Jantung Fiora berdetak tak beraturan usai teringat malam penuh kefrustasian itu. Tentu saja ia tidak lupa dengan apa yang telah ia lakukan.
Suatu dosa besar yang tak pernah Fiora hilangkan dari memori ingatan. Ia juga ingat bagaimana Eryon mengejeknya yang ternyata tak lagi p3rawan. Padahal Fiora sudah sok jual mahal, apalagi sampai berani menuntut beberapa syarat besar sebelum pernikahan. Selama ini, sebisa mungkin Fiora menutupinya dengan ketenangan. Sayangnya, hal itu sepertinya tak akan bisa berlaku lagi. "Kau ...?" Fiora menatap nanar ke arah Zeyan Lorenzo. Bahasanya tidak lagi formal. "Tidak mungkin, 'kan?!" Kedua tangan Fiora sampai mencengkeram kuat permukaan sofa yang masih ia duduki. Terjangan badai dadakan ini sukses membuatnya panik seribu kali lipat daripada saat ia menghadapi pengkhianatan Eryon dengan Angel. Zeyan justru tersenyum. Tampak biasa, tapi penuh misteri. "Anda sudah mengingatnya, Nyonya? Benar, pria yang Anda sewa secara spontan. Pria yang tidak pernah Anda lihat wajahnya sampai permainan berakhir ... dia adalah saya," ungkap Zeyan. Santai. Sesak. Fiora kesulitan bernapas. Pantas saja pria di malam empat tahun lalu berucap tegas, bahwa tidak akan mengambil sejumlah dollar yang Fiora berikan. Pria itu bahkan terdengar emosi ketika Fiora hendak keluar setelah melemparkan sejumlah uang. Dulu, Fiora tidak mau ambil pusing, karena mau semarah apa pun, pria itu tetap diuntungkan karena mendapatkan sebuah kesucian yang tak akan bisa dibayar dengan nominal dollar mana pun. Namun rupanya, misteri besar telah terkuak. Zeyan Lorenzo. Sosok elit ini yang ternyata telah merenggut kehormatan Fiora dan atas keinginan Fiora sendiri. Inikah alasan mengapa Zeyan ingin sekali bertemu dengan dirinya? Namun untuk apa? Malam itu rasanya tak ada kesepakatan apa pun. Mereka sama-sama diuntungkan. "Apa yang kau inginkan?! Apa alasan sebenarnya di balik keinginanmu untuk menemuiku, Zeyan?!" Tak ada lagi kesantunan yang Fiora berikan pada tamu VVIP-nya. Senyum tipis kembali terulas di bibir Zeyan. "Simpel. Saya merindukan Anda, Nyonya Fiora." "Omong kosong!" Fiora muak. Bergegas bangkit dari duduknya. Berencana untuk pergi dan membatalkan keinginan bekerja sama. "Urusan kita sudah selesai. Baik di malam empat tahun lalu, maupun saat ini! Saya permisi!" Seketika itu Zeyan bangkit dari duduknya. Bergerak cepat sebelum Fiora pergi meninggalkannya untuk kedua kalinya. Dulu wanita itu enggan menatapnya setelah melempar lembaran uang. Dan kini Fiora hendak melakukannya lagi meski untuk sesuatu hal yang berbeda. Namun Zeyan tidak akan membiarkannya. Cepat, Zeyan menarik tangan Fiora. Memenjarakan wanita cantik itu di dalam dekapannya. Mata Fiora melebar. Kaget dan takut. Tubuh Fiora gemetar seketika. Wanita itu benar-benar tegang dan cemas luar biasa. Zeyan sendiri sampai harus memberikan tatapan tajam, berpikir untuk mengintimidasi. Namun bibir Fiora membuat fokus mata Zeyan teralihkan. Bibir ranum yang dulu tidak ia sentuh karena tidak tega pada wanita itu. Sayangnya, bibir itu sudah pasti telah dikuasai oleh suami Fiora berulang kali. "Lepaskan aku!" Fiora mencoba melawan. Ia tidak bisa menerima sikap Zeyan yang merujuk pada tindakan pelecehan. Bahkan Fiora harus membuang muka agar lelaki asing itu tidak berhasil memberikan kecupan padanya. Zeyan menyeringai. "Kita sudah pernah melakukannya, jadi kenapa harus memberontak, Nyonya?" ucapnya sarkastik. "Apakah ini yang kau inginkan? Aku sudah tidak p3rawan layaknya dulu! Aku tidak enak lagi bagimu!" "Saya tidak peduli. Yang pasti, saya tidak akan membiarkan Anda pergi meninggalkan saya untuk kedua kalinya, Nyonya. Saya tidak akan membiarkan Anda merobek harga diri saya, yang dulu pernah Anda anggap sebagai pria bayaran rendahan." Fiora tak berkutik. Rupanya di malam empat tahun lalu, Zeyan merasa dihina karena sikap Fiora. Namun mengapa harus sampai seperti ini? Kejadian itu sudah lama sekali dan rasanya sudah basi untuk dibahas. "Skyla Alarice," celetuk Zeyan tiba-tiba membawa nama Skyla. "Dia sangat mirip dengan Anda. Saya sampai tidak bisa memeriksa dengan pasti siapa ayah kandungnya, kecuali jika kami melakukan tes DNA." Fiora lagi-lagi dibuat syok karena sikap Zeyan. Anaknya dibawa-bawa. Para pria tengik itu, apakah wajar selalu menggunakan seorang anak demi mengintimidasi seorang ibu? Dan mengapa harus ada berbagai badai yang menerjang hidup Fiora? Padahal ia berencana menghancurkan Eryon, James, dan Angel. Tapi belum sempat melakukan apa pun, dirinya yang justru diporak-porandakan oleh keadaan. Belum lagi pria VVIP yang tadinya ia pikir bisa menjadi sekutu, ternyata adalah sosok yang terlibat kencan spontan empat tahun lalu. "Anda menikah dua minggu setelah kencan spontan kita di malam itu, Nyonya. Dan kabar kehamilan Anda beredar tak lama setelah pernikahan Anda dengan pria bernama Eryon itu. Bukankah ada kemungkinan Anda sudah hamil duluan? Dan Skyla adalah anak saya?" serang Zeyan. "Skyla bukan anakmu!" Fiora menjawab tegas. Lalu, ia kembali berusaha untuk tetap berontak, kendati otaknya tak berhenti memikirkan semua kejadian. Termasuk soal kehamilannya yang memang langsung terjadi setelah pernikahannya dengan Eryon digelar. Untungnya, pada saat itu tidak ada yang curiga. Hamil setelah pernikahan bukanlah hal yang tabu. Ada yang berpikir masa subur Fiora datang tepat di malam pertamanya dengan Eryon. Sehingga kehamilan bisa terjadi lebih cepat. Namun sejujurnya kala itu Fiora sendiri cukup ragu. Benarkah anak di rahimnya adalah anak Eryon? Sampai semua kegelisahannya menghilang seiring berjalannya waktu. Tak ada yang curiga. Dan Skyla yang begitu mirip dengannya berakhir menjadi putri kesayangan Eryon. "Saya akan membantu Anda, Nyonya. Apa pun yang Anda butuhkan. Tapi, Skyla, izinkan saya untuk melakukan tes DNA dengannya," ucap Zeyan. Tidak mau! Fiora menolak keras. Namun bibirnya justru bungkam. Merasa tak ada gunanya tetap melawan. Ia harus menggunakan cara cerdas agar Zeyan bersedia melepaskan dirinya? Namun bagaimana? Pria itu seperti seekor macan buas yang seolah sudah menunggu mangsa begitu lama. Tak akan mudah bagi Fiora untuk melarikan diri, ketika dirinya sudah ditargetkan sebagai mangsa oleh macan buas tersebut. "Kumohon...." Akhirnya Fiora bersuara dengan nada yang lebih lemah. "Lepaskan aku. Tolong, Mr. Lorenzo. Aku kesulitan bernapas." Zeyan mengernyitkan dahi. Ia baru sadar dekapannya terhadap Fiora memang terbilang erat, sementara tubuh Fiora begitu kurus. Sepertinya ia sudah keterlaluan. Sampai akhirnya Zeyan terpaksa sedikit merenggangkan dekapannya. Sayangnya... Fiora dengan cepat menepis keras tangan Zeyan, mencoba menendang betis Zeyan hingga membuat pria itu mendadak kesakitan. "Jangan pernah bermimpi tentang Skyla adalah anakmu! Dia adalah anakku siapa pun ayahnya!" tegas Fiora. "Ugh...." Zeyan masih meringis. "Apa kau rela jika Skyla direbut oleh Eryon dan istri barunya, Nyonya Fiora?" Fiora yang sudah memutar badan sampai berhenti. "Sekali lagi kutegaskan, tidak ada yang bisa merebut anakku dari diriku!" "Jika kau memang sekuat itu untuk melawan mereka, seharusnya kau bisa menghentikan pernikahan kedua suamimu, NyonyaFiora!" Zeyan kembali berusaha mempengaruhi. "Tapi kau gagal. Dan dengan bodohnya kau masih bertahan di pernikahan menjijikkan itu. Kau lemah, Fiora! Harusnya kau percaya padaku. Menjalin kerja sama denganku, dan dengan senang hati aku akan membantumu. Membiarkan aku membuktikan jika aku lebih pantas menjadi ayah Skyla!" "Kau itu wanita lemah yang pura-pura tangguh! Kau tidak akan mampu mempertahankan anakmu sendirian, Nyonya Fiora! James, ayah mertuamu itu. Dia lebih licik dari apa yang kau bayangkan! Seharusnya kau bersamaku, dan aku akan membebaskanmu dari mereka, Fiora!" tambah Zeyan geregetan. Fiora mematung. Benar-benar tidak menyangka dengan semua hal yang Zeyan ketahui dari kehidupannya. Mustahil jika Zeyan mengetahuinya baru-baru ini. Pria itu pasti telah mengawasi Fiora sejak lama. Anehnya, mengapa Zeyan seolah terobsesi pada Fiora yang di empat tahun lalu bukanlah wanita berarti. Apa sebegitu tersinggungnya hati Zeyan pada sikap Fiora di malam itu, sampai Zeyan enggan melepaskan Fiora barang sedetik saja? Dalam kekalutan karena segala pertanyaan yang menari di benak Fiora, ponsel yang ia simpan di dalam saku blazer mendadak bersuara. Sejenak, Fiora mengabaikan Zeyan yang terus menatapnya tajam. Ia menatap layar ponsel yang sudah ia keluarkan. Nama kontak berjuluk Sus Sari muncul dan seketika membuat Fiora gelisah. "Halo, Sus Sari," ucap Fiora sesaat setelah mengangkat panggilan tersebut. "Nyonya, ma-maafkan kami, Nyonya. Ka-kami gagal menahan Nona Skyla. Bahkan Tuan Besar Darwin juga tidak bisa berbuat apa-apa. Tu-tuan Eryon berhasil membawa Nona Muda untuk ke resepsi pernikahannya," jelas Sari dengan nada panik. Deg! Deg! Deg! *** Bersambung...."Kalau kita menikah ... kita akan menjalani kehidupan yang bagaimana ya? Lintas negara, bahkan benua?" celetuk Zeyan. Saat ini, kami berada di balkon hotel. Hotel yang dinaungi Golden L.O Holdings, perusahaan milik Zeyan. Lima jam yang lalu kami baru sampai setelah melalui penerbangan sekitar sebelas jam. Anakku sudah tertidur di atas kasur, dari kamar kelas VVIP yang secara gratis diperuntukkan untukku. Dua pengasuh pun diberikan kamar tersendiri, pun dengan Dany. Bukan yang VVIP, tapi cukup mewah untuk mereka. Mereka sendiri yang memilih. Aku menatap Zeyan dan kuabaikan pemandangan malam kota Barcelona. "Aku belum memikirkan soal itu," ucapku. Zeyan menanyakan bibir. "Aku saja belum bertemu pamanmu, bagaimana jika dia tak suka padaku? Aku ini janda dan orang Asia," lanjutku yang sedikit tahu tentang karakter paman Zeyan, yang tidak salah bernama Luis Carlos. Zeyan sendiri yang pernah menceritakannya, bersamaan dengan pengakuannya tentang Mr. Stone. Zeyan menggeleng. "Janga
Aku Fiora. Fiora Alarice Alvarez. Sebuah nama cantik pemberian orang tuaku yang bukan orang sembarangan. Barisan nama dari tiga suku kata yang tak pernah kuubah satu pun menjadi Bhaskara. Tidak pernah sekalipun! Tentu kalian tahu apa yang terjadi padaku selama ini, terhitung sejak suamiku menghamili dan menikahi gundiknya. Bahkan direstui oleh James, ayah mertuaku. Konyolnya atas perkataan dukun. Namun ... ada sebuah fakta yang membuatku merenung cukup lama tentang .... Ah, begini. Terhitung satu setengah tahun sudah berlalu sejak peristiwa penyekapan yang dilakukan oleh Eryon padaku. Atmajaya, ketua parpol paling terkemuka sudah ditetapkan sebagai tersangka, yang juga menyeret nama MANTAN ayah mertuaku sendiri. Bahkan mantan suamiku. Ya, aku dan Eryon sudah resmi bercerai. Untungnya proses cerai kami berjalan cukup lancar, karena sudah banyak bukti yang membuat gugatan resmiku dikabulkan. Namun segudang sidang kasus korupsi, juga turut menyeretku dan Tuan Darwin—ayahku sendiri. K
Cuplikan:Keadaan semakin menegangkan ketika Eryon bersiap menarik pelatuk pistol itu. Ia menyeringai tajam setelahnya. Kepala Zeyan siap diledakkannya! Seruan para polisi tak dihiraukannya.***Seketika negara menjadi gempar. Isu korupsi yang melibatkan Atmajaya sudah beredar luas. Nama James turut melesat menjadi trending topic—dicap sebagai pengusaha licik yang menjadi penampung dana hasil pencucian uang dari Atmajaya.Tak ada lagi celah untuk berkilah. Bukti konkret telah beredar luas di berbagai media.Sebuah video tersembunyi menampilkan percakapan rahasia—rekaman suara Atmajaya dan James. Dengan suara arogan, Atmajaya mengaku sebagai sang 'Pengendali'—orang di balik aliran dana gelap yang dikumpulkan dari kader partainya, yang kini duduk di pemerintahan.Video itu menjadi peluru. Satu tembakan yang membongkar dalang utama di balik sistem yang selama ini terus membusuk! Sementara mereka dibuat sibuk dengan kasus hukum yang sudah pasti menjerat, Zeyan dan Darwin masih terus mel
"Ernando akan aman di sini, Zeyan. Ayah pastikan keamanan dan perawatan yang maksimal, Ayah berhasil membawanya kemari. Ayah pastikan tidak ada yang mengikuti," ucap Darwin dari kejauhan pada Zeyan yang masih berada di dalam mobilnya, meski sudah tengah malam. Zeyan menelan saliva dengan susah-payah. "Terima kasih, Ayah. Tapi, bagaimana kondisi Ibu dan Skyla?" tanyanya, yang memang sudah cukup akrab untuk memanggil kedua orang tua Fiora dengan sebutan ayah dan ibu. Terdengar helaan napas yang Darwin lakukan. Napas yang begitu berat. Bagaimana tidak. Pada akhirnya Sisca, istrinya, berakhir tumbang. Setiap hari sejak menghilangnya Fiora, kondisi Sisca kian menurun. Namun sampai saat ini pun, Sisca selalu enggan jika dirawat di rumah sakit. "Masih lemah. Pikirannya terlalu kusut. Ayah khawatir dengan jantungnya, yang katanya kerap terasa nyeri. Untuk Skyla, sesekali rewel merindukan ayah ibunya. Dia juga sempat demam, tapi sudah membaik. Sebenarnya pun Ayah tak ingin membebanimu, bahk
"Saya terinspirasi dengan budaya di negara ini. Tampaknya, tusuk konde bisa menjadi senjata yang tak mencolok, tapi tetap menusuk. Bawalah ke mana pun benda ini pergi, Nyonyaku. Termasuk kalung yang saya berikan, jangan pernah dilepaskan. Nyonya harus tetap baik-baik saja, sampai saat saya bisa kembali," ucap Zeyan sekian hari yang lalu. Fiora menghela napas pada saat itu. Ia tersenyum sambil menatap kotak berisikan tusuk konde. Sebuah benda yang memiliki ujung tajam. Siapa yang akan mengira, Zeyan sampai sedetail itu dalam memesannya. "Selesaikan urusan di Spanyol, dan kembalilah dengan selamat. Karena aku ingin sekali menghukummu pada saat itu. Ciuman tadi, aku sungguh tak ikhlas ketika kau mencurinya dariku, Mr. Zeyan Lorenzo. Kalau tidak memikirkan perjalananmu yang akan menghabiskan waktu berjam-jam, mungkin aku sudah menamparmu sejak tadi!" sahutnya, ketus. Zeyan tertawa. Sebenarnya ia sempat bingung dan deg-degan, khawatir Fiora akan mengamuk ketika dirinya merenggut ciuman
Kamar itu terasa dingin, lampu sengaja dimatikan. Sepi dan memberikan kesan menyeramkan. Terdengar suara wanita terbatuk-batuk. Di atas karpet, ia terduduk.Penampilannya kusut. Rambutnya berantakan. Tampak rantai panjang yang terpasang di pergelangan kakinya, terjerat di kaki ranjang kayu yang mewah. Tangannya terbogol. Membuatnya tak bisa bergerak leluasa.Wanita itu adalah Fiora, yang kini tersekap menyedihkan di ruangan mewah buatan .... Klik ... krieet!Suara pintu kamar dibuka oleh seseorang. Klik! Lampu kristal mewah yang tergantung di langit-langit kamar seketika menyala. Menampilkan ruangan megah itu dengan sejelas-jelasnya. Entah di daerah mana pastinya letak kamar tersebut, Fiora sungguh tidak mengetahuinya. Namun yang pasti, seorang pria telah masuk ke dalam kamar. Langkahnya terayun pelan. Kedua tangannya sibuk memegang nampan. Aroma makanan menguar. Mata sayu Fiora menatap pria itu. Muak sekali rasanya. Sungguh di luar dugaan. Sangat tega! Yah, sebenarnya sudah tida