Mobil hitam Fortune kembali berhenti di halaman sekolah. Taylor yang sudah bersiap keluar mobil, ditahan sementara oleh Dave.
"Hubungi aku, kalau sudah selesai, dan fokus pada pelajaran. Kalau asmamu kambuh, lebih baik pulang cepat saja."
"Iya, aku mengerti. Tepat setelah bel pulang sekolah, akan langsung kukabari. Aku duluan." Taylor langsung keluar, dan berlari kecil, karena bel masuk telah berbunyi.
Ketika Dave ingin memanggil, Taylor lebih dulu menoleh. "Berhenti memberi wajah genitmu. Itu menggelikan." Setelah itu, pergi begitu saja ke sekolah.
Dave tertawa, karena Taylor mengerti apa yang dimaksud. Melihat Taylor tidak sampai mengurung diri berhari-hari, membuat Dave merasa tenang. Akan tetapi, dengan masuknya kembali ke sekolah, Dave merasa ada yang akan terjadi pada Taylor.
Ketika Taylor sudah menghilang dari pandangan, Dave mulai menjalankan mobil ke perusahaan.
Taylor memasuki kelas dengan santai, karena guru belum datang. "Selamat
"Beruntung sekali, Nona Spark akan pulang siang ini. Perhatikan kembali kesehatanmu. Terlalu banyak berpikir dan emosi berlebihan, juga menyebabkan asmamu kambuh," lekas dokter pada Dave dan Taylor. "Ingat, pelajari cara-cara menangani diri tanpa inhaler." "Baik, dok. Akan saya ajarkan dia," balas Dave sopan, setelah menaruh gelas kosong yang baru diminum Taylor. Taylor merasa lega, tidak tinggal di rumah sakit berhari-hari. Dulu, saat masih anak-anak, Taylor sempat dirawat hampir satu bulan. Itu karena tubuh Taylor belum kuat menahan asma, dan itu cukup membuat Taylor bosan. Lebih baik dirawat di rumah, daripada rumah sakit. "Aku bawakan jaket untukmu. Aku juga menemukan inhaler di meja belajarmu. Kemarin, kamu bilang inhaler hilang." Dave menatap Taylor dengan intens. "Hilang atau ketinggalan?" "Sepertinya, ketinggalan. Kemarin aku terburu-buru, tapi aku merasa sempat memasukkan inhaler ke tas," jawab Taylor, dengan ingatan yang sedikit lupa.
Mobil hitam Fortune kembali berhenti di halaman sekolah. Dave tidak pernah bosan mengantar Taylor sekolah. Melihat wajah semangat Taylor, membuat Dave juga ikut bersemangat."Gadis dingin," panggil Dave, ketika Taylor baru saja keluar dari mobil. "Dengar, jangan dekati lagi Brian dan Riley. Mereka sudah membuatmu kambuh parah."Ada sedikit ketidaksetujuan Taylor. Mengapa hanya menyalahkan Brian dan Riley, jika pelaku utama adalah Dave?"Aku tahu, aku yang memulai segalanya. Tapi, mereka bahkan melakukan hal buruk yang lebih besar," lanjut Dave, yang mengerti dengan tatapan tidak setuju Taylor."Paman Jo fokus saja dengan pekerjaan. Masalah sekolah, aku bisa menanganinya. Aku duluan." balas Taylor, langsung pergi meninggalkan Dave.Ada sesuatu yang kurang. Taylor menoleh pada Dave, berharap diberikan sesuatu seperti dulu. Namun, Dave terlihat bingung, ketika Taylor memberi tatapan."Sudahlah. Dia tidak peka," gumam Taylor, lalu melanjutkan ja
Sudah seperti bodyguard, Sally menemani Taylor pulang hingga Dave datang menjemput. Padahal, Taylor sudah menolak, tetapi Sally memaksa."Terima kasih, sudah menjaganya." Dave berbicara pada Sally melalui jendela mobil yang terbuka."Sama-sama, Paman. Aku sebagai ketua kelas harus bertanggungjawab juga akan kesehatan murid kelas," balas Sally dengan sopan.Melihat perilaku Sally yang begitu baik dan peduli, Dave memilih mempercayai Sally untuk menjaga Taylor di sekolah. Tidak ada lagi bersahabat dengan murid laki-laki. Boleh saja, tetapi jangan terlalu dekat."Terima kasih ....""Sally, namaku Sally.""Terima kasih, Sally. Saya harap, kamu mau menjaga Taylor selalu."Sally dengan senang hati akan melakukannya. "Tenang saja, Paman. Ingat, saya ketua kelas, dan itu sudah jadi tanggungjawab. Aku tidak akan membiarkan hal buruk menimpa Taylor. Jaga kesehatanmu, ya, Tay." Sally pun memberi lambaian tangan.Balasan Taylor hanya lamba
Sudah terbiasa bangun pagi, Dave dengan sengaja tidak turun dari ranjang. Melihat Taylor yang tidur dengan nyenyak, mampu membuat Dave betah menatap dan tersenyum.Hampir memakan banyak waktu, Dave tersadar karena suara alarm Taylor yang berbunyi."Gadis dingin, bangun. Kamu harus sekolah." Suara Dave yang serak di pagi hari, mampu membius para wanita di sebelahnya, tetapi tidak pada Taylor. Tidak ada pergerakkan dari Taylor, sepertinya Taylor mengantuk berat.Dave teringat cara untuk membangunkan Taylor yang sulit bangun. Saat Taylor berumur 10 tahun, Dave selalu menggunakan cara ini.Kedua pipi Taylor dikecup bergantian. Tidak hanya pipi, tetapi dahi dan hidung juga. Kenapa dikecup? Itu akan membuat Taylor risih dan terbangun. Cara itu selalu berhasil."Lima menit lagi." Taylor mulai tersadar. Sempat berpindah posisi untuk membelakangi Dave."Tidak bisa, nanti kamu telat, lalu menyalahkanku," tolak Dave, yang kembali ingin mengecup pipi Ta
Calon dan senior model saling memegang naskah masing-masing. Taylor fokus dengan isi naskah, sedangkan mata Sidney tidak pindah dari wajah Taylor."Aku membawa gunting di tas. Jangan sampai guntingku menancap di matamu," ancam Taylor, yang masih fokus pada naskah.Sama seperti Dave, ancaman Taylor tidak ampuh pada Sidney. Reaksi yang sama, yaitu tertawa."Dengan perilakumu seperti itu, kamu tidak akan bisa menjadi model. Ekspresi kaku. Kenapa Pamanmu berniat sekali menjadikanmu model?" Dengan punggung menyandar pada sandaran kursi, serta kaki kanan yang dinaikkan pada paha kiri, membuat Sidney terlihat menawan. Bagi para penggemar.Tidak dengan Taylor, yang sekarang sedang menatap tajam. "Sebagai rekan, harusnya kamu mengajari calon model yang berekspresi kaku ini. Mulutmu tidak ada bedanya dengan mulut Ibu-ibu."Salah satu ujung bibir Sidney menaik, ketika berjalan mendekati Taylor. Bisikan Sidney terdengar tepat di telinga Taylor, ketika tubuh Si
Bersiap untuk masuk ke sekolah bersama Sally, Dave menghentikan Taylor untuk memberi pesan."Gadis dingin, aku sudah meminta ijin pada wali kelasmu. Ingat, saat istirahat, aku akan menjemputmu, lalu langsung menuju lokasi shooting.""Paman Jo kabari saja, kalau sudah sampai di sini," balas Taylor seakan sudah tahu. Padahal, Dave baru memberitahu sekarang.Dave hanya mengangguk, sambil memberi acungan jempol. "Aku pergi dulu. Fokus dalam pelajaran."Lagi dan lagi, Taylor menghela napas, kali ini dengan kasar. Tidak ada lagi mata genit dan kecupan jarak jauh. Apakah karena Dave akan menikah dengan Donna, atau Dave sudah tidak ingin melakukannya lagi karena Taylor tidak suka?"Tay, memangnya, kamu akan shooting apa? Sahabatku menjadi artis!" Sally yang sedari tadi berdiri di sebelah Taylor, berteriak gembira, membuat Taylor menutup mulut sang ketua kelas."Jangan berteriak. Aku tidak ingin ada yang mengerumuniku." Setelah Sally mengangguk, Tayl
"Taylor, ceritakan pada kami. Bagaimana kamu melakukan shooting iklan kemarin? Tanpamu di kelas, rasanya hampa sekali." Sally mengoceh sedari awal duduk di kelas."Semua berjalan lancar. Antara dua atau tiga hari, iklan akan terpampang di televisi kalian. Semoga saja wajahku diburamkan."Pernyataan Taylor membuat Sally dan teman-teman tertawa. Mereka menganggap itu sebagai candaan, tetapi tidak bagi Taylor. Taylor bahkan berharap wajahnya tidak terlihat ditelevisi. Pemikiran yang aneh."Kalau sudah resmi ada iklannya, aku akan membeli parfum itu." Judie, salah satu teman Sally berkomentar."Aku juga!" Diikuti teman-teman perempuan lain.Seperti yang Taylor katakan di pabrik. Parfum terbaru yang Dave resmikan pasti akan terjual laris. Belum diresmikan saja, sudah banyak yang bersiap, apalagi sudah diresmikan?"Berarti, kamu akan kehilangan banyak pelajaran sekolah? Karena kamu jadi model, pasti waktumu tidak cukup untuk belajar," imbuh Sally.
Tanpa aba-aba, Taylor sudah seperti orang kesurupan. Rambut Donna langsung dijambak, supaya menjauh dari Dave. Tidak peduli dengan Donna yang meronta-ronta kesakitan, Taylor tetap menarik Donna hampir ke pintu utama.Dave yang terkejut memilih untuk memakai baju yang sempat dilepas, lalu dengan cepat melepas jambakan Taylor. "Kasihan dia. Kenapa kamu menjambaknya?""Kenapa? Paman pikir saja sendiri! Ingin bercinta di tempat terbuka? Sekalian saja di tengah jalan! Katanya ingin mempersiapkan acara pernikahan." Taylor sungguh mengeluarkan amarahnya kali ini. Tidak peduli dengan asma."Dengar dulu, jangan emosi berlebihan, Taylor. Asmamu bisa kam-""Aku tidak peduli! Kali ini tidak peduli! Aku tidak suka lihat Paman dengannya yang asal bercinta! Kalian sudah seperti hewan! Menjijikan!""Hey! Dengar, ya, anak kecil! Asal kamu tahu saja. Aku dan Dave sudah lama berhubungan seperti ini, jadi kamu tidak punya hak untuk mengatur!" Donna melawan, setelah me