dengan keahliannya memberi servis menggunakan mulut, dia benar – benar sudah terlatih beberapa tahun terakhir.

“Kau akan memberiku bonus setelah ini.”

Benar yang Rose katakan. Setelah pekerjaannya selesai, dia mendapat bonus besar, berkali – kali lipat. Lidah basah Rose membuat kliennya puas, serta kelembutan yang Rose tawarkan. Tidak heran mengapa Rose dihadiahi uang dalam satu genggaman.

Ah! Rose senang sekali. Setelah ini dia akan pergi berbelanja beberapa barang sekaligus makan malam bersama sang kekasih, yang belakangan ini sangat sibuk. Tak apa, Rose memakluminya. Dia bukan wanita posessif yang setiap saat harus selalu mendengar kabar dari orang tersayang.

***

“Sean, kau yakin ingin menikahiku? Kau tahu, ‘kan pekerjaanku ini berbanding terbalik dengan kehidupanmu?” tanya Rose begitu mereka duduk saling berhadapan dengan makanan yang sudah tersaji di depan.

Pertanyaan yang keluar dari bibir Rose lagi – lagi membuat Sean berdecak tak suka. Harus berapa kali Sean katakan bahwa dia tidak peduli status di antara mereka. Sean kaya, itu sudah biasa. Sebagai CFO (Chief Financial Officer) seorang bendahara di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang nuklir. Sama sekali tidak membuat Sean berpikir untuk menikahi wanita yang memiliki pekerjaan setara dengan dirinya, karena Sean sudah menetapkan pilihannya pada satu wanita.

Wanita yang sudah dipacarinya selama satu tahun penuh. Meskipun sang kekasih, Rose, wanita cantik dan manis yang saat ini sedang menatap Sean dalam, hanyalah seorang pekerja malam yang harus pontang – panting mencari makan demi menghidupi diri sendiri dan seorang anak yang begitu disayangi. Tapi apa pun itu, Sean tetap akan memperlakukan Rose dengan baik.

“Cinta tidak pernah memandang status. Aku bisa memuliakanmu sebagai wanita saja, itu sudah cukup, Rose. You’re mine. I love you just the way you are,” jawab Sean.

Sungguh pandai bibirnya mengucapkan rayuan. Hari ini dia mengeluarkan kalimat manis, padahal satu minggu yang lalu dia baru saja bercinta dengan seorang pria. Sean memang menyayangi Rose. Namun, bukan berarti dia harus membatasi diri dari apa yang selama ini menjadi kebiasaannya. Membicarakan Rose tidak seperti membicarakan Theo yang dia kenal selama kurang lebih sembilan minggu, kedua orang itu jelas berbeda, mereka punya tempat masing – masing di hati Sean.

“Tapi aku takut tidak diterima—“

“Tidak diterima siapa? Kita sama – sama sebatang kara, tidak ada yang akan melarangmu bersamaku. Kau mengerti, Sayang?” Sean mengelus wajah cantik Rose agar wanita yang saat ini sedang menatapnya berhenti memperlihatkan raut sedih. Rose sangat cantik, sayang jika harus bermuram durja begitu.

“Ya, aku mengerti.” Rose tersenyum seperti yang biasa dia lakukan. Wanita tangguh seperti dirinya tidak akan berlama – lama larut dalam kesedihan. Ada banyak hal yang harus Rose lakukan, bukan hanya memikirkan bagaimana hubungan antara dirinya dan Sean.

Rose memiliki Oracle. Setidaknya untuk saat ini dia punya kesibukan bersama anak kesayangannya, sebelum besok malam kembali pada aktivitas panas sebagai pekerjaan utama.

“Makan yang banyak, karena setelah ini kita akan jalan – jalan lagi.” Sean tersenyum hangat sembari menyuapkan sepotong stick ke dalam mulut.

“Wah, ke mana?”

Menjadi kekasih yang nyaris tidak pernah menikmati kebersamaan bersama Sean, membuat Rose antusias hingga beberapa tamu di sekitarnya menatap wanita itu aneh. Rose hanya bisa cengir di hadapan Sean menahan malu yang saat ini mencapai ubun – ubun.

“Maaf,” kata Rose sedikit salah tingkah diperhatikan seperti itu oleh orang – orang.

Selanjutnya dia dan Sean kembali memfokuskan diri pada hindangan di depan. Setelah selesai, mereka langsung meninggalkan restoran dengan melanjutkan perjalanan ke tempat yang Sean tanyakan pada Rose.

Dan Rose memilih CN Tower sebagai tempat wisata mereka. Sepertinya akan sangat menyenangkan melihat indahnya pemandangan Kota Toronto, Kanada, pada malam hari dengan lampu – lampu yang menyorot kilaunya dari ketinggian 436 m atau sekitar 1.430 kaki. Jarang sekali Rose mendapatkan kesempatan seperti ini. Dia tidak akan menyia – nyiakannya. Sean itu orang sibuk, susah diajak bertemu.

“Ayo kita harus cepat naik lift, nanti keburu antre.”

Begitu semangat Rose menarik tangan Sean memasuki kotak persegi yang hanya bisa menampung beberapa orang. Mereka tidak ketahui seseorang yang berada dalam satu tempat, sedang menghunuskan tatapan tajam, marah dan kecewa.

Tangan orang itu terkepal erat. Dia benci pengkhianatan, apa kurang dirinya hingga harus dikhianati dua kali seperti ini? Hubungannya bersama Sean bahkan belum terasa panas, hanya berkisar dua bulan. fakta mengejutkan lebih dulu menghancurkan perasaannya ke dasar jurang. Oh, Theo yang malang.

Dari tiga hari lalu dia memang curiga terhadap Sean. Kekasih prianya itu, sedikit cuek membalas pesan saat mereka di negara yang berbeda. Theo berada di Italia, sementara Sean di sini, di Kanada bersama selingkuhannya. Salah, seharusnya Theo yang menjadi selingkuhan, karena hubungan Rose dan Sean 10 bulan lebih lama.

Theo seakan memiliki firasat hingga memilih menyusul Sean dan di tempat ini akhirnya dia menemukan bukti otentik pengkhianatan Sean padanya. Tega sekali bajingan itu. Tapi Theo tidak akan gegabah meledak di hadapan orang banyak, dia masih waras.

“Sean, kau di sini rupanya.” Theo sengaja bicara untuk menyadarkan dua orang yang sedang menggandeng mesra. Dunia terasa milik berdua, pikir Theo dalam hati.

Sepertinya keputusan Theo untuk angkat suara merupakan pilihan tepat. Karena setelahnya Sean tampak memucat begitu menyadari keberadaannya. Pria itu gusar melihat dua orang kekasihnya bersamanya di waktu dan tempat yang sama.

“T—ap—apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya setengah gugup, sesekali menatap ke arah Rose. Takut wanita cantiknya merasa curiga.

“Tadinya aku mau memberi kejutan pada kekasihku. Ternyata aku lebih dulu diberi kejutan,” sarkas Theo dengan senyum sinis yang begitu nyata di wajahnya. Sialan Sean, sudah membuat Theo melenceng. Dia pula yang mematahkan perasaan pria itu. Sungguh dunia ini memang tidak adil.

“Siapa dia, Sean?”

Pertanyaan Rose seketika memancing Theo untuk menatap wanita itu tajam. Sok cantik, tapi memang cantik—Theo tidak bisa menyangkal kenyataan tersebut. Pesona gadis manis itu memang tidak bisa ditolak. Apa itu juga alasan Sean memacarinya?

F*ck!

Theo mengumpat dalam hati, menyadari bahwa dia harus bersaing melawan seorang wanita demi memperebutkan Sean. Kalau wanitanya biasa saja, tak apa. Masalahnya, wanita saingannya itu—aduhai.

Tapi apa pun itu. Theo akan memperjuangkan haknya, hak sebagai seorang yang sudah dijerumuskan ke dalam dunia warna warni.

Aku yang akan menang, batin Theo mulai meronta. Sisi posessifnya sebagai seorang pria tidak bisa lagi ditahan – tahan. Sean miliknya, tidak ada yang boleh memiliki pria itu.

“Aku bertanya padamu, Sean. Siapa pria ini?”

“Di—dia—“

“Aku teman akrab Sean. Sangat akrab,” sambung Theo lebih dulu memotong ucapan Sean. “Bukan begitu, Sean?” lanjutnya dengan senyum penuh kemenangan melihat Sean terjebak oleh keadaan. Bagi Theo, sangat menyenangkan bisa melihat wajah Sean yang memucat di hadapan Rose. Pria itu seperti tertangkap basah setelah melakukan pencurian.

“Ya, Rose. T temen akrabku.”

Ternyata Sean sangat cepat menguasai keadaan. Lihatlah sekarang dia bisa tersenyum manis di hadapan Rose, seakan ingin membuktikan pada Rose bahwa Theo memang teman ‘akrab’ nya.

“Kenapa aku tidak pernah tahu?” tanya Rose tampak berpikir. Dia bukan orang bodoh yang bisa lupa siapa saja orang – orang yang berada di lingkup pertemanan Sean. Dan Theo, benar – benar sangat asing baginya.

“Aku belum sempat mengenalkannya padamu. Kenalkan Rose. Ini Theodore, pria asal Italia. Teman baikku. Kau bisa memanggilnya T.” Sean memberi tatapan penuh makna pada Theo, agar kekasih prianya itu bisa mengikuti permainannya dalam berakting.

Tentu saja Theo pandai membaca situasi. Dia segera mengulurkan tangannya di hadapan Rose, menunggu wanita itu menjabat tangan besarnya.

“Aku Roseline Olesya.”

Theo sama sekali tidak menyadari bahwa takdirnya baru saja dimulai saat Rose setuju membiarkan tangan mereka saling bertaut. Jika saja ada petir di langit sedang menyambar, mungkin itu adalah sidang ketukan yang diberikan bumi sebagai bukti perjalanan hidup mereka akan disetting sedemikian rupa.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Risma Vebrina
nggak suka cerita lgbt
goodnovel comment avatar
ucuycihuy3
nmzmz.....m
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status