Begitu melihat nama orang yang menelponnya, Wahyu memutuskan untuk mengabaikannya. Ia hanya mematikan suara ponselnya. Wahyu kembali naik ke atas ranjang. Sebelumnya ia melepas celananya, mata Nur melotot saat melihat Wahyu yang tanpa busana. Cepat Nur membuang pandangannya, jantungnya berdegup lebih cepat lagi, ia merasa tubuhnya panas dingin jadinya.
Wahyu langsung menindih Nur yang masih memakai penutup segi tiganya.
"Siapa Kak?" Tanya Nur saat tatapan mereka bertemu. "Tata" jawab Wahyu singkat."Tata?" Nur mengernyitkan keningnya, karena merasa asing dengan nama itu."Orang yang ingin beli rumah""Kenapa tidak dijawab, Kak""Saat ini, ini lebih penting dari segalanya" Wahyu mengecup bibir Nur, membuat Nur tersipu kaNur ke luar dari kamar setelah selesai mandi. Nur mengernyitkan keningnya saat tak melihat siapa-siapa di ruang tengah."Kak!" Nur memanggil Wahyu yang tidak terlihat, ia menuju ruang tamu. Dilihatnya Wahyu menutup pintu pagar dengan payung di tangannya. Nur menunggu Wahyu di teras rumah, Wahyu berjalan mendekatinya."Sudah pulang ya, Kak""Iya""Aku jadi malu, pasti ibu pikir aku ....""Aku sudah jelaskan ke ibu dan nenek, kalau kamu kelelahan karena harus kerja rodi semalam" Wahyu masuk ke dalam rumah diikuti oleh Nur."Kerja rodi?""Hmmm, yang tadi malam""Yang tadi malam?" Nur mendongakan wajahnya dengan kening berkerut menatap Wahyu, ia sungguh tidak mengerti apa yang dimaksud Wahyu dengan kerja rodi.
"Nur" Wahyu melingkarkan tangannya di tubuh Nur, beruntung Wahyu tinggi, dan lengannya panjang, jadi masih bisa melingkari tubuh besar Nur. Didekap Nur dengan penuh kelembutan."Kakak mau apa?" Nur mendongakan wajah, rasa jengah menyergap perasaannya. Sikap Wahyu terasa begitu manis baginya. Membuat bunga terasa bermekaran di dalam hatinya. Membuat senyum, merekah indah di bibir Nur"Mau seperti yang aku bisikin tadi." Wahyu menundukan wajah, digigit puncak hidung Nur dengan gemas."Masih siang, Kak," wajah Nur cemberut, nada suaranya merajuk manja."Memang dosa ya kalau siang-siang begituan, yang pentingkan bukan bulan Ramadhan, Nur," bujuk Wahyu. Ia tak mau menyerah, sebelum keinginannya bisa ia dapatkan."Nanti mandi lagi dong, Kak," Nur masih berusaha menolak."Jangankan harus mandi sekali lagi, seratus kali juga aku tidak keberatan. Asal
"Haah, jadi tadi Kakak mengigau!?""Mengigau? Aku bicara apa, Nur?""Enghh, ehmmm, tidak jelas, Kak, Kakak bicara apa, Kakak mandi dulu, setelah itu kita makan," sahut Nur, wajahnya memerah, ia malu kalau harus mengatakan apa yang diucapkan Wahyu tadi. Nur bangkit dari duduknya."Ayo, Kak, mandi""Ehmm, iya." Wahyu tersenyum, dan senyumnya semakin lebar sambil menatap punggung Nur yang meninggalkan kamar.'Hhh, imageku tetap terjaga sebagai pria cool. Kenapa juga harus kelepasan bicara seperti tadi, memalukan! Untung dapat akal, pura-pura mengigau. Pintarkan aku, hmmm'Setelah mandi, Wahyu menemui Nur yang sudah siap di meja makan, dengan lauk haruan bebanam, cacacapan asam (mangga).Mereka makan dalam diam, hanya Wahyu sesekali melirik istrinya.'Bagaimana tidak gendut, Nur. Makanmu lumayan banyak, tapi tak apalah, bebini lamak nyaman kawa guring kada betilam (beristri gendut, enak bisa tidur tidak pakai kasur)'
Nur sudah masuk kembali ke dalam kamar mandi. Wahyu memijit kepalanya yang terasa sakit.'Ya Tuhan, inikah balasan dariMu, balasan atas kesalahanku, yang sudah mengabaikan istriku selama satu tahun. Baiklah, aku terima semua ini dengan lapang dada, meskipun aku harus menahan rasa sakit di kepala'"Hhhh, rugi deh, sudah minum jamu pakai telur ayam kampung dua biji, eeh lapangannya tidak bisa dipakai main bola, karena becek. Nasiiiib!" Gerutu Wahyu sambil mengelus-elus adiknya.Tiba-tiba ia menyadari, kalau ia sudah polos di bawah selimut, ia langsung menyingkap selimut, dan bermaksud kembali mengenakan pakaiannya. Tapi baru saja Wahyu beringsut ingin turun dari ranjang, Nur ke luar dari kamar mandi, dengan tatapan tertuju langsung ke arah Wahyu."Kak!" Mata Nur melebar menatap Wahyu.'Ya Tuhan, habislah terhempaskan ke cool an ku, aaah sudah terlanjur basah, mandi aja sekalian. Lapangan becek, main aja dipinggir lapangan, bisakan? Tidak dosakan?'
Beneran ini istrinya, Bang Wahyu?" Tanya Tata, masih tak percaya."Ya benarlah, kenapa? Apa perlu aku perlihatkan surat nikah kami. Nur kamu bawa surat nikah kita tidak? Perlihatkan sama dia, biar dia percaya!""Kakak, masa ke undangan bawa surat nikah sih.""Surat nikahnya di rumah, terserah kamu mau percaya atau tidak, tapi wanita cantik yang bersamaku ini, dia adalah istriku tercinta. Oke, Bu Tata, kami mau ke sana dulu." Wahyu menunjuk ke arah beberapa orang, yang berdiri tidak jauh di depannya. Digenggam jemari Nur dengan erat. Nur menganggukkan kepala, sebagai tanda pamit pada Tata. Tata mengikuti kemana Wahyu, dan Nur melangkah."Nggak ada perempuan lain apa, Bang? Istri lo, segemuk gajah! Mana cocok sama lo, Bang Wahyu, lo cocoknya sama gue," gumam Tata sendirian dengan suara pelan."Nur, wajahmu jangan murung begitu dong, nanti orang mengira jatah bulanan yang aku beri kurang," bisik Wahyu."Kakak!" Nur mencubit pinggang Wahyu gemas."Sak
Seperti biasa, Nur bekerja di butik Bunda Aira. Hari ini ia diminta Bunda Aira untuk menggantikannya melayani pembeli, karena Bunda Aira ada urusan di Banjarmasin.Tiga orang wanita yang baru masuk ke dalam butik membuat Nur terkejut melihatnya."Mbak Tata," desis Nur sambil mengerjapkan matanya tidak percaya. Tapi Nur berusaha menyambut mereka dengan sikap profesional."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Tawar Nur saat mendekati mereka. Tata menatap Nur dengan keterkejutan yang sama seperti Nur juga. Dua orang teman Tata dilayani olah pegawai butik lainnya."Kamu ... kamu istrinya Bang Wahyu kan?" Tata menunjuk Nur dengan jari telunjuknya."Iya," Nur menganggukan kepalanya."Ini butikmu?""Bukan, saya hanya pegawai di sini," jawab Nur pelan."Heeh, sudah aku duga. Mana mungkin orang sepertimu yang otaknya hanya dipenuhi dengan menu makanan bisa punya butik sebagus ini" cibir Tata, ia memilih-milih pakaian di sana.Ingin sekali Nur
Begitu sudah memasuki daerah perumahan mereka, mobil itu melaju mendahului Nur. Lalu berhenti di depan pagar. Wahyu, si pria penggoda Nur, ke luar dari dalam mobilnya. Dibuka kunci pagar, dibuka pintu pagar selebarnya. Tapi ia tidak memasukan mobilnya, tapi menunggu wanita yang tadi ia goda tiba. Nur langsung memasukan sepeda melewati hadapan Wahyu yang menunggunya. Wahyu masuk ke mobil, dan memasukan mobil ke halaman. Lalu ia menutup, dan mengunci pintu pagar, baru memasukan mobilnya ke dalam garasi yang sudah dibukakan Nur pintunya, karena pintu garasi memang tidak dikunci, hanya ditutup saja.Nur masuk melewati pintu depan, ditutup, dan dikunci pintu, baru ia membukakan pintu tembus dari garasi ke ruang tengah."Nur!" Wahyu yang masuk lewat pintu tembus menggapai lengan Nur."Apa, Kak?""Kenapa tadi digodain diam saja?""Malu, Kak, masa bicara di jalan," sahut Nur yang sedang merasa tidak enak perasaannya, karena kejadian di butik hari ini. Ia merasa harus
Wahyu ke luar dari ruangannya, disambut wajah Bayu yang tampak bingung."Kenapa wajahmu seperti orang linglung?" Tanya Wahyu sambil menepuk bahu adiknya."Artis cantik itu kenapa, kok tingkahnya seperti orang kesambet, Kak?""Baru aku tolak cintanya" jawab Wahyu asal saja."What!? Dia'kan tahu Kakak punya istri, masa cantik-cantik ingin jadi pelakor, hilang deh respekku sama dia. Biar cantik kalau kelakuan minus, aku juga ogah sama dia!""Memang dia mau sama kamu. Kalau dia naksir kamu, tidak mungkinlah dia bilang cinta sama aku!" Seru Wahyu bernada bangga."Kita ini apa bedanya ya, Kak, ganteng sama, gagah sama, pintar sama, kaya sama. Tapi aku selalu kalah oleh Kakak.""Itu karena aku punya karisma, punya wibawa, dan pria tercool sedunia. Kalau kita cool, wanita jadi penasaran, mereka yang akan mengejar kita, bukan seperti kamu yang mengejar wanita!" Wahyu memberi pencerahan pada adiknya."Tapi karisma, dan wibawa Kakak tidak mempan sama Cantika.""It