Share

Kekesalan

"Bisa – bisanya kau menipuku, Sean.”

Theo menatap tajam manik biru Sean begitu mereka berada dalam satu ruang bersama. Sedari tadi Theo memang mengikuti ke mana pun Sean pergi, termasuk saat Sean mengantar Rose kembali ke apartement.

Theo ingin meminta penjelasan apa maksud Sean menduakannya, padahal pria itu sendiri yang menawarkan diri sebagai pengobat rasa sakit Theo terhadap Magda. Tapi ternyata Sean pula yang memantik sumbu untuk menyakiti perasaannya.

“Kau tahu aku tak suka pengkhianat,” lanjut Theo begitu Sean hanya diam menatapnya dengan sorot tak terbaca.

“Aku tidak pernah mengkhianatimu, T. Rose yang menjadi korban atas hubungan kita.”

“Sialan kau, Sean. Sudah berapa lama hubunganmu dengan wanita itu?”

“Satu tahun.”

F*ck!

Theo mengumpat mengetahui kebenaran sesungguhnya. Sean memang keterlaluan, bisa – bisanya dia mempermainkan hubungan antara mereka bertiga seperti ini. Theo tahu betul bagaimana rasanya dikhianati, Rose pasti akan sangat kecewa jika mengetahui perbuatan kekasihanya itu.

“Kemarin kau menjelek – jelekkan Magda, sekarang kau tidak jauh berbeda darinya.”

Theo berlalu begitu saja dari hadapan Sean yang hanya bisa terdiam memperhatikan langkahnya menjauh. Ntah apa yang akan Theo lakukan berikutnya. Dia butuh waktu untuk berpikir bagaimana lanjutan hubungannya bersama Sean.

Udara segar!

Ya, Theo membutuhkan itu sekarang. Jauh – jauh dari Italia terbang ke Kanada rupanya hanya menambah beban pikiran. Mengapa manusia sekarang sangat pandai mendua? Hal itu yang terus merebak masuk memenuhi sebagian isi kepala Theo.

Dia memang menyukai Sean, tapi membiarkan hubungan ini terus berlanjut tidak akan membuatnya bahagia. Antara dia dan Rose, salah satu harus ada yang mengalah dan kalah. Theo tahu rasanya dikhianati, tapi dia tidak bisa mundur. Demi apa pun Theo sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam dosa, bagaimana mungkin dia berhenti. Sementara hasratnya pada wanita belum juga kembali.

Lagipula sekarang bukan saatnya mengadu nasib. Theo harus melakukan sesuatu pada Rose, karena lebih dulu mengenal Sean dan menjadi kekasih dari kekasihnya. Rose tak seharusnya berada di antara mereka dan menjadi kembang gula, yang mampu menarik perhatian Sean hingga mengabaikan keberadaannya.

“Kita akan lihat,” ucap Theo sendiri. Langkahnya semakin pasti meninggalkan apartement milik Sean.

Theo mengerti apa yang harus dia lakukan, sebuah ide cemerlang baru saja menyetubuhi isi kepalanya. Theo akan mendatangi Rose agar wanita itu menjauhi Sean. Tapi tidak sekarang—nanti, saat ini dia masih memiliki urusan lain. Sebagai direktur utama di perusahaannya sendiri, Theo juga sering disibukkan dengan perkara bisnis. Tidak melulu soal cinta.

Berbeda dengan Theo yang dirundung kekesalan. Di sisi lain Rose justru tengah merasa bahagia menatap cincin emas bermata berlian yang tersemat di jari manisnya. Di restoran tadi Sean memang melamar Rose, itu sebabnya Rose mempertanyakan ulang keseriusan Sean yang ingin menikahinya.

Dua tahun mengenal Sean bukan waktu yang singkat. Pertemuan mereka sendiri atas dasar ketidaksengajaan. Rose pernah menyelamatkan Sean dari bahaya. Sebelum akhirnya sikap dan niat baik Sean dalam setiap lika – liku kehidupan Rose, membuat wanita itu luluh. 

Darimu, tidak ada orang yang lebih mengerti aku selain yang mampu menerima segala bentuk kekurangan yang kumiliki. Penggalan kalimat tersebut merupakan penggambaran Rose pada Sean. Rose bersyukur memiliki Sean, yang bisa menerima segala kekurangan yang ada pada dirinya.

Rose yang pemarah, pembangkang, suka melawan dan tegas. Semua itu sanggup Sean hadapi walau kadang – kadang sikapnya berada di luar kendali. Sebenarnya Rose bisa bersikap lembut, tapi wanita itu memilih menutupi hal tersebut, kecuali pada beberapa orang yang menurutnya layak menerima kelembutan darinya, salah satunya Oracle—anaknya, yang juga merupakan alasan mengapa akhirnya Rose melabuhkan hatinya pada Sean.

Sean bersikap layaknya seorang ayah yang baik pada Oracle. Meskipun Oracle tidak sepenuhnya bisa menerima kehadiran Sean, anak itu sangat pemilih. Tak apa, seiring berjalannya waktu. Oracle pasti bisa menerima Sean, pikir Rose kala itu.

“Mommy sudah pulang?”

Rose segera menoleh usai mendengar suara milik si kecil yang kini berdiri di ambang pintu masuk. Dia selalu menitipkan anaknya, Oracle, pada tetangga apartement yang baik hati dan kebetulan merupakan wanita tua yang tinggal sendirian. Rose terpaksa melakukan itu karena selagi dia pergi bekerja, dia tidak mungkin membawa Oracle bersamanya atau meninggalkan anak itu sendirian di apartement, itu sangat berbahaya. 

“Sure, baby boy.” Senyum Rose mengembang melihat wajah lucu itu sedang memperhatikan dirinya dengan saksama. Oracle adalah bibit unggul, yang mungkin ketika dewasa akan menjadi rebutan para wanita.

Hei, Rose. Apa yang kau pikirkan?

Rose menggeleng merasa konyol dengan isi otaknya sendiri. Bisa – bisanya dia memikirkan hal yang masih jauh di depan sana. Oracle bahkan belum genap lima tahun. Astaga.

“Mommy pulang lebih awal dari biasanya?” tanya Oracle saat tubuhnya sudah berada tepat di samping Rose.

“Iya. Dan ini hadiah untukmu.” Rose membungkuk sedikit menyamakan posisi tinggi dia dan anaknya sembari mengulurkan paper bag berisi mainan yang dibelinya untuk Oracle.

“Thank you, mommy.” Oracle bersorak senang saat mendapatkan hadiah dari Rose. Dia benar – benar menyayangi mommy-nya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Vera Siskawati
woow. cerita nya
goodnovel comment avatar
Utari Dapur Decha
Seru ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status