Share

* BAB III Can't I Avoid it? What did I do Wrong?*

@ Ruangan M. Pemasaran

‘’SIALLL!!! Kenapa harus Aku??! KENAPA??! Dari sekian banyak gadis di sini, kenapa harus Aku yang dipilih?? SIALL!!‘’ Teriak Erina di ruangannya seraya melempar kertas-kertas yang sudah tidak terpakai lagi begitu saja. Ia melampiaskan kekesalannya. Ia kecewa, sedih, depresi, tertekan menjadi satu dan bahkan mampu mengguncang mental dan emosinya. Ia terluka untuk kedua kalinya. Ia tidak bisa membayangkan kalau harus bertemu dia setiap harinya.

Kalau saja perasaan kecewa ini tidak ada, mungkin ia akan fine-fine saja saat diminta menjadi asisten pribadi Pria itu.

Siapa coba yang merasa tidak bahagia kalau diangkat menjadi asisten pribadi Asisten CTO. Bahkan banyak dari rekan-rekan kerjanya yang menginginkan posisi tersebut.

Tapi untuk saat ini, Erina tidak menginginkannya. Dia lebih baik menjadi karyawan biasa saja. Tetapi keadaan juga sudah berubah. Ia tidak menginginkannya. Ia ingin menghindarinya namun tidak bisa. Karena ada satu hal yang ingin ia capai dalam hidupnya. Membeli rumah pribadi beserta kebutuhannya yang akan datang. Karena ia tidak ingin merepotkan orang lain.

Kesan independent terasa sekali.

Erina terduduk lemas, ia lelah fikiran, tenaga bahkan mentalnya secara bersamaan. Ia hanya bisa duduk terdiam sambil memejamkan matanya. Ia berusaha keras menahan tangisnya. Namun ia tidak sanggup lagi.

‘’Hiks . . . hiks . . . hiks . . . Kenapa?’’ Ia pun akhirnya menangis.

TOK! TOK! TOK!

Suara ketukan pintu menginterupsi gadis cantik ini.

‘’Erina, boleh Aku masuk?’’ Ternyata suara Jong Yo.

Tanpa basa basi, Pria itu pun langsung masuk.

Alangkah tekejutnya saat mendapati ruangan sahabatnya yang terkenal sangat-sangat bersih kini seperti terkena bencana.

Porak poranda.

‘’Astaga, Erina!!! Waeyo? Apa-apaan ini?? Astaga!!’’ Umpat Jong Yo dan melirik Erina dengan tatapan penuh tanya.

‘’Tidak apa-apa. Ada perlu apa Oppa ke sini?’’ Tanya Erina dingin dan to the point, tanpa basa basi lagi yang bahkan membuat Jong Yo menoleh kaget karena saking tidak percayanya.

‘’What?’’ Ulang Jong Yo sekali lagi meyakinkan pendengarannya jikalau ia salah mendengar.

‘’Ne, Oppa, ada perlu apa mencariku? Ada yang bisa kubantu?’’ Ucap Erina lembut namun dengan ekspresi datarnya.

‘’Hahh, yasudahlah, sepertinya memang berat ini. Entah Kau mau cerita kepadaku apa tidak, tidak apa-apa. Oppa akan menunggumu untuk cerita pada Oppa, ne? Istirahat dulu jika Kau lelah!'' Ucap Jong Yo menyudahi pertemuannya dengan Erina. Ia tahu saat ini gadis cantik itu masih belum menerima keadaan. Ia pun melangkah pergi keluar ruangan dengan perasaan sedih.

BLAM!!!

‘’HAHH!! Kau kenapa, Erina?? Bahkan Oppa Jong tidak salah apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, tapi malah Kau acuhkan. Astaga, ada apa denganku? Mian, Oppa!’’ Sesal Erina akhirnya.

Kring! Kring! Kring!

Dering telephone di ruangannya membuyarkan lamunannya.

‘’Selamat Siang! Erina di sini, ada yang bisa dibantu?’’ Jawab Erina dengan lembut.

‘’………'' Hening, tidak ada jawaban dari seseorang di seberang sana yang membuat Erina akhirnya mengulangi pertanyaannya.

‘’Hello, dengan siapa ini?’’ Ulang Erina lembut namun tegas.

‘’Ah, Ne. Ehm, minta tolong bisakah Kamu ke ruanganku sebentar? Ada hal yang akan Saya diskusikan denganmu. Terima kasih!'' Ucap seorang Pria dengan gugup.

‘’……….’’ Gantian Erina yang tidak bersuara. Ia hanya sibuk mencermati suara orang di seberang sana. Dan hanya dengan sebuah suara mampu menembus pertahanannya yang selama ini ia bangun.

''Hallo, Erina-Ssi? Masih di sanakah mendengar suara Saya?'' Ulang Arthur karena merasa seseorang di seberang sana hanya terdiam saja.

‘’Baik. Terima kasih!’’ Ucap Erina akhirnya dan terdengar telephone di seberang ditutup.

@ Sebelumnya di Ruangan Arthur

‘’Apa Aku harus menghubunginya duluan? Tapi Aku harus! Aku tidak bisa menunggu lama karena lama-lama kerjaanku akan menumpuk juga,’’ Ucap Arthur pada dirinya sendiri.

‘’Akhh!! Sial!!’’ Umpat Arthur akhirnya seraya memandang keluar jendela. Ia bingung apa yang harus dilakukannya sekarang. Sungguh ini bukanlah dirinya. Ia menjadi bodoh sendiri. Hanya karena sikap seorang wanita saja ia menjadi linglung. Akhirnya ia meyakinkan hatinya untuk tetap tenang dan tegas dalam hal professionalitas. Ia harus melakukannya demi suatu tujuan tertentu.

Arthur pun mengambil telephone kerjanya dan bersiap menghubungi seseorang.

‘’Hhh, tenang, Thur! Jaga sikap dan ucapanmu, Thur! Kau harus professional, Thur! Hhh, baiklah,’’ Ucap Arthur meyakinkan dirinya sendiri sambil memainkan buku yang ada ditangannya.

TUT!

TUT!

TUT!

Klik!

‘’Selamat Siang! Erina di sini, ada yang bisa dibantu?’’ Jawab seseorang yang sangat dirindukannya bahkan dengan suara lembutnya mampu memporak porandakan hatinya saat itu juga.

‘’………'' Dan akhirnya Arthur hanya bisa terdiam saat orang di seberang menjawab telephonenya. Arthur bimbang, ia tidak tahu harus bicara apa. Sampai akhirnya ia kembali tersadar saat gadis itu mengulangi lagi pertanyaannya.

‘’Hello, dengan siapa ini?'' Ulang gadis itu lembut namun tegas.

‘’Ah, Ne. Ehm, minta tolong bisakah Kamu ke ruanganku sebentar? Ada hal yang akan Saya diskusikan denganmu. Terima kasih!’’ Ucap Arthur dengan gugup namun masih terkendali.

‘’……….'' Gantian gadis itu yang tidak bersuara. Dan mungkin hanya gadis itu saja yang tahu perasaannya. Gadis itu hanya sibuk mencermati suara orang yang sedang menelephonenya. Dan hanya dengan sebuah suara mampu menembus pertahanan seorang gadis cantik yang susah payah ia bangun selama ini.

''Hallo, Erina-Ssi? Masih di sanakah mendengar suara Saya?'' Ulang Arthur karena merasa seseorang di seberang sana hanya terdiam saja. 

''Baik. Terima kasih!'' Ucap gadis itu akhirnya.

KLIK!

Telepon diputus sepihak dari Arthur. Ia tidak bisa lama- lama bicara dengan keadaan seperti ini. Ia gugup.

‘’Ahh, Jinjjayoo!? Kau bagaimana, sih, ARTHUR-Aa!!’’ Ucap Arthur merutuki dirinya sendiri.

.

.

.

5 Menit kemudian,

TOK! TOK! TOK!

Pintu ruangannya diketuk, namun Arthur masih sibuk dengan buku ditangannya. Sampai dua kalipun diketuk juga tidak ada sahutan, dan akhirnya tamu itu masuk ke ruangan Bossnya. Dan didetik itu juga ia menyerah.

`Erina Pov

Aku menyerah. Aku menyerah pada keadaan yang membelengguku saat itu juga. Aku tidak bisa lari kemana-mana. Aku ditakdirkan dengan Pria di depanku ini. Pria tampan yang sedang membelakangiku sambil membaca buku. Gestur tubuh Pria tampan itu juga mengisyaratkan kalau dirinya tengah gundah.

`Erina End

Terlihat juga saat Arthur memegangi keningnya dengan ujung ibu jarinya. Entah apa yang sedang difikirkan oleh Pria itu.

Erina seakan juga kehilangan kendali atas dirinya saat Pria tampan itu terdiam. Bahkan diamnya seorang Arthur mampu memporak porandakan hati Erina. Apalagi saat Pria itu menatapnya. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana. Ia belum siap. Bahkan ia tidak mampu sepertinya.

Arthur pun tiba-tiba menoleh dan berhasil membuat Erina terkejut. Erina tidak siap harus berpandangan seperti ini. Tapi ia harus melakukannya demi professionalitas.

‘’Maaf, Pak. Ada yang bisa Saya bantu?’’ Tanya Erina hati-hati dan sekeras hati ia harus menatap Pria itu.

‘’Ohh, oke. Silakan duduk!’’ Ucap Arthur tenang sambil menuju meja kerjanya.

‘’Ne,’’ Jawab Erina pasrah melangkah menuju kursi di depan Pria itu.

Berhadap-hadapan seperti ini tidak pernah Erina bayangkan sebelumnya. Apalagi dengan kondisi hati yang runyam seperti ini.

Sulit baginya untuk menepis rasa kecewa itu. Sulit untuk mengakuinya. Dan ia lebih memilih untuk memendamnya sendiri.

‘’Ehem, begini, sesuai rencana kerja dari Perusahaan kita, Tim Saya sedang mempersiapkan sebuah proyek. Dan mungkin Saya ingin segera mewujudkannya. Dan Saya mohon bantuan darimu juga untuk mewujudkannya? Saya yakin Kamu pasti bisa! Saya minta tolong padamu? Apa Kau bersedia membantuku?’’ Terang Arthur dengan nada meminta jawaban darinya sambil menatap tajam gadis manis di depannya ini.

Arthur faham, jika gadis ini sedang resah. Antara menolak atau menyetujuinya.

Arthur hanya bisa menatap tajam sosok itu.

‘’Ehm, Saya akan usahakan sebisa Saya, Pak! Saya mohon minta bantuannya jika Saya keliru?’’ Ucap Erina pada akhirnya.

Hening hingga 10 menit berlalu.

Tidak ada jawaban dari Arthur maupun Erina.

 

Di benak Arthur, ‘’ Aku masih penasaran kenapa gadis itu seperti menghindariku. Seperti orang asing saja. Ada apa dengannya? Apa Aku melakukan kesalahan pada gadis itu? Lantas kenapa sikapnya berubah drastis setelah 1 bulan lebih tidak bertemu?  Apa yang telah terjadi? Berita apa yang tidak Aku ketahui? Aku semakin tidak mengerti. Aku, Aku tidak bisa seperti ini lama-lama’’.

Di benak Erina, ‘’ Aku semakin tidak yakin pada diriku sendiri. Aku semakin bimbang untuk melangkah. Akan tetapi kalau takdirnya sudah seperti ini, Aku hanya bisa pasrah. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Menghindar pun sekarang juga sudah tidak bisa. Apalagi pergi darinya. Karena Aku memang sedang butuh pekerjaan ini. Yang Aku tidak habis fikir adalah saat pertama kali bertemu dengan Arthur, ternyata dia adalah salah satu orang penting di Perusahaan. Dan bodohnya Aku tidak sempat mencari tahu asal usul Pria itu. Aku semakin bodoh saja. Apalagi sekarang Aku menjadi asisten pribadinya, lengkaplah sudah beban ini. Aku bimbang harus bersikap seperti apa’’.

‘’Erina . . . ’’ Panggil Pria tampan pada gadis di depannya itu.

‘’Ah, Nee,’’ Jawabnya gugup.

‘’Ehm, Maaf, kalau Aku punya salah! Kalau Aku tidak sengaja menyakitimu. Aku hanya meminta padamu, janganlah Kau berubah padaku! Tolong katakan padaku, apa Aku punya salah padamu? Aku hanya merasa Kau bersikap berbeda dari saat pertama kali Kita bertemu. Dan mungkin saat sekitar 1 bulan lamanya tidak bertemu, Kita semakin menjauh. Dan maaf, Aku belum sempat menghubungimu.. . . . ’’ Belum selesai Arthur menjelaskan semuanya, tiba-tiba diinterupsi oleh Erina yang sedari tadi menahan kecewanya.

Erina memang sudah kecewa dengan Arthur semenjak Arthur tidak menghubunginya dan mengatakan jangan mengkhawatirkannya. Erina mungkin tidak ingin lagi mendengar penjelasan dari Pria ini.

‘’Wae?? Waegereyo??!! Nan gwenchanayo, Arthur-Aa. Cukup!’’ Teriak Erina emosi.

‘’ . . . ’’ Arthur sedikit terkejut dan terdiam saat Erina sedikit berteriak padanya.

‘’Entah apa yang mendasarimu seperti ini, Aku tidak faham. Entah kenapa Kau bersikap seolah Kau tidak mengenalku ARTHUR ERYK SHAQUILE!? Aku tidak tahu dan Aku tidak mau tahu. Aku juga berusaha menjaga sikapku karena Kau adalah Atasanku. Aku menghargaimu sebagai partner kerja. Yang tidak kusuka adalah kebohongan! Hahh!’’ Terang Erina emosi dan berusaha menahan tangisnya. Ia pun memalingkan mukanya untuk menghindari tatapan dari Arthur Eryk Shaquile. Karena ia lemah akan tatapan dengan Pria itu. Ia takut kalau nantinya pertahanannya akan runtuh saat sorot mata tajam milik Arthur menatapnya.

KLIK!!!

Pintu ruangan Arthur otomatis terkunci dan membuat Erina panik.

Bagaimana tidak, ia terkunci di dalam bersama Pria ini.

Yap, Arthur mengendalikan pintu itu secara digital. Itulah salah satu proyek yang akan ia kembangkan nantinya. Dan untuk saat ini alat ini membantunya.

‘’Kau! Kenapa Kau kunci, ha??’’ Tanya Erina panik.

‘’Tidak apa-apa. Kau jangan khawatir. Aku menguncinya untuk keamanan saja. Takut-takut Kau berteriak dan membuat orang lain salah faham padaku. Maaf. Aku hanya ingin bicara berdua denganmu. Karena Aku tidak sanggup lagi menahannya. Hahh, mianhaeyo. Jeongmal mianhaeyo, Erina? Aku tahu Kau kecewa dan marah padaku. Aku bersikap seperti itu saja Kau sudah sedingin ini sikapmu padaku, apalagi kalau hal lain yang tidak Kau mengerti. Aku . . . Aku menghilang cukup lama dan tidak menghubungimu karena ada hal yang harus Aku selesaikan. Harus Aku selesaikan atau Aku yang akan diselesaikan! Kelak suatu saat nanti Kau akan mengetahuinya. Aku hanya ingin memberi tahu sedikit tentangku jika Aku tidak seperti yang Kau fikirkan, Erina!’’ Jelas Arthur Panjang lebar dan sempat membuat Erina emosi lagi.

‘’Hahh, pabboya! Aneh! Untuk apa Kau jelaskan semuanya padaku? Terserah Kau mau melakukan apapun. Saat tengah malam Tahun baru pun juga terserah Kau dengan siapa. Apa peduliku, hah!’’ Jawab Erina sambil beranjak dari duduknya di sofa dan bersiap pergi meninggalkan Arthur.

Akan tetapi sebelum Erina sempat menegakkan badannya, tangan kekar Arthur meraih lengannya dan menarik kencang hingga membuat Erina kehilangan keseimbangan.

Brukk!!

Keduanya terjatuh di sofa dengan posisi Arthur di bawah Erina dengan tangan kekar Arthur melingkari pinggang Erina agar Erina tidak jatuh.

Romantis sekali kalau dipandangan orang lain dan kalau situasinya berbeda. Tapi berbeda dengan mereka berdua.

‘’Astaga!! Pria ini kurang ajar sekali! Apa sih maunya dia? Dan lagi kenapa dengan posisi seperti ini. Dia berada di jarak sedekat ini denganku. Bahkan sangat dekat. Aku tidak bisa berfikir jernih lagi. Kedua matanya membiusku. Aku bahkan tidak sanggup berpaling. Aku tidak berdaya . . . ’’ Ucap Erina dalam hati terlihat pasrah.

‘’Oh No!! Arthur Eryk Shaquile, apa yang Kau lakukan dan apa yang Kau fikirkan? Bisa-bisanya Kau menjadi agresif seperti ini. Dan lagi, ini jantungku kenapa? Kenapa berdebar terus-terusan seperti ini. Dan sorot matanya yang dingin semakin membuatku hilang kendali. Dan sentuhan tangan mungilnya di dadaku juga semakin membuatku hilang kendali. Aku tidak berdaya . . . ’’ Ucap Arthur dalam hati dan menatap Erina dengan sorot mata yang teduh.

‘’…’’

‘’…’’

Kring! Kring! Kring!

Suara dering telephone Arthur mengagetkan keduanya.

‘’Ah, Maaf. Aku angkat telephone dulu?’’ Ucap Arthur sambil melepaskan Erina dari dirinya. Ia berdiri agak menjauhi Erina sedikit.

Erina memegang jantungnya yang berdebar kencang. Ia masih tidak percaya dengan yang barusan terjadi. Ia menjadi sedekat itu jarak dengan Arthur. Ia bersyukur dan berterima kasih pada orang yang telah menelephone Arthur karena bisa membantunya melepaskan diri dari Arthur.

Arthur berdiri di samping kaca besar sambil mengangkat telephonenya.

‘’Yeoboseyo,’’

'' . . . '' Ucap orang diseberang sana.

‘’What? Kapan dia kemari?? Kenapa Aku sampai tidak tahu? Astaga!’’ Ucap Arthur seperti sedang menahan emosinya dan memijit keningnya. Ia pun terduduk di sofa ruangannya.

Pemandangan seperti itu disaksikan oleh Erina yang masih duduk terdiam di sofa besar tidak jauh dari posisi Arthur duduk dengan telephone di telinga kanannya.

Erina masih terkejut dengan perubahan drastis sikap Arthur yang membuatnya semakin tidak berdaya saat di depannya. Ia semakin menyadari kalau tipikal Pria didepannya adalah misterius.

Erina semakin penasaran siapa yang telah membuat Pria ini marah menjadi seperti ini.

'' . . . ''

''Hahh, baiklah. Apa akan ada salam penyambutan?’’ Tanya Arthur pada orang yang ada di seberang.

'' . . . ''

''OK, Thank’s!’’

KLIK!!!

''HAHH!! PABO!!! Untuk apa dia kemari?! Apa yang sedang direncanakannya?! SIAALLL!!?’’ Teriak Arthur emosi sambil memukul meja didekatnya. Melampiaskan kekesalannya selama ini. Sepertinya Arthur melupakan kalau di hadapannya masih ada Gadis yang sedari tadi memperhatikan setiap gerak gerik perubahan sikap Arthur.

Ini membuat Erina agak takut dengan Arthur. Sikap Arthur yang bisa tiba-tiba berubah itu sungguh mengerikan. Bahkan sanggup membuat Erina terdiam kaku.

‘’Hah, Maaf, Erina! Membuatmu takut,’’ Ucap Arthur setelah berhasil menguasai dirinya sendiri.

‘’Ahh, Ne tidak apa-apa. Ehm, masih adakah yang mau dibicarakan?’’ Tanya Erina lembut.

‘’Ehm, ada sih. Nanti siang tolong temani Saya saat pertemuan dengan Presdirut baru. Penyambutan. Dan ini hanya Meeting Internal terbatas. Bisa, kan?’’ Tanya Arthur berharap Erina bisa menemaninya.

‘’Ehmm, baiklah. Saya permisi dulu?’’ Erina pamit beranjak meninggalkan Arthur.

‘’Ya, nanti Aku kabari lagi. Terima kasih, Erina!’’ Ucap Arthur lembut.

Erina membalas dengan senyum tipisnya dan membungkuk hormat sesaat setelah itu hilang di balik pintu.

BLAM!!!

‘’HAH, Dia pergi!’’ Arthur memandangi kepergian Erina dengan hati sedih.

Ia semakin resah dengan keadaan ini. Semakin bingung mengapa keadaan menjadi semakin rumit. Terlebih kehadiran seseorang semakin menjadikan semuanya runyam. Ia tidak mengerti lagi harus bagaimana.

@ Ruangan M. Pemasaran

Erina tampak ingin menangis dengan semua keadaan ini. Ia tidak sanggup menahannya lagi. Ini terasa berat baginya. Ia menyerah. Ia tidak bisa bersikap seolah semuanya tampak baik-baik saja. Pertemuan dengan Pria itu merubah segalanya. Dengan situasi yang telah berubah.

                                                                 💘

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status