Share

Bab 2

Author: Hanami Senja
Ibu tertegun dan mengusap bahuku dengan lembut.

“Apa yang kamu bicarakan? Mana mungkin kamu tidak membutuhkannya? Meskipun Yuda kaya, kamu tidak boleh meremehkan kekayaan Keluarga Suryanata!”

Aku menatap kedua orang tuaku, wajah mereka penuh kekhawatiran, dan aku merasa sedikit bingung. Sejak kecil, mereka tidak sepeduli ini padaku.

Karena mereka menunda kelahiranku, adikku terlahir dalam kondisi lemah. Jadi, sejak kecil aku berutang padanya.

Saat aku masih kecil, di hari ulang tahunku, orang tuaku justru berkumpul mengelilingi adikku dan menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. Baru setelah dia tertidur, mereka ingat mengucapkan "selamat ulang tahun" padaku.

Anak-anak kembar lainnya selalu memakai pakaian yang sama, tapi pakaian adikku selalu lebih mahal dari punyaku. Karena itu, aku sering diejek di sekolah.

Aku sering merasa seperti orang luar, hanya bisa melihat mereka hidup bahagia sebagai keluarga beranggotakan tiga orang.

Kadang aku berpikir, alangkah baiknya jika aku yang lahir belakangan.

Meskipun tubuhnya lemah, dia mendapatkan kasih sayang dari seluruh dunia.

Tetapi meski begitu, adikku masih merasa itu belum cukup, dan terus merebutnya dariku.

Pacarku memberiku parfum mahal saat kami masih pacaran. Meskipun dia sudah punya satu, dia tetap ingin merebutnya dariku.

Setelah kami menikah, sikapnya semakin buruk, bahkan sampai ingin merebut cinta suamiku dariku.

Aku pernah menangis dan ribut, namun akhirnya hanya membuat orang tuaku merasa jengkel dan suamiku semakin menjauh.

Pada akhirnya, apapun yang kulakukan selalu salah.

Dulu aku mungkin masih akan berdebat panjang lebar. Tapi setelah bertahun-tahun berlalu, aku benar-benar lelah.

Melihat aku yang tidak bicara, orang tuaku tidak lagi memperhatikanku. Mereka berkumpul di meja makan dan memperhatikan adikku.

Piring adikku penuh dengan makanan lezat yang diambilkan oleh tiga orang.

Aku memegang pisau dan garpu, tanpa suara, memotong sayuran di piringku.

Adikku menatapku dengan bangga, tidak terlihat ada kelemahan di matanya, yang ada hanya tatapan menantangku.

Hari-hari berikutnya, orang tuaku semakin memanjakannya dibanding sebelumnya, dan dia hidup seperti seorang putri.

Di pesta, Yuda mendorongnya ke tengah keramaian, lalu berjongkok untuk memberinya makan kue kecil.

Orang-orang terpandang itu menatap mereka, lalu melirikku, mata mereka penuh dengan sindiran.

Aku tentu merasakan tatapan mengejek dari orang-orang. Tapi aku hanya bisa menundukkan kepala, menggoyangkan gelas anggur merahku, dan tidak berkata apa-apa.

Tiba-tiba, terdengar suara tamparan yang keras di telingaku.

“Dasar berengsek! Berani-beraninya menumpahkan anggur merah padaku!”

Ketika aku mendongak, Yulia sedang menarik rambut seorang gadis kecil dan menendang perutnya dengan keras.

Akhirnya, dia mengambil gelas kaca dan melemparnya, membuat wajah gadis itu berlumuran darah dan menangis tersedu-sedu.

Aku melihat wajah gadis itu dan seketika pupil mataku membesar.

Dia adalah … putri bungsu dari Keluarga Cahyadi, keluarga terkaya di kota.

Adikku jarang keluar rumah beberapa tahun terakhir, jadi dia tidak mengenal orang-orang penting ini.

Aku berniat melangkah maju untuk menghentikannya, tapi terlambat.

Dalam sekejap, adikku langsung dikepung oleh para pengawal. Kepala Keluarga Cahyadi langsung marah besar begitu melihat darah di wajah cucunya.

Secara langsung mengumumkan di depan orang-orang penting ini bahwa bekerja sama dengan Keluarga Suryanata berarti menjadi musuh Keluarga Cahyadi.

Hari itu, orang tuaku memohon dengan putus asa. Tapi Tuan Cahyadi tidak berbelas kasih dan mengusir kami keluar.

Setibanya di rumah, adikku duduk di sofa sambil menangis tersedu-sedu. Meskipun orang tuaku marah, mereka lebih merasa iba.

Mereka dengan rendah hati mendatangi mitra bisnis lama, bahkan rela mengurangi setengah keuntungan mereka untuk memohon kerja sama.

Akhirnya, Keluarga Cahyadi melunak.

Syaratnya, Yulia harus datang sendiri untuk meminta maaf dan menerima hukuman.

Saat mendengar kabar ini, orang tuaku justru tidak bisa tersenyum. Mereka tidak rela putri kesayangan mereka diperlakukan tidak adil.

Aku menatap sebentar dengan dingin, lalu berjalan ke kamarku.

Namun, Yuda ada di depan pintu dan menghalangiku.

“Kamu saja yang menerima hukuman untuk Yulia.”

“Kalian kembar dan wajahnya hampir sama persis. Mereka tidak akan menyadarinya.”

“Itu hanya hukuman kecil, kamu tidak akan menolak, kan?”

Hukuman kecil? Hatiku sakit. Semua orang tahu kalau Tuan Cahyadi terkenal sangat kejam dan tanpa ampun.

Siapapun yang pernah menyinggungnya, meskipun berhasil selamat, tubuhnya akan cacat.

Yuda bekerja sama dalam bisnis dengan mereka dan mengenal mereka lebih baik daripada aku. Dia juga lebih tahu apa yang akan aku hadapi.

Tapi dia tidak peduli. Dia hanya ingin melindungi adikku. Soal hidup dan matiku, itu tidak penting.

Aku menundukkan kepala dan tidak berkata apa-apa. Namun, orang tuaku sangat senang dan memuji Yuda atas kecerdasannya.

“Citra, adikmu terlalu lemah dan tidak kuat menanggung hukumannya. Tubuhmu sehat, jadi kamu yang pergi menggantikan dia.”

“Tapi kamu tetap harus melindungi diri sebaik mungkin, karena bagaimanapun juga sebentar lagi kamu masih harus mencoba obatnya.”

Aku dengan lelah memandang keempat orang di hadapanku. Akhirnya, aku memaksakan senyum dan mengangguk.

“Baiklah, aku mengerti.”

Ketika aku menoleh, aku menatap adikku yang tampak bangga dari sudut mataku. Aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir, 'Saat aku mati nanti, tidak ada yang menanggung segalanya untuknya. Apa yang akan terjadi padanya?'

Di belakangku, Yuda dan orang tuaku mengelilingi adikku dan tertawa gembira. Seolah-olah mereka akhirnya memecahkan masalah besar.

Saat aku menatap ruangan yang gelap dan suram itu, setetes air mata mengalir di pipiku.

Aku dengan sembarangan mengusap air mata di sudut mataku dan memutuskan untuk membuang semua barang di kamar itu.

Bagaimanapun juga aku hampir mati. Barang-barang ini kalau disimpan hanya akan mengganggu pemandangan mereka. Jadi lebih baik dibuang saja.

Barang-barang yang ada di dalam kamar tidak banyak. Selain perlengkapan sehari-hari, hanya ada beberapa bingkai foto.

Ada foto keluarga kami berempat dan akta nikahku dan Yuda.

Aku terpaku menatapnya cukup lama, lalu tanpa ragu membuangnya ke tempat sampah.

Setelah menyelesaikan semuanya, aku berbaring di tempat tidur sambil terengah-engah. Tiba-tiba rasa amis muncul di tenggorokanku.

Aku pun terbatuk-batuk dan memuntahkan darah yang muncrat ke atas seprai putih.

Saat itu, Yuda membuka pintu dan masuk. Aku refleks meraih bantal untuk menutupi noda merah itu.

“Sopir Keluarga Cahyadi sudah tiba.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 9

    Yulia ditangkap dan dipenjara.Namun, kedua orang tuaku tidak sempat berduka, apalagi menyelamatkannya.Berita menghebohkan tentang putri keluarga terpandang yang membunuh kakaknya langsung menduduki puncak berita hiburan.Keluarga Cahyadi yang melihat luka-luka di wajah jenazah lewat siaran berita dan mendengar namanya disebut, seketika sadar bahwa mereka telah dipermainkan oleh Keluarga Suryanata.Kali ini, mereka tidak menunjukkan belas kasihan sedikit pun. Dalam semalam, mereka langsung membuat Keluarga Suryanata bangkrut.Para penagih utang dan wartawan memadati pintu rumah hingga tak ada celah sedikit pun, membuat kedua orang tuaku yang sudah lanjut usia tak berani keluar rumah.Batu dilempar hingga memecahkan kaca jendela, dan makian dari segala arah masuk ke telinga mereka tanpa henti.Tak lama kemudian, ayahku terkena stroke, namun ibuku tak berani membuka pintu untuk memanggil ambulans.Akhirnya, ayah meninggal dunia.Ibu memeluk jenazahnya sambil menangis sampai nyaris pings

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 8

    (Sudut pandang orang ketiga.)Hari itu, Yuda juga menyadari ada yang tidak beres dengan Yulia, jadi dia diam-diam mengikutinya.Pada akhirnya, dia mendengar sendiri kebenaran yang mengejutkan.Yuda tidak tahu bagaimana dia bisa berjalan keluar dari laboratorium. Yang dia tahu hanyalah hari itu hujan sangat deras.Saat dia kembali ke rumah, seluruh tubuhnya sudah basah kuyup, tapi dia sama sekali tidak merasa kedinginan.Dia menatap jari-jarinya yang gemetar dan teringat akan jasad dingin yang baru saja dia sentuh.Begitu dingin, dinginnya menusuk hingga ke tulang.Dia duduk di sofa, menatap rekaman di ponselnya dengan ekspresi penuh penderitaan.Di satu sisi, dia marah karena telah dibohongi. Di sisi lain, orang itu adalah adik yang telah dia manja dan sayangi selama bertahun-tahun.Dia menenggak habis sebotol anggur, lalu mendongak dan melihat foto pernikahannya yang tergantung di dinding di depannya.Dalam foto itu, Citra tidak menatap ke arah kamera, melainkan menoleh dan menatapnya

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 7

    “Pak Polisi, apakah Anda sudah selesai dengan penjelasan kasus ini?”Polisi tampak sedikit bingung, tapi tetap mengangguk.Yuda mengangguk dan mengeluarkan sebuah flashdisk kecil dari tasnya.“Kalau begitu, giliran saya.”“Saya ingin melaporkan Yulia Suryanata atas praktik bisnis ilegal dan dugaan pembunuhan berencana.”Apa?!Orang tuaku langsung berbalik dan menatapnya dengan tidak percaya.Namun Yuda sama sekali tidak menjelaskan dan langsung memutar file audio itu.Begitu dia menekan tombol putar, suara tajam Yulia terdengar.“…Siapa yang menyuruhmu membunuhnya?!”“…Dua miliar untuk menanggung hukuman untukku!”Audio itu hanya tiga atau empat kalimat, tapi rasanya seperti melewati satu abad.Semua mata tertuju pada Yulia yang berdiri di pintu.Dia berdiri terpaku, air mata masih tersisa di pipinya dari tangisan baru-baru ini.Namun, tidak ada kesedihan di matanya, hanya rasa ketidakpuasan dan dendam yang mendalam.“Jadi... kamu sudah mendengar semuanya?” Yulia menatap tajam pria di

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 6

    Yuda mengamuk dan berteriak histeris, tapi dia tidak berani melangkah maju untuk memastikan kebenaran yang begitu dekat dengannya.Polisi datang dengan cepat, semuanya terkejut luar biasa, dan segera menghubungi dokter forensik untuk pengambilan bukti.Setelah menutup telepon, polisi yang memimpin mencubit hidungnya dan melangkah maju untuk mengangkat kain putih dari wajahku.Melihat wajahku yang dipenuhi belatung, Yuda seperti tersambar petir, lalu ambruk ke tanah tanpa bergerak.Dia tersandung-sandung menuju ranjangku, menggenggam tangan kurusku dan menangis keras.“Citra, kamu bercanda denganku, kan…? Jangan menakut-nakutiku… Ini cuma coba obat saja, kenapa kamu bisa mati?! Aku nggak percaya! Aku benar-benar nggak percaya!”Aku berdiri di samping, mengangkat tangan untuk menyentuh pipinya, tapi tanganku lewat begitu saja.Dulu, saat Yuda menangis, aku akan menghapus air matanya, tapi sekarang aku tidak bisa lagi menyentuh air matanya.Aku juga tidak ingin menyentuhnya lagi, air mata

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 5

    Dari luar pintu, ayah dan ibu berjalan masuk sambil merangkul lengan Yulia dengan penuh kasih sayang.Mereka tampak jauh lebih gemuk dari sebelumnya.Wajah mereka terlihat segar dan bersinar, dan sorot mata mereka memancarkan kebahagiaan.Yulia mengenakan gaun mahal, dan saat mengangkat tangan untuk merapikan rambutnya, cincin di jari manisnya berkilau mencolok.Namun, wajahnya tidak menunjukkan kebahagiaan, di matanya tersembunyi kebencian yang mendalam.Yuda menatapnya dan menghela napas, lalu mengangkat tangan dan menepuk pelan bahunya untuk menenangkannya.“Yulia, jangan ngambek lagi. Cincin itu kuberikan padamu hanya sebagai hadiah karena kamu telah sembuh, jangan salah paham.""Bagiku, kamu hanyalah adik Citra dan juga adikku. Tapi istriku selamanya adalah Citra, tidak ada satu orang pun yang bisa menggantikan posisinya."Mendengar itu, wajah Yulia langsung berubah garang, ia menepis tangan Yuda dan berteriak tajam, "Kau menganggapku adik?! Memangnya ada kakak yang mencium adik p

  • Nyawaku Untuk Obatmu   Bab 4

    Orang tuaku menoleh ke samping, baru pada saat itu mereka menyadari keberadaanku, wajah mereka tampak agak canggung.Namun setelah mendengar apa yang kukatakan, ibu marah dan berkata, “Apa yang kamu bicarakan?! Ini hanya uji coba obat biasa, jangan ngomong yang tidak-tidak seperti itu!”Ayah juga menatapku dengan dingin.“Kamu mau membatalkan lagi, ya? Dengar, kontraknya sudah ditandatangani. Kamu sebaiknya masuk dengan patuh. Setelah penelitian obatnya selesai, kami akan datang menjemputmu pulang.”Yuda juga dengan lembut menggenggam tanganku.“Sebentar saja, cuma satu bulan. Setelah kamu keluar, apa pun yang kamu mau akan kubelikan.”Aku memandangi kedua orang tuaku, lalu melihat Yuda, akhirnya menghela napas dan menarik tanganku.Lalu aku berbalik dan melangkah masuk ke laboratorium dengan tekad bulat, tanpa sedikit pun rasa keterikatan terhadap mereka.Apa yang disebut uji coba obat itu sebenarnya tidak normal. Eksperimennya sangat menyakitkan, tubuhku setiap hari terasa seperti di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status