Share

Roseline Olesya

Penulis: Susi_miu
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-03 12:13:08

“Kau memilihku untuk melayanimu malam ini. Kau tahu prinsip kerjaku bagaimana bukan, Sir?”

Rose dengan dress merah setali berjalan menghampiri klien yang saat ini sedang menatapnya lapar. Pria mana yang bisa melewatkan pemandangan wanita amat cantik di hadapan mereka? Tidak ada.

Itu yang dilakukan oleh seorang lelaki matang—berusia di atas 35 tahun, setelah sang pemilik club malam membawa Rose padanya, si primadona yang selalu dipilih untuk melayani tamu VVIP.

Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar usai melewati beberapa prosedur dan tanda tangan kontrak kerja. Point pentingnya, tidak ada sentuhan fisik antara daging dan daging. Rose hanya akan menjalankan tugasnya sesuai prinsip yang selama ini dia pegang sejak terjun ke dunia malam, blow job.

Jika ada klien yang melanggar perjanjian, Rose tidak akan segan – segan mematahkan rahang mereka. Wanita cantik itu selain manis dia juga bisa menjaga dirinya dengan baik dan itu alasan mengapa Rose berani mematok keputusannya untuk tidak membiarkan para pria menyentuh tubuhnya seinci pun.

“Aku tahu, cantik. Aku hanya penasaran bagaimana rasa rongga mulutmu itu. Semua rekan bisnisku memujamu.”

Rose terkenal dengan keahliannya memberi servis menggunakan mulut, dia benar – benar sudah terlatih beberapa tahun terakhir.

“Kau akan memberiku bonus setelah ini.”

Benar yang Rose katakan. Setelah pekerjaannya selesai, dia mendapat bonus besar, berkali – kali lipat. Lidah basah Rose membuat kliennya puas, serta kelembutan yang Rose tawarkan. Tidak heran mengapa Rose dihadiahi uang dalam satu genggaman.

Ah! Rose senang sekali. Setelah ini dia akan pergi berbelanja beberapa barang sekaligus makan malam bersama sang kekasih, yang belakangan ini sangat sibuk. Tak apa, Rose memakluminya. Dia bukan wanita posessif yang setiap saat harus selalu mendengar kabar dari orang tersayang.

***

“Sean, kau yakin ingin menikahiku? Kau tahu, ‘kan pekerjaanku ini berbanding terbalik dengan kehidupanmu?” tanya Rose begitu mereka duduk saling berhadapan dengan makanan yang sudah tersaji di depan.

Pertanyaan yang keluar dari bibir Rose lagi – lagi membuat Sean berdecak tak suka. Harus berapa kali Sean katakan bahwa dia tidak peduli status di antara mereka. Sean kaya, itu sudah biasa. Sebagai CFO (Chief Financial Officer) seorang bendahara di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang nuklir. Sama sekali tidak membuat Sean berpikir untuk menikahi wanita yang memiliki pekerjaan setara dengan dirinya, karena Sean sudah menetapkan pilihannya pada satu wanita.

Wanita yang sudah dipacarinya selama satu tahun penuh. Meskipun sang kekasih, Rose, wanita cantik dan manis yang saat ini sedang menatap Sean dalam, hanyalah seorang pekerja malam yang harus pontang – panting mencari makan demi menghidupi diri sendiri dan seorang anak yang begitu disayangi. Tapi apa pun itu, Sean tetap akan memperlakukan Rose dengan baik.

“Cinta tidak pernah memandang status. Aku bisa memuliakanmu sebagai wanita saja, itu sudah cukup, Rose. You’re mine. I love you just the way you are,” jawab Sean.

Sungguh pandai bibirnya mengucapkan rayuan. Hari ini dia mengeluarkan kalimat manis, padahal satu minggu yang lalu dia baru saja bercinta dengan seorang pria. Sean memang menyayangi Rose. Namun, bukan berarti dia harus membatasi diri dari apa yang selama ini menjadi kebiasaannya. Membicarakan Rose tidak seperti membicarakan Theo yang dia kenal selama kurang lebih sembilan minggu, kedua orang itu jelas berbeda, mereka punya tempat masing – masing di hati Sean.

“Tapi aku takut tidak diterima—“

“Tidak diterima siapa? Kita sama – sama sebatang kara, tidak ada yang akan melarangmu bersamaku. Kau mengerti, Sayang?” Sean mengelus wajah cantik Rose agar wanita yang saat ini sedang menatapnya berhenti memperlihatkan raut sedih. Rose sangat cantik, sayang jika harus bermuram durja begitu.

“Ya, aku mengerti.” Rose tersenyum seperti yang biasa dia lakukan. Wanita tangguh seperti dirinya tidak akan berlama – lama larut dalam kesedihan. Ada banyak hal yang harus Rose lakukan, bukan hanya memikirkan bagaimana hubungan antara dirinya dan Sean.

Rose memiliki Oracle. Setidaknya untuk saat ini dia punya kesibukan bersama anak kesayangannya, sebelum besok malam kembali pada aktivitas panas sebagai pekerjaan utama.

“Makan yang banyak, karena setelah ini kita akan jalan – jalan lagi.” Sean tersenyum hangat sembari menyuapkan sepotong stick ke dalam mulut.

“Wah, ke mana?”

Menjadi kekasih yang nyaris tidak pernah menikmati kebersamaan bersama Sean, membuat Rose antusias hingga beberapa tamu di sekitarnya menatap wanita itu aneh. Rose hanya bisa cengir di hadapan Sean menahan malu yang saat ini mencapai ubun – ubun.

“Maaf,” kata Rose sedikit salah tingkah diperhatikan seperti itu oleh orang – orang.

Selanjutnya dia dan Sean kembali memfokuskan diri pada hindangan di depan. Setelah selesai, mereka langsung meninggalkan restoran dengan melanjutkan perjalanan ke tempat yang Sean tanyakan pada Rose.

Dan Rose memilih CN Tower sebagai tempat wisata mereka. Sepertinya akan sangat menyenangkan melihat indahnya pemandangan Kota Toronto, Kanada, pada malam hari dengan lampu – lampu yang menyorot kilaunya dari ketinggian 436 m atau sekitar 1.430 kaki. Jarang sekali Rose mendapatkan kesempatan seperti ini. Dia tidak akan menyia – nyiakannya. Sean itu orang sibuk, susah diajak bertemu.

“Ayo kita harus cepat naik lift, nanti keburu antre.”

Begitu semangat Rose menarik tangan Sean memasuki kotak persegi yang hanya bisa menampung beberapa orang. Mereka tidak ketahui seseorang yang berada dalam satu tempat, sedang menghunuskan tatapan tajam, marah dan kecewa.

Tangan orang itu terkepal erat. Dia benci pengkhianatan, apa kurang dirinya hingga harus dikhianati dua kali seperti ini? Hubungannya bersama Sean bahkan belum terasa panas, hanya berkisar dua bulan. fakta mengejutkan lebih dulu menghancurkan perasaannya ke dasar jurang. Oh, Theo yang malang.

Dari tiga hari lalu dia memang curiga terhadap Sean. Kekasih prianya itu, sedikit cuek membalas pesan saat mereka di negara yang berbeda. Theo berada di Italia, sementara Sean di sini, di Kanada bersama selingkuhannya. Salah, seharusnya Theo yang menjadi selingkuhan, karena hubungan Rose dan Sean 10 bulan lebih lama.

Theo seakan memiliki firasat hingga memilih menyusul Sean dan di tempat ini akhirnya dia menemukan bukti otentik pengkhianatan Sean padanya. Tega sekali bajingan itu. Tapi Theo tidak akan gegabah meledak di hadapan orang banyak, dia masih waras.

“Sean, kau di sini rupanya.” Theo sengaja bicara untuk menyadarkan dua orang yang sedang menggandeng mesra. Dunia terasa milik berdua, pikir Theo dalam hati.

Sepertinya keputusan Theo untuk angkat suara merupakan pilihan tepat. Karena setelahnya Sean tampak memucat begitu menyadari keberadaannya. Pria itu gusar melihat dua orang kekasihnya bersamanya di waktu dan tempat yang sama.

“T—ap—apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya setengah gugup, sesekali menatap ke arah Rose. Takut wanita cantiknya merasa curiga.

“Tadinya aku mau memberi kejutan pada kekasihku. Ternyata aku lebih dulu diberi kejutan,” sarkas Theo dengan senyum sinis yang begitu nyata di wajahnya. Sialan Sean, sudah membuat Theo melenceng. Dia pula yang mematahkan perasaan pria itu. Sungguh dunia ini memang tidak adil.

“Siapa dia, Sean?”

Pertanyaan Rose seketika memancing Theo untuk menatap wanita itu tajam. Sok cantik, tapi memang cantik—Theo tidak bisa menyangkal kenyataan tersebut. Pesona gadis manis itu memang tidak bisa ditolak. Apa itu juga alasan Sean memacarinya?

F*ck!

Theo mengumpat dalam hati, menyadari bahwa dia harus bersaing melawan seorang wanita demi memperebutkan Sean. Kalau wanitanya biasa saja, tak apa. Masalahnya, wanita saingannya itu—aduhai.

Tapi apa pun itu. Theo akan memperjuangkan haknya, hak sebagai seorang yang sudah dijerumuskan ke dalam dunia warna warni.

Aku yang akan menang, batin Theo mulai meronta. Sisi posessifnya sebagai seorang pria tidak bisa lagi ditahan – tahan. Sean miliknya, tidak ada yang boleh memiliki pria itu.

“Aku bertanya padamu, Sean. Siapa pria ini?”

“Di—dia—“

“Aku teman akrab Sean. Sangat akrab,” sambung Theo lebih dulu memotong ucapan Sean. “Bukan begitu, Sean?” lanjutnya dengan senyum penuh kemenangan melihat Sean terjebak oleh keadaan. Bagi Theo, sangat menyenangkan bisa melihat wajah Sean yang memucat di hadapan Rose. Pria itu seperti tertangkap basah setelah melakukan pencurian.

“Ya, Rose. T temen akrabku.”

Ternyata Sean sangat cepat menguasai keadaan. Lihatlah sekarang dia bisa tersenyum manis di hadapan Rose, seakan ingin membuktikan pada Rose bahwa Theo memang teman ‘akrab’ nya.

“Kenapa aku tidak pernah tahu?” tanya Rose tampak berpikir. Dia bukan orang bodoh yang bisa lupa siapa saja orang – orang yang berada di lingkup pertemanan Sean. Dan Theo, benar – benar sangat asing baginya.

“Aku belum sempat mengenalkannya padamu. Kenalkan Rose. Ini Theodore, pria asal Italia. Teman baikku. Kau bisa memanggilnya T.” Sean memberi tatapan penuh makna pada Theo, agar kekasih prianya itu bisa mengikuti permainannya dalam berakting.

Tentu saja Theo pandai membaca situasi. Dia segera mengulurkan tangannya di hadapan Rose, menunggu wanita itu menjabat tangan besarnya.

“Aku Roseline Olesya.”

Theo sama sekali tidak menyadari bahwa takdirnya baru saja dimulai saat Rose setuju membiarkan tangan mereka saling bertaut. Jika saja ada petir di langit sedang menyambar, mungkin itu adalah sidang ketukan yang diberikan bumi sebagai bukti perjalanan hidup mereka akan disetting sedemikian rupa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Risma Vebrina
nggak suka cerita lgbt
goodnovel comment avatar
ucuycihuy3
nmzmz.....m
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (8)

    Kepergian Zever secara tiba – tiba cukup membekas di benak Rose. Saat itu dia dan Travis diam memperhatikan punggung milik dua orang yang menjauh. Rose tak berani mengatakan apa pun kala dia sendiri menyadari Travis seketika meninggalkannya—Travis menunduk dan Rose harap pria itu baik – baik saja, lantas ikut menyusul dengan langkah hati – hati membawa bayi kembarnya masuk ke dalam gedung mansion.Dua jam usai kejadian di taman belakang, dan setelah menidurkan anak – anak Rose segera menyusul keberadaan Zever. Lewat pesan – pesan yang diberikan kepada Lion, Rose tentu memantau apa pun yang terjadi di luar. Termasuk menanyakan bagaimana kondisi Travis. Pria itu sudah bersikap seperti semula, tetapi satu yang bermasalah. Zever di ruang tamu dengan riak wajah begitu dingin dan manik mata kelabu yang menatap setengah kosong menyusun sambungan miniatur di atas meja.Berulang kali Rose menarik napas sekadar memantapkan diri duduk di samping suaminya.“Zever,” panggil Rose ingin memastikan p

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (7)

    “Aku sudah selesai, Theo. Sekarang giliranmu—“ Pikir Rose, setelah keluar dari kamar mandi sekaligus mengganti pakaian di sana. Dia akan menemukan Theo menjaga ketiga bayi mereka dengan posisi semestinya, tetapi tubuh besar itu—dalam tidur menyampingnya seolah lebih lelap dari ketiga bayi yang memejam tenang. Kelelahan. Begitu yang Rose tafsirkan, karena hari – hari belakangan ini Theo sering sekali menyibukkan diri di tengah malam—menjaga bayi – bayi mereka, sementara Rose dipaksa untuk tetap beristirahat. Senyum Rose tipis sambil mengusap puncak kepala Theo. Hanya sesaat dia beralih pada tiga bayi kembarnya untuk dipindahkan ke dalam troli. Rose akan membawa mereka untuk berjalan – jalan di taman belakang. Selesai memindahkan dia kembali mendekati Theo sekadar menutup tubuh suaminya dengan selimut tebal. “Kami pergi dulu.” Singkat Rose mengecup sudut wajah Theo. Dia mendorong troli dengan hati – hati menuju lift. Rose sudah tahu di mana letaknya, cukup tersembunyi—dan Theo memang

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (6)

    “Aku mendapat cucu yang banyak.”Tawa O’Douglas pecah persis seperti kapten bajak laut yang baru saja menemukan harta karun bersejarah. Masing – masing lengan pria paruh baya itu mengapit dua bayi mungil, sementara bayi mungil yang lain berada di dekapan Verasco—yang terus menimang, sesekali mendekatkan bayi – bayi tersebut dengan guyonan ringan.Ntah apa yang bisa Rose katakan ketika menyaksikan anak – anaknya langsung diserbu begitu Verasco dan O’Douglas masuk ke ruang rawat. Dia baru selesai menyusui, sehingga bayi – bayi yang kekenyangan hanya akan tidur sepanjang hari, dan tidak merepotkan kedua kakek mereka.“Kau dari tadi tak pernah berhenti menatapku,” ucap Rose pelan. Sering kali Theo menyorot wajahnya, tetapi saat ini manik kelabu itu membinarkan sesuatu yang berbeda. Begitu penuh cinta dan sebagian tak bisa Rose tafsirkan dengan benar. Bagaimana mungkin Rose tahan dibidik sedemikian lamat. Theo harus, sekali saja, berpaling darinya.“Terima kasih, Sugar.”Sentuhan lembut di

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (5)

    Rose tak menyangka Theo akan membawanya sampai ke pulau Ortogia, pusat sejarah Kota Sirakusa, Sisilia, untuk menikmati keindahan laut Mediterania. Aroma – aroma di tepi laut itu memberi keindahan yang menyejukkan. Rose bahkan tak melupakan bahwa Theo tidak sekali pun melepaskan tubuhnya di pundak lebar pria tersebut setelah menyusuri sepanjang gedung – gedung tua di pulau – pulau Ortogia.“Ini rumah siapa?” tanya Rose memandangi sebuah bangunan kokoh yang seperti dikhususkan untuk ditinggali dua orang.“Rumah kita.”Tidak banyak yang dapat Rose katakan, kecuali menyematkan wajahnya dalam – dalam di ceruk leher Theo. Aroma maskulin itu masih sangat menguak, bahkan usai sepanjang hari mereka memberikan jamuan kepada para tamu, seakan – akan cairan parfum pun sangat betah menjamah kulit liat Theo.“Mau langsung tidur atau mandi dulu, Sugar?”Di depan sebuah pintu Theo menghentikan langkah sekaligus membiarkan Rose berpijak di atas lantai. Antara ragu dan butuh sesuatu yang segar akhirnya

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (4)

    “Sudah siap?”Rose mengangguk saat Theo bicara di atas puncak kepalanya. Dia memang berdiri membelakangi Theo, memegang ganggang pisau pemotong kue yang panjang, sementara jemari besar Theo menggenggam hangat tiap – tiap buku tangannya.Kue bertingkat – tingkat itu, atau tak jauh berbeda dengan menara rapuh sedang terbelah. Irisan mata pisau perlahan menurun ke bawah menjadi simbol ketajaman. Rose tersenyum nyaris meleburkan tawa ketika Theo membisikkan sesuatu yang lucu untuknya, yang lucu tapi tak akan Rose beritahu pada siapa pun. Biar dia menyimpan sendiri dan menjadikan itu momen menyenangkan yang penting.Setelah potongan kue pertama seharusnya Rose dan Theo saling memberi suapan. Alih – alih demikian Theo sebaliknya mencongkel krim dan segera mengoleskan ke bibir bawah Rose. Wajah Rose tampak berepotan, namun itulah yang Theo inginkan. Dia merampas bibir Rose seperti merampas kue yang sangat lezat.Manis dari campuran gula dan mentega seakan membuat Theo tak pernah puas. Dia mem

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (3)

    “Sudah. Aku sudah kenyang.”Lagi – lagi Rose harus menahan diri saat jemari besar Theo berusaha menyingkirkan semangkok bubur putih di tangannya.“Sedikit lagi, Theo. Kau harus menghabiskan buburmu.”“Ayo.”Sesendok bubur kembali Rose dekatkan, tetapi wajah itu menolak.“Jangan memaksaku makan bubur yang tidak enak, Sugar. Rasanya hambar.”“Makanya kalau makan sambil lihat aku, biar ada rasanya.”“Satu suapan lagi. Aku janji setelah ini selesai.”“Aku tidak percaya. Kau mengatakan itu sejak tadi, apa kau tidak ingat?”Rose menyengir lebar benar – benar mengelabuhi Theo. Pria itu persis anak kecil yang kehilangan nafsu makan. Sulit sekali dibujuk untuk membuka mulut.“Kali ini aku serius yang terakhir. Ahk ... buka yang lebar.”Rose pikir Theo akan segera menerima suapan darinya. Pria itu justru menggerakkan siku tangan Rose, memindahkan haluan sendok ke bibir Rose sendiri.“Kau juga harus makan.”“Tadi aku sudah makan,” bantah Rose, tetap saja dia tak bisa menyangkal satu suapan mendar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status