Share

Nyonya Kaya Itu Hanya Lulusan SMA
Nyonya Kaya Itu Hanya Lulusan SMA
Author: Rias Ardani

Kejutan Tak Menyenangkan

"Nara Kamila, kamu dan anakku bagaikan langit dan bumi! Keluarga kami tidak akan memberikan restu sampai kapan pun. Jadi, kami mau hubungan kalian berakhir sekarang."

Bagaikan petir menyambar tepat di ulu hati, ucapan Ibu dari Abimanyu itu sukses membuatku diam terpaku di atas sofa mahal milik keluarga pria itu.

Rasanya, tidak ada masalah sama sekali sebelumnya. 

Tepat jam empat pagi, aku sudah datang ke rumah besar ini–membawa berbagai macam bahan makanan yang sore kemarin kubeli, memasaknya, dan menatanya dengan rapi. Bahkan, aku membantu merapikan rumah dalam rangka penyambutan kekasihku yang baru pulang dari luar negeri.

Sebenarnya, ada apa ini?

“Bu–”

Belum sempat aku berbicara, Ibu dari kekasihku itu memotong ucapanku, "Kamu itu hanya lulusan SMA, Nara. Berbeda dengan Abimanyu yang lulusan S1 dari luar negeri dan penerus perusahaan Papanya nanti.”

“Kami sendiri bingung denganmu. Keluargamu kan bisa dikatakan mampu, tapi kenapa kamu cuma lulusan SMA? Belum lagi, kamu cuma kerja di sebuah minimarket kecil dengan gaji tidak sampai 10 juta,” sinisnya, “memalukan!”

Mataku sontak berkaca-kaca mendengar semua hinaan wanita di hadapanku itu.

Karena tahu semua pembelaanku sia-sia, kuputuskan menatap Abimanyu yang duduk di seberangku. Aku berharap lelaki yang sudah menjalin hubungan selama tujuh tahun denganku itu bisa berbuat sesuatu karena tahu apa yang telah terjadi padaku selama ini.

Namun, aku salah.

Dia justru hanya diam.

Hal itu membuat sang Ibu semakin menjadi-jadi.

"Saya akui, kamu memang baik, rajin, dan pandai dalam mengolah masakan lezat. Tapi, kemampuan itu membuatmu lebih cocok menjadi asisten rumah tangga kami dibanding seorang menantu.”

“Kadang, hidup ini memang keras. Karena baik, makanya saya mau memberitahumu tentang hal ini. Nara, kamu patut sadar diri dan malu. Lulusan SMA, tapi bermimpi untuk menjadi seorang istri Abimanyu? Itu tidak mungkin...." tambahnya lagi.

Deg!

Aku terus beristighfar dalam hati agar diberi ketenangan menghadapi situasi mendadak ini.

"Jika memang hubungan kami tidak mendapatkan restu, kenapa Ibu dan keluarga, tidak menolak saya dari awal? Padahal, hubungan kami sudah tujuh tahun lamanya," ucapku memberanikan diri.

"Sederhana saja. Itu semua karena permintaan Abimanyu,” ucapnya tersenyum sinis, “jika sejak awal dia menuruti ucapan kami, mungkin tidak akan selama ini hubungan kalian ...."

Mendengar hal itu, keningku tanpa sadar berkerut. "Jadi, sekarang Abimanyu menyetujui penolakan Ibu pada hubungan kami?"

Segera kutatap kembali kekasihku yang lagi-lagi diam membisu.

Kekecewaan perlahan muncul di dalam hati. Kupikir kehadirannya setelah 4 tahun menjalin hubungan jarak jauh akan membawa kebahagiaan. Namun, aku ternyata salah. Abimanyu justru membawa racun yang siap membunuhku.

"Jadi, bagaimana?” ucap sang ibu lagi, “kamu bisa lihat, dia duduk di depan kamu tanpa membantah sedari tadi, kan?"

Senyum meremehkan dan mentertawakanku terbit di wajah wanita di depanku ini.

Kukepalkan tangan menahan emosi mendengar hinaan bertubi-tubi.

“Rupanya, sia-sia selama ini aku mengabdi pada Abimanyu dan keluarga,” tawaku sumbang menertawai kebodohanku, “Bukan aku pamrih, tetapi kapan pun Ibu meminta bantuan, aku selalu ada. Kapan pun Ibu panggil, aku juga selalu datang, bahkan untuk mengepel seluruh rumah ini aku sanggupi.”

“Abimanyu selalu mengatakan untuk mendapatkan restu dari kalian, aku harus menuruti apapun yang Ibu minta. Tapi, nyatanya?" Aku kembali berkata dengan lelehan air mata yang mulai tidak mampu aku tahan.

Namun, rupanya kedua orang itu seperti tak punya hati. Mereka tak tergerak sama sekali.

"Haha,” tawa Ibunya merendahkan, “jangan mimpi! Kami ini bukan keluarga sembarangan. Sebagai calon pengusaha sukses di masa depan, Abimanyu butuh perempuan yang menyandang pendidikan tinggi lulusan luar negeri juga.”

“Mana cocok anakku ini disandingkan sama wanita rendahan seperti kamu?!" cibirnya lagi, hingga aku kehilangan kata-kata.

Saat ini, hatiku hancur dan sakit luar biasa.

Kuperhatikan kembali, pria yang kucintai selama ini.

"Bi ...." Aku memanggil kekasihku itu.

Namun, dia masih menatapku dengan tatapan dingin, lalu berkata, "Pulanglah, kamu sudah bekerja keras seharian di rumahku.”

“Terima kasih juga atas kebaikannya selama ini. Ibu benar, kita tidak sepadan. Dan maaf, kami tidak bisa mengajak kamu untuk merayakan kepulanganku. Acara ini hanya keluarga besar dan tamu khusus saja...."

Ringan dan tanpa beban, Abimanyu menyiram lukaku dengan air cuka.

Rasanya, perih sekali.

Ucapannya benar-benar sukses membuat hatiku seakan hancur menjadi serpihan kecil.

"Kamu jahat sekali, Bi." Aku menatapnya dalam, berharap dia menyadari tingkahnya yang menyakiti diriku.

"Katakan bahwa semua ini hanya sandiwara. Kalian semua sedang mengerjaiku, kan?"

Tak lama, aku tertawa sumbang menyadari kebodohanku. Bisa-bisanya aku berharap bahwa semua ini hanya sebatas prank.

"Nara, meski lulusan SMA, setahuku kau bukan orang yang bodoh, kan?” tanya Abimanyu dingin, “Apa sulit bagimu untuk mengartikan maksud ucapanku tadi?"

Ditatapnya diriku dengan penuh ketidaksukaan.

Tubuhku sontak membeku.

"Haha,” tawa merendahkan kembali terdengar.

Milka, adik perempuan Abimanyu yang baru sampai di ruang tamu, tiba-tiba berkata, “Sudahlah, Kak. Jangan terlalu jujur, nanti kering air matanya."

Ia lalu menatapku hina. "Pulanglah, Nara! Kami rasa semua ini cukup jelas. Hubungan kalian berakhir sampai di sini," usirnya.

Aku menarik napas dalam. Segera kusadari bahwa bertahan di sini akan lebih sia-sia.

Dengan mempertahankan harga diri tersisa, aku pun berdiri sembari mengangkat daguku.

"Baik. Terima kasih atas jamuannya hari ini," ujarku lalu meninggalkan rumah berlantai tiga itu dengan rasa kecewa.

****

"Kamu tidak usah kuliah, mending kerja saja, otak pas-pasan juga. Lagian, kami sudah mendaftarkan Mouren kuliah di luar negeri. Jadi, uang Ayah semua untuk biaya Mouren."

Ucapan Ibu Lida, istri baru ayahku saat itu, tiba-tiba terngiang kala menatap ulang rumah Abimanyu yang pagarnya sudah tertutup rapat kembali setelah aku keluar dari sana.

Tanpa sadar, air mataku turun.

"Jika bukan karena Ibu Lida, aku tidak mungkin hanya lulusan SMA. Ya Allah, kenapa ayahku lebih sayang pada Ibu Lida dan anak tirinya, Mouren?" Aku bergumam dalam hati.

Dengan langkah gontai, aku pun mulai meninggalkan rumah Abimanyu.

Kukuatkan diri ini untuk pulang kembali ke rumah meski dalam keadaan hampa, hancur, dan pupus harapan untuk berumah tangga dengan manusia yang kuanggap nyaris sempurna.

Sepanjang perjalanan, aku terus terdiam, sampai aku memasuki kamarku dan teringat sesuatu.

‘Buku Tabungan.’ batinku.

Segera, kuambil buku tabungan yang sebenarnya kusiapkan untuk membantu biaya resepsi pernikahan nanti. Tapi, apa daya ternyata Allah punya rencana lain.

"Tabungan ini akan kugunakan untuk buka usaha. Akan buktikan pada mereka bahwa wanita yang lulusan SMA ini, kelak akan menjadi orang yang sukses!!" tekadku sembari mematut diri di depan kaca.

Namun, konsentrasiku pecah kala mendengar suara teriakkan Mouren terdengar dari luar. "Mami …. Aku dilamar…!"

Deg!

Mouren dilamar? Oleh siapa?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
arkaramdani26
menjadi anak yang di bedabedakan emang gak enak nara
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status