Kiprah mencari Rose terhenti tepat di ruang tamu, Theo dengan tatapan datar melipat tangan di depan dada. Bibirnya bungkam bersama fokus yang terforsir penuh pada Rose, bisa – bisanya wanita itu tidur dalam posisi duduk beserta piring berisi pancake terletak di atas paha.
“Benar – benar penggoda sesungguhnya,” desah Theo tak tahan.Beberapa saat kemudian lipatan tangannya terurai. Ada dua hal sedang menyerang Theo kali ini, lapar karena keroncongan dan haus akan lapisan pertahanan yang semakin berkurang. Dia tidak bisa menolak sajian apa pun yang ditawarkan tubuh Rose. Semua. Dari pangkal rambut sampai ujung kaki, benar – benar membara hasrat. Theo ingin Rose yang meliatkan lidah di lekukan tubuhnya, bukan Charlotte. Tapi Rose adalah pelacur tengil yang menolak tawaran menyenangkan itu. Dia harus bersabar sampai surat kontrak antara mereka bisa dilayangkan dan ditandatangani Rose.Perlahan ... jarak ditepis demi menunaikan sesuatu yang terus menyerang dirinyaTheo halunya ... Astoge😂
Butuh sesuatu untuk rasa sakit, tapi penawarnya adalah kita.________________________ Suara sesenggukan dan pelukan kecil menuntun kembali kesadaran Rose dari tidur lelap. Dia berusaha mencerna situasi yang membuatnya tidak mengerti. Ada apa, mengapa dia berada di tempat berbeda setelah tertidur di atas sofa.Seseorang memindahkannya?Siapa?Tidak ada orang lain di kediaman ini kecuali hanya dia dan Oracle. Rose tidak memiliki riwayat Somnabulisme atau pernyakit tidur berjalan. Bagaimana mungkin dia tiba – tiba terbangun dalam kondisi tubuh di atas ranjang. Oracle ....Kegelisahan menyerbu perasaannya mengingat nama anak itu. Ke mana dia? Gerakan Rose tertahan ketika hendak bangkit. Terlalu lama tenggelam dalam pikiran hingga lupa raganya sedang didekap tangan kecil.“Hei, Oracle,” ucap Rose kalut. Kekhawatiran mengubah posisinya dalam sekejap. “Ada apa?” tanyanya sembari menarik tubuh Oracle masuk dalam pelukan.“I’m so sorry, Mommy.”Permohonan maaf yang terucap dari bibir Oracle
“Aku menginginkanmu. Sekarang.” Theo membuka mulut ... lidah basahnya mulai bergelut liar dari pangkalan bahu menuju bagian dalam leher. Suara decakan terdengar seiring umpatan kasar Rose ikut keluar. Sudah dibilang, Theo suka cara Rose tak menginginkannya.“Berikan semua itu padaku.”‘Semua’ yang Theo maksud yakni, apa pun yang bisa Rose serahkan padanya saat ini. Semua. Tanpa terkecuali. Dia menginginkan Rose dalam wujud segalanya.“I’m totally need you, Sugar. I can’t take it any longer, this desire is getting stronger.” Jemari Theo menyusup ke belakang, hendak membuka pengait bra. Namun, tindakannya terhalang restu dari Sang empu.“Tidak mau!” Rose menolak keras rayuan berupa permintaan itu. “Lepas!” titahnya sembari menyentak percuma sentuhan Theo. Dasar pria tidak tahu malu. Bangkotan! Mencari keuntungan besar, amuk Rose dalam hati.“Berhenti!” Kali ini Rose beralih menekan kepala yang terus melakukan aksi mencumbu. Matanya menatap sekitar dengan liar. Sial. Oracle tampak keluar
Di tengah aktivitas mereka masing – masing. Dari luar terdengar seseorang menekan bel apartemen.Siapa?Kepala Rose dipenuhi pertanyaan dan pikiran asing. Dia tidak biasa kedatangan tamu di pagi hari seperti ini. Kalaupun ada, itu hanya Marry yang mengantar cemilan untuk Oracle. Apa Rose harus membukakan pintu untuk siapa pun orang di luar sana?“Oracle tunggu sebentar, okay? Mommy mau lihat siapa yang datang.” Rose mencuci bersih tangan bersabunnya dan berbalik menatap Oracle.“Okay, Mommy. Om T akan menemaniku di sini.”Hanya senyum tipis yang diberikan. Selebihnya Rose meninggalkan dua orang itu di dalam dapur. Kali ini dia pastikan Theo tidak akan membuntutinya atas permintaan Oracle.Rose mendesah. Sesampai di depan, diam – diam dia mendekatkan sebelah mata ke lubang pintu, mencari tahu siapa yang sedang menunggu.“Apa yang dia lakukan di sini!” geram Rose tak tahan. Wajah Sean seketika menjerat jiwanya dalam amarah. Keberadaan Sean bisa menimbulkan malapetaka, apalagi sampai dia
“Mommy!”Seruan Oracle menjadi alasan perhatian Rose teralihkan. Dengan cepat dia mengusap wajah kasar, memperhatikan secara saksama gerak langkah Oracle yang semakin dekat.Rose mengernyit. Sedikit heran melihat penampilan segar Oracle. Pikirannya bercabang saat mendapati sesuatu yang juga berbeda dari Theo. Rambut pria itu basah dan beberapa kumpulan helainya jatuh ke bawah, benar – benar sexy dan menggoda.“Oracle sudah mandi, Mommy,” lapor Si kecil yang kini berada di hadapan Rose, tampak begitu semangat dan bahagia.“Mandi sama siapa? Kenapa tidak tunggu, ‘kan mommy sudah bilang cuma sebentar,” tanya Rose sembari berlutut, menyamakan tinggi tubuhnya sejajar dengan Oracle.“Mandi sama Om T. Kami mau jalan – jalan. Apa boleh?”Sebelah alis Rose terangkat tak suka. “Tidak, Oracle. Kau tidak boleh pergi bersama orang yang tidak begitu dikenal.” Sekadar mengetahui nama, itu tak cukup—Theo masih orang asing baginya.“Tapi Om T temannya dad
“Kancingi sampai ke bawah,” bisiknya sensual. Sebelah tangan yang terbebas meraih jemari Rose, Theo membiarkan telapak tangan itu bertemu kulit dadanya. Dia merasakan aliran listrik seperti menyengat jiwa saat Rose tak memberi perlawanan.Rose mengerjap, tersadar dari bawaan suasana. “Kau punya tangan, bisa melakukannya sendiri.” Dia berusaha keluar dari situasi tidak biasa yang menyesakkan dada. Jarak sedekat ini membuatnya nyaris tidak bisa bernapas.Tapi, Theo terus menahan tubuh Rose lebih dalam. “Aku tidak tahu siapa yang datang dan apa yang terjadi padamu,” ucapnya masih dengan tatapan intens. “Ada satu hal yang harus kau catat, kalau mau nangis jangan ditahan – tahan. Tidak setiap air, sanggup menerobos dinding. Merasa kau sangat kuat adalah gerbang kesakitan,” lanjut Theo sembari mengusap sudut mata yang tampak basah. Meminta Rose mengancingi kemeja di tubuhnya hanya bagian dari rencana. Apa pun tidak bisa disembunyikan, instingnya terlalu peka—sudah terlatih ole
Just like the clouds, my eyes will do the same.-It will rain - Bronu Mars-________________________ “Dasar gila! Apa yang kau lakukan?!”“Ingin menghancurkan wajahmu!”Sedikit bentakan tak urung menghentikan tindakan Rose. Dia terus menekan pisau ke bawah, tidak peduli genggaman Theo tak henti mengalirkan cairan kental merah.Amarah sudah mendarah daging, rasa sakit memikirkan di mana keberadaan Oracle membuatnya tak bisa menahan diri. Dunianya mendadak runtuh membayangi Oracle diambil orang lain. Anak itu pernah satu kali hampir menjadi korban penculikan saat mereka berada di taman. Sekarang Rose tak tahu harus mengatakan apa pada Bridgette tentang kenyataan ini? Dia tak punya keberanian untuk mengungkapkan kejujuran, terlebih dadanya terasa sesak menetralkan rontahan keras dari jantung. Bagaimana seandainya sesuatu yang buruk benar – benar menimpa Oracle? Rose tidak akan bisa menahan semua itu.Dengan napas tercekat, dia menatap Theo amat taj
Belum ada respon apa pun dari Rose. Dia masih sibuk menenggelamkan wajah di bagian terdalam lekukan leher Theo.Rose tidak tahu harus mengatakan apa. Di satu sisi dia marah, di sisi lain dia merasa telah berbuat jahat saat Theo tak memperhitungkan sedikitpun tindakan nekat yang dia lakukan. Dari segi keuntungan ketika Rose menjadi lemah, seharusnya Theo bisa melakukan serangan balik. Pria itu justru memilih untuk menenangkannya.Sungguh, Rose benar – benar menyesal. Duduk perkara hilangnya Oracle bisa diselesaikan dengan kepala dingin, bukan melibatkan emosi yang menganak – pinak dan membiarkan amarah sebagai pelakon utama. Sekarang risikonya darah menjadi buah segar di antara mereka dan aroma anyir melengkapi sisa kekacauan tadi. Harus dengan apa Rose membayar tumpahan darah yang terbuang sia – sia? Menyetujui ajakan Theo sebelumnya?Napas Rose terembus memberi sensansi menggelitik, sampai Theo bisa merasakan betapa asa di ujung gelisah sedang menyelubungi hati dan p
“Aku lebih memilih pelacur yang setia, daripada bersama pengkhianat tak tahu diri seperti Magdalena.” -Theodore Witson- ________________________ [Bajingan itu harus datang sebelum dua jam dari sekarang berakhir].Theo sedang memperhitungkan waktu yang tersisa 15 menit sejak patokan pesan ancaman itu terkirim di ponsel Rose. Dari jam rolex di tangan, kini dia berfokus pada gedung usang yang menjulang di hadapannya.Para penyandera (mungkin) Theo tidak tahu ada berapa orang di dalam sana, bisa jadi satu, bisa juga beramai – ramai, yang pasti mereka sudah menyiapkan strategi dengan pemilihan tempat tua terpelosok. Sangat jauh dengan modernisasi kota, gedung itu terlampau suram menyedihkan.“What the—“ Umpatan maupun langkah Theo terhenti saat tubuhnya melewati ambang pintu masuk. Memang tidak semua hal bisa dinilai dari cover. Luaran tempat ini tampak kumuh tak terurus, berbeda dengan bagian dalam yang dipenuhi rangkaian elektronik dan bahan magnetik lain. Interiornya seperti dirancang