Share

Kekesalan

Penulis: Susi_miu
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-29 12:13:09

"Bisa – bisanya kau menipuku, Sean.”

Theo menatap tajam manik biru Sean begitu mereka berada dalam satu ruang bersama. Sedari tadi Theo memang mengikuti ke mana pun Sean pergi, termasuk saat Sean mengantar Rose kembali ke apartement.

Theo ingin meminta penjelasan apa maksud Sean menduakannya, padahal pria itu sendiri yang menawarkan diri sebagai pengobat rasa sakit Theo terhadap Magda. Tapi ternyata Sean pula yang memantik sumbu untuk menyakiti perasaannya.

“Kau tahu aku tak suka pengkhianat,” lanjut Theo begitu Sean hanya diam menatapnya dengan sorot tak terbaca.

“Aku tidak pernah mengkhianatimu, T. Rose yang menjadi korban atas hubungan kita.”

“Sialan kau, Sean. Sudah berapa lama hubunganmu dengan wanita itu?”

“Satu tahun.”

F*ck!

Theo mengumpat mengetahui kebenaran sesungguhnya. Sean memang keterlaluan, bisa – bisanya dia mempermainkan hubungan antara mereka bertiga seperti ini. Theo tahu betul bagaimana rasanya dikhianati, Rose pasti akan sangat kecewa jika mengetahui perbuatan kekasihanya itu.

“Kemarin kau menjelek – jelekkan Magda, sekarang kau tidak jauh berbeda darinya.”

Theo berlalu begitu saja dari hadapan Sean yang hanya bisa terdiam memperhatikan langkahnya menjauh. Ntah apa yang akan Theo lakukan berikutnya. Dia butuh waktu untuk berpikir bagaimana lanjutan hubungannya bersama Sean.

Udara segar!

Ya, Theo membutuhkan itu sekarang. Jauh – jauh dari Italia terbang ke Kanada rupanya hanya menambah beban pikiran. Mengapa manusia sekarang sangat pandai mendua? Hal itu yang terus merebak masuk memenuhi sebagian isi kepala Theo.

Dia memang menyukai Sean, tapi membiarkan hubungan ini terus berlanjut tidak akan membuatnya bahagia. Antara dia dan Rose, salah satu harus ada yang mengalah dan kalah. Theo tahu rasanya dikhianati, tapi dia tidak bisa mundur. Demi apa pun Theo sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam dosa, bagaimana mungkin dia berhenti. Sementara hasratnya pada wanita belum juga kembali.

Lagipula sekarang bukan saatnya mengadu nasib. Theo harus melakukan sesuatu pada Rose, karena lebih dulu mengenal Sean dan menjadi kekasih dari kekasihnya. Rose tak seharusnya berada di antara mereka dan menjadi kembang gula, yang mampu menarik perhatian Sean hingga mengabaikan keberadaannya.

“Kita akan lihat,” ucap Theo sendiri. Langkahnya semakin pasti meninggalkan apartement milik Sean.

Theo mengerti apa yang harus dia lakukan, sebuah ide cemerlang baru saja menyetubuhi isi kepalanya. Theo akan mendatangi Rose agar wanita itu menjauhi Sean. Tapi tidak sekarang—nanti, saat ini dia masih memiliki urusan lain. Sebagai direktur utama di perusahaannya sendiri, Theo juga sering disibukkan dengan perkara bisnis. Tidak melulu soal cinta.

Berbeda dengan Theo yang dirundung kekesalan. Di sisi lain Rose justru tengah merasa bahagia menatap cincin emas bermata berlian yang tersemat di jari manisnya. Di restoran tadi Sean memang melamar Rose, itu sebabnya Rose mempertanyakan ulang keseriusan Sean yang ingin menikahinya.

Dua tahun mengenal Sean bukan waktu yang singkat. Pertemuan mereka sendiri atas dasar ketidaksengajaan. Rose pernah menyelamatkan Sean dari bahaya. Sebelum akhirnya sikap dan niat baik Sean dalam setiap lika – liku kehidupan Rose, membuat wanita itu luluh. 

Darimu, tidak ada orang yang lebih mengerti aku selain yang mampu menerima segala bentuk kekurangan yang kumiliki. Penggalan kalimat tersebut merupakan penggambaran Rose pada Sean. Rose bersyukur memiliki Sean, yang bisa menerima segala kekurangan yang ada pada dirinya.

Rose yang pemarah, pembangkang, suka melawan dan tegas. Semua itu sanggup Sean hadapi walau kadang – kadang sikapnya berada di luar kendali. Sebenarnya Rose bisa bersikap lembut, tapi wanita itu memilih menutupi hal tersebut, kecuali pada beberapa orang yang menurutnya layak menerima kelembutan darinya, salah satunya Oracle—anaknya, yang juga merupakan alasan mengapa akhirnya Rose melabuhkan hatinya pada Sean.

Sean bersikap layaknya seorang ayah yang baik pada Oracle. Meskipun Oracle tidak sepenuhnya bisa menerima kehadiran Sean, anak itu sangat pemilih. Tak apa, seiring berjalannya waktu. Oracle pasti bisa menerima Sean, pikir Rose kala itu.

“Mommy sudah pulang?”

Rose segera menoleh usai mendengar suara milik si kecil yang kini berdiri di ambang pintu masuk. Dia selalu menitipkan anaknya, Oracle, pada tetangga apartement yang baik hati dan kebetulan merupakan wanita tua yang tinggal sendirian. Rose terpaksa melakukan itu karena selagi dia pergi bekerja, dia tidak mungkin membawa Oracle bersamanya atau meninggalkan anak itu sendirian di apartement, itu sangat berbahaya. 

“Sure, baby boy.” Senyum Rose mengembang melihat wajah lucu itu sedang memperhatikan dirinya dengan saksama. Oracle adalah bibit unggul, yang mungkin ketika dewasa akan menjadi rebutan para wanita.

Hei, Rose. Apa yang kau pikirkan?

Rose menggeleng merasa konyol dengan isi otaknya sendiri. Bisa – bisanya dia memikirkan hal yang masih jauh di depan sana. Oracle bahkan belum genap lima tahun. Astaga.

“Mommy pulang lebih awal dari biasanya?” tanya Oracle saat tubuhnya sudah berada tepat di samping Rose.

“Iya. Dan ini hadiah untukmu.” Rose membungkuk sedikit menyamakan posisi tinggi dia dan anaknya sembari mengulurkan paper bag berisi mainan yang dibelinya untuk Oracle.

“Thank you, mommy.” Oracle bersorak senang saat mendapatkan hadiah dari Rose. Dia benar – benar menyayangi mommy-nya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Vera Siskawati
woow. cerita nya
goodnovel comment avatar
Utari Dapur Decha
Seru ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (8)

    Kepergian Zever secara tiba – tiba cukup membekas di benak Rose. Saat itu dia dan Travis diam memperhatikan punggung milik dua orang yang menjauh. Rose tak berani mengatakan apa pun kala dia sendiri menyadari Travis seketika meninggalkannya—Travis menunduk dan Rose harap pria itu baik – baik saja, lantas ikut menyusul dengan langkah hati – hati membawa bayi kembarnya masuk ke dalam gedung mansion.Dua jam usai kejadian di taman belakang, dan setelah menidurkan anak – anak Rose segera menyusul keberadaan Zever. Lewat pesan – pesan yang diberikan kepada Lion, Rose tentu memantau apa pun yang terjadi di luar. Termasuk menanyakan bagaimana kondisi Travis. Pria itu sudah bersikap seperti semula, tetapi satu yang bermasalah. Zever di ruang tamu dengan riak wajah begitu dingin dan manik mata kelabu yang menatap setengah kosong menyusun sambungan miniatur di atas meja.Berulang kali Rose menarik napas sekadar memantapkan diri duduk di samping suaminya.“Zever,” panggil Rose ingin memastikan p

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (7)

    “Aku sudah selesai, Theo. Sekarang giliranmu—“ Pikir Rose, setelah keluar dari kamar mandi sekaligus mengganti pakaian di sana. Dia akan menemukan Theo menjaga ketiga bayi mereka dengan posisi semestinya, tetapi tubuh besar itu—dalam tidur menyampingnya seolah lebih lelap dari ketiga bayi yang memejam tenang. Kelelahan. Begitu yang Rose tafsirkan, karena hari – hari belakangan ini Theo sering sekali menyibukkan diri di tengah malam—menjaga bayi – bayi mereka, sementara Rose dipaksa untuk tetap beristirahat. Senyum Rose tipis sambil mengusap puncak kepala Theo. Hanya sesaat dia beralih pada tiga bayi kembarnya untuk dipindahkan ke dalam troli. Rose akan membawa mereka untuk berjalan – jalan di taman belakang. Selesai memindahkan dia kembali mendekati Theo sekadar menutup tubuh suaminya dengan selimut tebal. “Kami pergi dulu.” Singkat Rose mengecup sudut wajah Theo. Dia mendorong troli dengan hati – hati menuju lift. Rose sudah tahu di mana letaknya, cukup tersembunyi—dan Theo memang

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (6)

    “Aku mendapat cucu yang banyak.”Tawa O’Douglas pecah persis seperti kapten bajak laut yang baru saja menemukan harta karun bersejarah. Masing – masing lengan pria paruh baya itu mengapit dua bayi mungil, sementara bayi mungil yang lain berada di dekapan Verasco—yang terus menimang, sesekali mendekatkan bayi – bayi tersebut dengan guyonan ringan.Ntah apa yang bisa Rose katakan ketika menyaksikan anak – anaknya langsung diserbu begitu Verasco dan O’Douglas masuk ke ruang rawat. Dia baru selesai menyusui, sehingga bayi – bayi yang kekenyangan hanya akan tidur sepanjang hari, dan tidak merepotkan kedua kakek mereka.“Kau dari tadi tak pernah berhenti menatapku,” ucap Rose pelan. Sering kali Theo menyorot wajahnya, tetapi saat ini manik kelabu itu membinarkan sesuatu yang berbeda. Begitu penuh cinta dan sebagian tak bisa Rose tafsirkan dengan benar. Bagaimana mungkin Rose tahan dibidik sedemikian lamat. Theo harus, sekali saja, berpaling darinya.“Terima kasih, Sugar.”Sentuhan lembut di

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (5)

    Rose tak menyangka Theo akan membawanya sampai ke pulau Ortogia, pusat sejarah Kota Sirakusa, Sisilia, untuk menikmati keindahan laut Mediterania. Aroma – aroma di tepi laut itu memberi keindahan yang menyejukkan. Rose bahkan tak melupakan bahwa Theo tidak sekali pun melepaskan tubuhnya di pundak lebar pria tersebut setelah menyusuri sepanjang gedung – gedung tua di pulau – pulau Ortogia.“Ini rumah siapa?” tanya Rose memandangi sebuah bangunan kokoh yang seperti dikhususkan untuk ditinggali dua orang.“Rumah kita.”Tidak banyak yang dapat Rose katakan, kecuali menyematkan wajahnya dalam – dalam di ceruk leher Theo. Aroma maskulin itu masih sangat menguak, bahkan usai sepanjang hari mereka memberikan jamuan kepada para tamu, seakan – akan cairan parfum pun sangat betah menjamah kulit liat Theo.“Mau langsung tidur atau mandi dulu, Sugar?”Di depan sebuah pintu Theo menghentikan langkah sekaligus membiarkan Rose berpijak di atas lantai. Antara ragu dan butuh sesuatu yang segar akhirnya

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (4)

    “Sudah siap?”Rose mengangguk saat Theo bicara di atas puncak kepalanya. Dia memang berdiri membelakangi Theo, memegang ganggang pisau pemotong kue yang panjang, sementara jemari besar Theo menggenggam hangat tiap – tiap buku tangannya.Kue bertingkat – tingkat itu, atau tak jauh berbeda dengan menara rapuh sedang terbelah. Irisan mata pisau perlahan menurun ke bawah menjadi simbol ketajaman. Rose tersenyum nyaris meleburkan tawa ketika Theo membisikkan sesuatu yang lucu untuknya, yang lucu tapi tak akan Rose beritahu pada siapa pun. Biar dia menyimpan sendiri dan menjadikan itu momen menyenangkan yang penting.Setelah potongan kue pertama seharusnya Rose dan Theo saling memberi suapan. Alih – alih demikian Theo sebaliknya mencongkel krim dan segera mengoleskan ke bibir bawah Rose. Wajah Rose tampak berepotan, namun itulah yang Theo inginkan. Dia merampas bibir Rose seperti merampas kue yang sangat lezat.Manis dari campuran gula dan mentega seakan membuat Theo tak pernah puas. Dia mem

  • (Not) His Sugar Baby   Ekstra Part (3)

    “Sudah. Aku sudah kenyang.”Lagi – lagi Rose harus menahan diri saat jemari besar Theo berusaha menyingkirkan semangkok bubur putih di tangannya.“Sedikit lagi, Theo. Kau harus menghabiskan buburmu.”“Ayo.”Sesendok bubur kembali Rose dekatkan, tetapi wajah itu menolak.“Jangan memaksaku makan bubur yang tidak enak, Sugar. Rasanya hambar.”“Makanya kalau makan sambil lihat aku, biar ada rasanya.”“Satu suapan lagi. Aku janji setelah ini selesai.”“Aku tidak percaya. Kau mengatakan itu sejak tadi, apa kau tidak ingat?”Rose menyengir lebar benar – benar mengelabuhi Theo. Pria itu persis anak kecil yang kehilangan nafsu makan. Sulit sekali dibujuk untuk membuka mulut.“Kali ini aku serius yang terakhir. Ahk ... buka yang lebar.”Rose pikir Theo akan segera menerima suapan darinya. Pria itu justru menggerakkan siku tangan Rose, memindahkan haluan sendok ke bibir Rose sendiri.“Kau juga harus makan.”“Tadi aku sudah makan,” bantah Rose, tetap saja dia tak bisa menyangkal satu suapan mendar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status