Share

Not a Week
Not a Week
Author: LiEunSaVaLove

NaW: SATU

Suara deru mobil menandakan mobil sedang disetir. Seorang wanita muda dan gadis yang baru menginjak masa dewasa duduk bersebelahan. Sayangnya, aura mereka terlihat berbeda.

Taylor melihat pemandangan dengan kedua lengan dilipat di depan dada. "Ma, aku sudah bilang. Aku bisa menjaga diri dan tidak akan mengundang siapa pun."

Gadis dengan rambut diurai berusaha membuat sang mama tidak menitipkannya pada pria yang pernah dia lihat sebelumnya.

"Mama tahu. Tadi ada berita tentang perampok yang masuk ke rumah orang, lalu menyekap dan membunuh. Mama tidak ingin hal itu terjadi padamu. Mama sudah kehilangan Papamu. Tidak lagi, Tay." Sulit membuat sang mama berubah pikiran.

Terpaksa, Taylor harus menuruti permintaan Mama. Taylor menghela napas pasrah.

Sebelum sampai tujuan, Taylor berusaha berpikir, jikalau Dave melakukan sesuatu yang menyebalkan. Hubungan Taylor dan Dave memang tidak pernah akur.

Saat itu umur Taylor 6 tahun. Dave selalu menggendong Taylor untuk sengaja menjauhi Taylor dari orang tua. Itu dilakukan dengan sengaja, karena Dave suka dengan reaksi Taylor yang selalu dijahili.

Setiap Dave datang ke rumah Keluarga Spark, Taylor langsung bersembunyi, tetapi selalu saja Dave menemukannya. Jika sudah berada di tangan Dave, Taylor harus berontak dengan cara menangis.

Pikiran Taylor buntu. Semua cara penolakan Dave pasti tidak akan berlaku. Apalagi Taylor akan menginap di rumah Dave, yang peraturannya sudah Dave buat.

Dengan malas, Taylor menggeret koper sambil mengikuti mama menuju pintu utama yang telah terbuka. Di pintu juga sudah ada Dave yang menunggu dengan minuman hangat di tangan.

"Selamat datang, gadis dinginku." Senyum jahil muncul di wajah Dave.

Tina memukul lengan Dave lumayan kencang. "Jangan menggoda anakku. Dia baru saja memasuki masa remaja. Aku titip dia beberapa minggu. Perusahaan Johan harus kuatur mulai sekarang. Aku tidak tahu akan pulang kapan-"

"Tidak tahu?" Taylor terkejut. "Mama bilang akan pulang secepatnya," lanjutnya merasa kecewa. Pasal, ucapan sang mama berbeda.

"Iya, secepatnya, tapi belum tahu kapan. Perusahaan papamu di sana sangat besar. Jadi, Mama akan sangat sibuk," balas Mama menatap Taylor dengan arti 'Mohon-jangan-melawan.'

Senyuman Dave semakin melebar. Rasa ingin mengganggu Taylor mulai meningkat. "Dengarkan ucapan Mamamu. Selama kamu tinggal di sini, jangan buat Mamamu kecewa."

Taylor menatap Dave dengan tidak suka.

"Ya sudah. Mama tinggal sekarang. Jangan nakal, Tay. Kamu juga, Dave." Mama bernama Tina mulai meninggalkan tempat.

Dari sini hati Taylor mulai tak nyaman. Taylor tidak akan tinggal sendiri, ada makhluk hidup yang akan mengganggu hidupnya dalam jangka waktu yang entah sampai kapan. Sekarang saja, Taylor yakin, jika Dave sedang tersenyum penuh kemenangan.

"Ayo, masuk, gadis dinginku," ajak Dave dengan satu tangan yang merangkul pinggang kecil Taylor.

Taylor langsung mencengkeram tangan besar Dave dengan kencang. "Aku bukan anak kecil lagi yang bisa kamu jahili, Paman Jo. Jangan menyentuhku, atau tanganmu kupatahkan sekarang." Setelah mengancam, Taylor langsung memasuki rumah layaknya rumah sendiri.

Dave tertawa melihat perilaku Taylor yang sangat berbeda sekali. Bisa dimaklumi, karena Taylor baru saja ditinggal selamanya oleh Johan Spark, Papa Taylor dan sahabat Dave.

Berdiri di tengah rumah yang belum pernah didatangi, membuat Taylor memperhatikan sekitar dengan seksama. Dulu, Dave yang selalu datang ke rumah Keluarga Spark.

"Aku tidak menyiapkan jebakan. Kamu terlalu mencurigaiku," sahut Dave yang sudah berdiri di sebelah Taylor, sambil meminum minuman yang dipegang.

"Mengingat perilakumu yang menyebalkan dari dulu, membuatku harus sangat berhati-hati," balas Taylor sambil menatap Dave. "Sekarang tunjukkan kamarku, Pak tua."

Dave berjalan lebih dulu, sambil meminum minumannya lagi. "Aku lebih suka panggilan Paman Jo, jangan Pak tua."

"Ingat saja umurmu yang sudah kepala tiga," balas Taylor dengan cepat.

"Masih banyak yang mengira aku anak muda," balas Dave lagi tak mau kalah.

Taylor diam, bukan berarti kalah debat, tetapi tidak ingin bertambah kesal. Biarkan Dave merasa bahagia.

"Ini kamarmu. Kamu tinggal di rumahku dengan peraturan rumahku, jadi turuti dan jangan buat aku marah. Sudah menjadi tanggungjawabku untuk menjagamu-"

"Jangan bertele-tele," potong Taylor yang sudah lelah berdiri.

"Baiklah. Pertama, dilarang pulang sampai tengah malam. Kedua, dilarang membawa orang asing. Ketiga, jika butuh sesuatu, datangi saja aku atau pelayan. Keempat ... " Dave sengaja berhenti bicara, membuat Taylor penasaran.

"Apa?"

" ... Dilarang mengunci pintu."

Taylor tidak setuju. Apa tujuan Dave dengan melarang mengunci pintu? Taylor juga butuh privasi. Pasti ini hanya modus saja.

"Aku serius, Taylor. Jika kamu mengunci pintu, aku tidak bisa menyelamatkanmu, jika terjadi sesuatu," tambah Dave.

Taylor memijat pangkal hidung. Tak habis pikir dengan pikiran Dave. Ingin protes, tetapi Dave pasti tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dengan terpaksa, Taylor menyetujui. "Baiklah. Terserah."

Memasuki kamar luas dengan nuansa girly, membuat Taylor bingung. Taylor menatap Dave untuk meminta penjelasan.

"Aku tahu, kamu memintaku untuk menjelaskan." Dave mendekati Taylor, ikut memperhatikan kamar yang sudah didekorasi. "Aku memang belum menikah, tapi kamu sudah kuanggap sebagai anak. Kamar ini kudekorasi sudah sangat lama, dari pertama kali kita bertemu saat umurmu tujuh tahun. Aku selalu menyuruh pelayan untuk membersihkan kamar ini."

Tawa tidak percaya Taylor keluar. Menggeleng kepala, karena semakin bingung dengan cara berpikir pria di dekatnya. "Ini akibat Paman tidak menikah." Taylor mulai mengeluarkan barang-barang dari koper.

"Kamu ingin sekali aku menikah. Wanita saja aku belum punya."

Dave membuat Taylor terkekeh. "Astaga. Tidak ada wanita satu pun yang menyukaimu? Omong kosong. Biar kucarikan."

"Tidak," tolak Dave dengan cepat. "Fokus saja pada sekolahmu. Masalah wanita bisa kuurus nanti."

"Nanti? Kapan? Sampai aku menikah? Sampai aku punya anak? Sampai aku sudah-"

"Taylor." Suara berat Dave membuat Taylor menelan ludah. Jika Dave sudah serius, maka tatapannya berubah menjadi tajam. "Selesaikan urusanmu, akan kutunggu di lantai satu."

Taylor ditinggal begitu saja. Seharusnya, Taylor tidak perlu mempedulikan urusan asmara Dave. Namun, rasanya menjengkelkan, jika Dave belum memiliki pendamping hidup. Yang akan dijadikan sasaran keusilan pasti Taylor.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Kikiw
Dave, sus nih
goodnovel comment avatar
Veedrya
Masuk akal sih om, tapi kan harusnya om punya kunci cadangan... Pake dong ah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status