Hal ini sontak membuat mereka berdua terutama Zhafar mengeram tertahan.
“Ahh!! Astaga! Ya Tuhan! Cobaan apa lagi ini?? Please! Saya tidak kuat kalau lama-lama harus seperti ini! Kuatkan Saya, kumohon!” Ucap Zhafar sembari menahan semuanya dan menengadahkan kepalanya.
“Akh, astaga! Aduh bagaimana ini? Maaf, Aku tidak sengaja, jinjja! Bagaimana kalau dia menahan marah? Ukhh, Kau bodoh, Eritha-a!” Rutuk Eritha lirih yang kesal pada dirinya sendiri, bisa-bisanya melakukan kebodohan kepada Bossnya sendiri.
Jinjja!
Saat Eritha mengucapkan kata-katanya, Zhafar hanya menunduk menatap Eritha dan mencoba menenangkan semuanya.
“Astaga! Ada apa lagi di sini? Astaga! Ada apa dengan gedung ini? Kumohon, Ya Tuhan, selamatkanlah kami berdua. Lindungilah kami dari hal-hal yang berniat mencelakai kami. Aamiin!” Zhafar berdoa dalam lirihnya ucapannya dan mampu didengar oleh Eritha dan itu mampu membuat hati Eritha menghangat seketik
BRUK!!! “Kyaaa!!!” Pekik Eritha saat tubuhnya tiba-tiba terhuyung ke belakang dan membentur lantai namun ternyata tidak sepenuhnya membentur lantai, ia merasa ada tangan kekar yang menghalau tubuhnya agar tidak menyentuh lantai secara langsung. “Hahhh ... Hahhh ... Hahhh ... Kau ... Kau ini!” Nafas Zhafar memburu dan ia menahan kata-katanya dan secepat kilat kedua tangannya menahan kedua pergelangan tangan mungil Eritha. Menggenggamnya erat di kedua sisi tubuh gadis ini. Apalagi posisi tubuh keduanya, sungguhlah membahayakan. Tubuh Zhafar berada di atas tubuh Eritha. Eritha menahan nafasnya sejenak dan hanya terdiam menatapi Pria tampan di atasnya ini. Ia sudah tidak sanggup melawannya lagi, tenaganya sudah habis. Ia menyerah. Nafasnya memburu tanda debaran jantungnya juga tidak normal. Ia seperti sedang menjalani terapi jantung untuk kedua kalinya. Jinjja! Zhafar juga hanya terdiam menatapi gadis di ba
“Hah! Sejak kapan ia melepas jasnya? Mau apa dia?” Eritha masih saja terdiam mengamati pergerakan seductive dari Zhafar. Mengamati ketika tangan Zhafar membuka dasi dan kancing kemeja atasnya.Bahkan saat melakukan hal itu, Zhafar seperti tidak menganggap Eritha ada di depannya.Hal sexy ini mampu membuat Eritha menggigit bibir bawahnya secara tidak sadar. Gerakan kecil dari Eritha ternyata di sadari oleh Zhafar, lalu membuatnya tersenyum tipis.Sikap Zhafar sungguh berbeda dengan sikapnya selama ini saat menghadapi seorang gadis.Kali ini berbeda. Zhafar ingin memastikan apakah hatinya hanya tertuju saja pada Erina atau tidak! Apakah saat ini dirinya masih memikirkan Erina atau tidak? Ataukah ia sudah siap untuk Move on!Molla.Zhafar ingin bermain-main sebentar.Gerakan tiba-tiba Zhafar mampu membuat Eritha gelagapan.“Yakh! Apa yang Kau lakukan?” Sergah Eritha saat sal
“ . . . ” Eritha masih setia mendengarkan semua penjelasan dari Zhafar sambil terisak. “Sekarang Aku minta, tolong Kau lindungi Erina dari Pria itu dan Mamanya. Sebisa mungkin jangan biarkan mereka berdua bertemu! Aku mohon padamu?” Zhafar memelankan suaranya sambil memandang mata Eritha dalam dan semakin sendu. Pandangannya menunduk. TES! “Akh! Apa ini? Air mata? Hah? Apa dia barusan menangis? Menangisi tentang semuanyakah? Astaga! Sedalam itukah perasaannya pada Erina? Atau yang lain? Molla, tapi . . . hatinya saat ini benar-benar sedang kacau dan hancur. Aku mengerti sekarang. Hahh . . . ” Ucap Eritha dalam hati saat ia sudah berhenti menangis dan beralih menatapi Zhafar dalam diam. “Ehm . . . Baiklah. Aku akan membantumu, sebisaku. Akan Aku jaga Erina sebisaku,” Ucap Eritha yang berhasil mendamaikan hati dan perasaan Zhafar. Pria ini beralih menatap Eritha dengan senyum manisnya yang belum pernah Pria ini berikan pada gad
💔 “Loh, sepi di sini? Tadi kulihat ada vas bunga yang jatuh di sini. Ehm . . . Akh, itu dia! Ehm . . . Vas ini jatuh??? Kenapa bisa?? Siapa yang menjatuhkan? Aneh, ehm . . .” Suara Pria terdengar jelas oleh Eritha dan Zhafar. Bahkan suara petugas itu yang berjalan mendekati ruangan kerja Zhafar juga terdengar. Hal itu membuat Eritha dan Zhafar menahan nafasnya untuk sejenak. Sebuah cahaya menelisik dan menembus ke dalam ruangan kerja Zhafar walaupun sedikit. Zhafar pun memahami bahwa itu adalah cahaya senter dari petugas patrol di luar sana. Zhafar memejamkan kedua matanya saat cahaya senter itu berhenti menelisik pada kakinya yang masih terjulur, Zhafar menyadari hal i
Bagaimana dengan Eritha? Gadis manis ini begitu terharu dan tersentuh saat Pria tampan yang kedudukannya nomor 1 di Perusahaannya mengatakan hal manis seperti itu pada seorang gadis terlebih hanya karyawan biasa, apalagi mereka berdua belum terlalu kenal dekat satu sama lainnya. Hal itu sangatlah ajaib! Mengingat desas-desus yang beredar, sikap, dan pembawaan Zhafar seperti itu yang selalu terkesan dingin, angkuh, cuek dan sombong, hal itu sangatlah aneh di mata Eritha dan sekaligus mengesankan bagi dirinya. Eritha masih terpana akan semua kata-kata Zhafar yang begitu perhatian padanya. “Akh, ne. Baiklah,” Ucap Eritha malu apalagi mendengar semua perkataan dari Zhafar barusan seakan memberinya kesempatan untuk dekat dengan Pria ini. Seakan-akan Pria ini sedang berusaha membuka hatinya untuk gadis lainnya, tapi apakah bisa secepat itu? Yang benar saja? Eritha dilanda kegelisahan di hatinya. “Apa Kau perlu s
Zhafar sebegitu perhatiannyakah pada dirinya? Pertanyaan itu terus-terusan berputar di fikiran Eritha. Jinjja. Zhafar menegakkan badannya kembali dan beranjak menuju kursi dan mengajak Eritha duduk. “ . . . ” Eritha masih saja terdiam mencerna semua kata-kata Zhafar hingga seruan menyadarkannya. “Kajja! Silakan duduk! Apa Kau mau terus-terusan berdiri di situ sambil melihat Aku makan, ha?” Ucap Zhafar tenang dan datar. “Akh, Ne. Terima kasih,” “Ha? Tumben sekali Kau mengucapkan kata itu? Hahha,” Ledek Zhafar sambil tersenyum jahil. “Yakh! Apa maksudmu? Hishh,” Ucap Eritha tidak terima dan duduk di kursinya memperhatikan Zhafar melangkah menuju kursi di depannya. Mereka kini duduk berhadapan tanpa bertanya sedikitpun, hanya terdengar suara Zhafar memainkan handphonenya. Sementara Eritha hanya duduk tenang di kursinya. Mencerna semua perlakuan manis dan lembut Pria di depannya ini yang sedang sibuk dengan dunianya s
“ . . . ” Zhafar hanya diam saja mengamati dan mendengarkan semua perkataan juga perasaan gadis ini. Ia juga teringat kalau saat mabuk, orang akan mengeluarkan semua fikiran yang membebaninya dan akan sangat jujur. Dan ia merasakan gadis ini sedang galau. “Aku payah sekali, masa tidak tahu kalau Erina dengan Arthur sudah tunangan. Jinjja! Sahabat macam apa Aku ini? Hishh! Tapi jujur, Erina dengan Arthur itu sangat cocok sekali. Seperti menyerupai satu sama lainnya. Entah kenapa, ya? Aku hanya senang saja melihat mereka berdua. Kau jangan marah, ya Tuan Zhaff?! Tenang saja, Aku akan melindungi Erina,” Eritha semakin tidak jelas dan membuat Zhafar menggelengkan kepalanya pelan mencoba menahan perasaan kesalnya saat gadis ini membahas Erina dan Arthur. “Hahh, Kau ini! Sudahlah, kita pulang saja!” Ajak Zhafar segera agar Eritha tidak semakin melantur. Namun saat akan berdiri dari duduknya, ia dikejutkan oleh ucapan Eritha hingga membuatnya terduduk kembali.
Zhafar segera menopang tubuh Eritha dan mendekapnya. Ia juga meraih tasnya dan juga tas gadis ini. Ia memeriksa kunci mobil dan handphonenya dan handphone gadis ini. Setelah dipastikan lengkap, Zhafar segera keluar dari kedai makan tersebut. Ternyata Zhafar sudah membayarnya di awal sesaat sebelum memasuki kedai, saat berada di dalam mobil. Yaa, Zhafar membayar lebih untuk segala kebutuhannya dan disambut hangat oleh mereka. Zhafar sudah duduk di kursi mobilnya setelah sebelumnya menidurkan Eritha di kursi tengah. Ia menatapi gadis ini dengan pandangan khawatir. Lantas ia menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju kediaman Eritha. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih hampir 30 menit, mereka tiba di depan sebuah rumah yang tergolong cukup mewah. Rumah tingkat dua tapi halamannya tidak terlalu luas ini terlihat sepi, bahkan tidak ada mobil di garasi. Zhafar melihat jam di pergelangan tangan kirinya. “Hah? Jam 10 mal