Share

Nyawaku Untuk Obatmu
Nyawaku Untuk Obatmu
Author: Hanami Senja

Bab 1

Author: Hanami Senja
Suamiku selalu mengancam akan menceraikanku agar aku berkorban demi adikku. Orang tuaku juga mengancamku dengan hak waris agar aku memberikan semua yang terbaik untuk adikku. Dulu, aku akan menangis dan mengamuk. Tapi saat suamiku mengancamku untuk yang keseratus kalinya dan memintaku untuk mencoba obat itu demi adikku, aku setuju.

Bahkan setelahnya aku memperlakukan adikku dengan sangat baik. Semua orang memujiku karena aku akhirnya menjadi dewasa. Namun, mereka tidak tahu, sebenarnya aku sedang sekarat dan semuanya jadi tidak penting lagi.

Di hari aku didiagnosis kanker, Yuda menyodorkan surat cerai ke hadapanku untuk yang keseratus kalinya.

“Citra, kondisi tubuh adikmu makin memburuk. Dia sudah tidak mampu lagi mencoba obat itu. Jika kita tidak bisa mengembangkan obatnya dalam sebulan, nyawanya bisa dalam bahaya.”

“Kamu dan Yulia adalah saudara kembar dengan gen yang mirip. Dokter bilang kamu bisa menggantikan dia untuk mencoba obat itu. Kalau kamu tidak setuju, ayo kita cerai saja. Lagi pula, adikmu tidak akan hidup lama dan dia ingin aku membantunya untuk mewujudkan harapan terakhirnya.”

Aku mendengarkan dalam diam dan melihatnya dengan serius mengatakan hal-hal konyol.

Sebenarnya sejak awal, saat mereka melihat adikku berkeringat deras saat pengobatan, mereka ingin aku mencoba obat itu untuknya.

Orang tuaku dan suamiku, ketiganya bergantian membujukku.

Itu lebih mirip ancaman daripada bujukan.

Orang tuaku mengancamku, jika aku tidak mencoba obat itu untuknya, aku akan kehilangan hak warisku.

Sedangkan suamiku, dia sudah mengajukan perceraian hampir seratus kali.

Waktu itu, aku belum tahu kalau aku menderita kanker, tapi tubuhku terlihat semakin lemah dari hari ke hari.

Jadi, aku menolaknya.

Saat aku mengatakan ‘tidak’, semua orang sangat kecewa. Mereka bilang bahwa aku tidak punya hati nurani dan tidak tahu diri.

“Adikmu hampir sekarat. Jika saja kamu mau mencoba obat itu, dia bisa selamat, tapi kamu malah menolak!”

“Iya, adikmu sudah mencoba obat itu hampir setengah tahun. Kamu hanya perlu menyelesaikan beberapa bulan terakhir. Meski begitu, kamu tetap tidak mau melakukannya! Aku sangat kecewa padamu. Karena kamu tidak mau menyelamatkan Yulia, maka anggap saja kami tidak punya anak perempuan sepertimu!”

Saat mengingat perkataan pedas itu, hatiku masih terasa sangat sakit.

Tapi itu semua sudah berlalu. Sekarang aku hampir sekarat, semua itu tidak penting lagi.

Bagaimanapun juga, itu adalah kematian. Baik mati di rumah atau saat percobaan obat, tidak ada bedanya, dan tidak ada yang peduli.

Alis Yuda semakin berkerut, seperti masih ingin terus mengancamku.

Namun, aku menatapnya sambil tersenyum dan bilang, "Baiklah."

“Aku setuju membantu adikku untuk mencoba obatnya.”

Yuda tercengang dan menatapku dengan takjub.

“Benarkah? Itu bagus! Akhirnya Yulia bisa diselamatkan!”

Dia buru-buru ke balkon dan menelepon orang tuaku untuk memberi tahu berita baik ini.

Aku melihatnya yang tampak bahagia dari belakang dan tersenyum getir menyindir diri sendiri.

Pandanganku jatuh pada surat cerai yang ada di atas meja, lalu aku meraih dan mengambilnya.

Aku mengeluarkan pena dari dalam tas dan tanpa ragu menandatangani namaku sendiri.

Saat Yuda kembali, dia sempat melihatku meletakkan surat cerai itu.

Dia tertegun dan berkata, “Apa yang sedang kamu lakukan?”

Aku tersenyum sambil berkata, “Bukan apa-apa.”

Melihatku tampak sedih, seberkas penyesalan terlihat di mata Yuda, dan dia terburu-buru memasukkan surat cerai itu ke dalam tasnya.

“Aku hanya bercanda. Aku tidak akan bercerai denganmu.”

Aku menggumam pelan, tanpa ada emosi yang terlihat di wajahku.

Yuda menatapku dalam, tapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi.

Di perjalanan pulang, dia mulai memperhatikan makananku, pakaianku, tempat tinggalku, dan transportasiku, bahkan membelikanku banyak suplemen.

Tapi semua perhatian itu kemungkinan besar hanya untuk menjaga kesehatanku sebagai persiapan uji coba obat untuk adikku.

Aku melemparkan suplemen itu begitu saja ke kursi belakang dan menatap keluar jendela.

Sinar mataharinya begitu cerah. Sayangnya, tidak lama lagi aku tidak akan bisa melihatnya lagi.

Begitu aku melangkah masuk ke dalam rumah, aku mendengar suara orang tuaku yang penuh kegembiraan. Ibuku sedang memeluk adikku sambil menangis.

“Yulia, kamu sudah tertolong. Kamu tidak akan meninggalkan ibu …”

Ayah takut aku akan berubah pikiran, jadi dia menyerahkan surat persetujuan untuk uji coba obat segera setelah aku masuk.

Setelah mereka melihat aku menandatangani surat persetujuan itu, barulah mereka tersenyum lega.

“Citra, akhirnya kamu sudah dewasa dan mulai memikirkan adik serta keluarga kita.”

“Jangan salahkan kami, karena terlalu lama saat melahirkanmu, adikmu jadi lahir dengan kondisi yang kurang sehat. Dia lebih membutuhkan kami daripada kamu yang sehat.”

“Tapi, kami tidak akan memperlakukanmu dengan tidak adil. Kamu dan adikmu akan mendapatkan masing-masing separuh harta warisan. Kamu tidak akan kehilangan satu sen pun.”

Aku menggelengkan kepala, menahan rasa pahit di dalam hatiku.

“Berikan semuanya untuk adikku. Aku tidak membutuhkannya lagi.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 9

    Yulia ditangkap dan dipenjara.Namun, kedua orang tuaku tidak sempat berduka, apalagi menyelamatkannya.Berita menghebohkan tentang putri keluarga terpandang yang membunuh kakaknya langsung menduduki puncak berita hiburan.Keluarga Cahyadi yang melihat luka-luka di wajah jenazah lewat siaran berita dan mendengar namanya disebut, seketika sadar bahwa mereka telah dipermainkan oleh Keluarga Suryanata.Kali ini, mereka tidak menunjukkan belas kasihan sedikit pun. Dalam semalam, mereka langsung membuat Keluarga Suryanata bangkrut.Para penagih utang dan wartawan memadati pintu rumah hingga tak ada celah sedikit pun, membuat kedua orang tuaku yang sudah lanjut usia tak berani keluar rumah.Batu dilempar hingga memecahkan kaca jendela, dan makian dari segala arah masuk ke telinga mereka tanpa henti.Tak lama kemudian, ayahku terkena stroke, namun ibuku tak berani membuka pintu untuk memanggil ambulans.Akhirnya, ayah meninggal dunia.Ibu memeluk jenazahnya sambil menangis sampai nyaris pings

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 8

    (Sudut pandang orang ketiga.)Hari itu, Yuda juga menyadari ada yang tidak beres dengan Yulia, jadi dia diam-diam mengikutinya.Pada akhirnya, dia mendengar sendiri kebenaran yang mengejutkan.Yuda tidak tahu bagaimana dia bisa berjalan keluar dari laboratorium. Yang dia tahu hanyalah hari itu hujan sangat deras.Saat dia kembali ke rumah, seluruh tubuhnya sudah basah kuyup, tapi dia sama sekali tidak merasa kedinginan.Dia menatap jari-jarinya yang gemetar dan teringat akan jasad dingin yang baru saja dia sentuh.Begitu dingin, dinginnya menusuk hingga ke tulang.Dia duduk di sofa, menatap rekaman di ponselnya dengan ekspresi penuh penderitaan.Di satu sisi, dia marah karena telah dibohongi. Di sisi lain, orang itu adalah adik yang telah dia manja dan sayangi selama bertahun-tahun.Dia menenggak habis sebotol anggur, lalu mendongak dan melihat foto pernikahannya yang tergantung di dinding di depannya.Dalam foto itu, Citra tidak menatap ke arah kamera, melainkan menoleh dan menatapnya

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 7

    “Pak Polisi, apakah Anda sudah selesai dengan penjelasan kasus ini?”Polisi tampak sedikit bingung, tapi tetap mengangguk.Yuda mengangguk dan mengeluarkan sebuah flashdisk kecil dari tasnya.“Kalau begitu, giliran saya.”“Saya ingin melaporkan Yulia Suryanata atas praktik bisnis ilegal dan dugaan pembunuhan berencana.”Apa?!Orang tuaku langsung berbalik dan menatapnya dengan tidak percaya.Namun Yuda sama sekali tidak menjelaskan dan langsung memutar file audio itu.Begitu dia menekan tombol putar, suara tajam Yulia terdengar.“…Siapa yang menyuruhmu membunuhnya?!”“…Dua miliar untuk menanggung hukuman untukku!”Audio itu hanya tiga atau empat kalimat, tapi rasanya seperti melewati satu abad.Semua mata tertuju pada Yulia yang berdiri di pintu.Dia berdiri terpaku, air mata masih tersisa di pipinya dari tangisan baru-baru ini.Namun, tidak ada kesedihan di matanya, hanya rasa ketidakpuasan dan dendam yang mendalam.“Jadi... kamu sudah mendengar semuanya?” Yulia menatap tajam pria di

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 6

    Yuda mengamuk dan berteriak histeris, tapi dia tidak berani melangkah maju untuk memastikan kebenaran yang begitu dekat dengannya.Polisi datang dengan cepat, semuanya terkejut luar biasa, dan segera menghubungi dokter forensik untuk pengambilan bukti.Setelah menutup telepon, polisi yang memimpin mencubit hidungnya dan melangkah maju untuk mengangkat kain putih dari wajahku.Melihat wajahku yang dipenuhi belatung, Yuda seperti tersambar petir, lalu ambruk ke tanah tanpa bergerak.Dia tersandung-sandung menuju ranjangku, menggenggam tangan kurusku dan menangis keras.“Citra, kamu bercanda denganku, kan…? Jangan menakut-nakutiku… Ini cuma coba obat saja, kenapa kamu bisa mati?! Aku nggak percaya! Aku benar-benar nggak percaya!”Aku berdiri di samping, mengangkat tangan untuk menyentuh pipinya, tapi tanganku lewat begitu saja.Dulu, saat Yuda menangis, aku akan menghapus air matanya, tapi sekarang aku tidak bisa lagi menyentuh air matanya.Aku juga tidak ingin menyentuhnya lagi, air mata

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 5

    Dari luar pintu, ayah dan ibu berjalan masuk sambil merangkul lengan Yulia dengan penuh kasih sayang.Mereka tampak jauh lebih gemuk dari sebelumnya.Wajah mereka terlihat segar dan bersinar, dan sorot mata mereka memancarkan kebahagiaan.Yulia mengenakan gaun mahal, dan saat mengangkat tangan untuk merapikan rambutnya, cincin di jari manisnya berkilau mencolok.Namun, wajahnya tidak menunjukkan kebahagiaan, di matanya tersembunyi kebencian yang mendalam.Yuda menatapnya dan menghela napas, lalu mengangkat tangan dan menepuk pelan bahunya untuk menenangkannya.“Yulia, jangan ngambek lagi. Cincin itu kuberikan padamu hanya sebagai hadiah karena kamu telah sembuh, jangan salah paham.""Bagiku, kamu hanyalah adik Citra dan juga adikku. Tapi istriku selamanya adalah Citra, tidak ada satu orang pun yang bisa menggantikan posisinya."Mendengar itu, wajah Yulia langsung berubah garang, ia menepis tangan Yuda dan berteriak tajam, "Kau menganggapku adik?! Memangnya ada kakak yang mencium adik p

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 4

    Orang tuaku menoleh ke samping, baru pada saat itu mereka menyadari keberadaanku, wajah mereka tampak agak canggung.Namun setelah mendengar apa yang kukatakan, ibu marah dan berkata, “Apa yang kamu bicarakan?! Ini hanya uji coba obat biasa, jangan ngomong yang tidak-tidak seperti itu!”Ayah juga menatapku dengan dingin.“Kamu mau membatalkan lagi, ya? Dengar, kontraknya sudah ditandatangani. Kamu sebaiknya masuk dengan patuh. Setelah penelitian obatnya selesai, kami akan datang menjemputmu pulang.”Yuda juga dengan lembut menggenggam tanganku.“Sebentar saja, cuma satu bulan. Setelah kamu keluar, apa pun yang kamu mau akan kubelikan.”Aku memandangi kedua orang tuaku, lalu melihat Yuda, akhirnya menghela napas dan menarik tanganku.Lalu aku berbalik dan melangkah masuk ke laboratorium dengan tekad bulat, tanpa sedikit pun rasa keterikatan terhadap mereka.Apa yang disebut uji coba obat itu sebenarnya tidak normal. Eksperimennya sangat menyakitkan, tubuhku setiap hari terasa seperti di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status