"Nara Kamila, kamu dan anakku bagaikan langit dan bumi! Keluarga kami tidak akan memberikan restu sampai kapan pun. Jadi, kami mau hubungan kalian berakhir sekarang."
Bagaikan petir menyambar tepat di ulu hati, ucapan Ibu dari Abimanyu itu sukses membuatku diam terpaku di atas sofa mahal milik keluarga pria itu.Rasanya, tidak ada masalah sama sekali sebelumnya. Tepat jam empat pagi, aku sudah datang ke rumah besar ini–membawa berbagai macam bahan makanan yang sore kemarin kubeli, memasaknya, dan menatanya dengan rapi. Bahkan, aku membantu merapikan rumah dalam rangka penyambutan kekasihku yang baru pulang dari luar negeri.Sebenarnya, ada apa ini?“Bu–”
Belum sempat aku berbicara, Ibu dari kekasihku itu memotong ucapanku, "Kamu itu hanya lulusan SMA, Nara. Berbeda dengan Abimanyu yang lulusan S1 dari luar negeri dan penerus perusahaan Papanya nanti.”“Kami sendiri bingung denganmu. Keluargamu kan bisa dikatakan mampu, tapi kenapa kamu cuma lulusan SMA? Belum lagi, kamu cuma kerja di sebuah minimarket kecil dengan gaji tidak sampai 10 juta,” sinisnya, “memalukan!”Mataku sontak berkaca-kaca mendengar semua hinaan wanita di hadapanku itu.Karena tahu semua pembelaanku sia-sia, kuputuskan menatap Abimanyu yang duduk di seberangku. Aku berharap lelaki yang sudah menjalin hubungan selama tujuh tahun denganku itu bisa berbuat sesuatu karena tahu apa yang telah terjadi padaku selama ini.Namun, aku salah.Dia justru hanya diam.Hal itu membuat sang Ibu semakin menjadi-jadi."Saya akui, kamu memang baik, rajin, dan pandai dalam mengolah masakan lezat. Tapi, kemampuan itu membuatmu lebih cocok menjadi asisten rumah tangga kami dibanding seorang menantu.”
“Kadang, hidup ini memang keras. Karena baik, makanya saya mau memberitahumu tentang hal ini. Nara, kamu patut sadar diri dan malu. Lulusan SMA, tapi bermimpi untuk menjadi seorang istri Abimanyu? Itu tidak mungkin...." tambahnya lagi.Deg!
Aku terus beristighfar dalam hati agar diberi ketenangan menghadapi situasi mendadak ini."Jika memang hubungan kami tidak mendapatkan restu, kenapa Ibu dan keluarga, tidak menolak saya dari awal? Padahal, hubungan kami sudah tujuh tahun lamanya," ucapku memberanikan diri."Sederhana saja. Itu semua karena permintaan Abimanyu,” ucapnya tersenyum sinis, “jika sejak awal dia menuruti ucapan kami, mungkin tidak akan selama ini hubungan kalian ...."Mendengar hal itu, keningku tanpa sadar berkerut. "Jadi, sekarang Abimanyu menyetujui penolakan Ibu pada hubungan kami?"Segera kutatap kembali kekasihku yang lagi-lagi diam membisu.Kekecewaan perlahan muncul di dalam hati. Kupikir kehadirannya setelah 4 tahun menjalin hubungan jarak jauh akan membawa kebahagiaan. Namun, aku ternyata salah. Abimanyu justru membawa racun yang siap membunuhku."Jadi, bagaimana?” ucap sang ibu lagi, “kamu bisa lihat, dia duduk di depan kamu tanpa membantah sedari tadi, kan?"Senyum meremehkan dan mentertawakanku terbit di wajah wanita di depanku ini.
Kukepalkan tangan menahan emosi mendengar hinaan bertubi-tubi.“Rupanya, sia-sia selama ini aku mengabdi pada Abimanyu dan keluarga,” tawaku sumbang menertawai kebodohanku, “Bukan aku pamrih, tetapi kapan pun Ibu meminta bantuan, aku selalu ada. Kapan pun Ibu panggil, aku juga selalu datang, bahkan untuk mengepel seluruh rumah ini aku sanggupi.”“Abimanyu selalu mengatakan untuk mendapatkan restu dari kalian, aku harus menuruti apapun yang Ibu minta. Tapi, nyatanya?" Aku kembali berkata dengan lelehan air mata yang mulai tidak mampu aku tahan.Namun, rupanya kedua orang itu seperti tak punya hati. Mereka tak tergerak sama sekali."Haha,” tawa Ibunya merendahkan, “jangan mimpi! Kami ini bukan keluarga sembarangan. Sebagai calon pengusaha sukses di masa depan, Abimanyu butuh perempuan yang menyandang pendidikan tinggi lulusan luar negeri juga.”“Mana cocok anakku ini disandingkan sama wanita rendahan seperti kamu?!" cibirnya lagi, hingga aku kehilangan kata-kata.Saat ini, hatiku hancur dan sakit luar biasa.Kuperhatikan kembali, pria yang kucintai selama ini."Bi ...." Aku memanggil kekasihku itu.Namun, dia masih menatapku dengan tatapan dingin, lalu berkata, "Pulanglah, kamu sudah bekerja keras seharian di rumahku.”“Terima kasih juga atas kebaikannya selama ini. Ibu benar, kita tidak sepadan. Dan maaf, kami tidak bisa mengajak kamu untuk merayakan kepulanganku. Acara ini hanya keluarga besar dan tamu khusus saja...."Ringan dan tanpa beban, Abimanyu menyiram lukaku dengan air cuka.Rasanya, perih sekali.Ucapannya benar-benar sukses membuat hatiku seakan hancur menjadi serpihan kecil."Kamu jahat sekali, Bi." Aku menatapnya dalam, berharap dia menyadari tingkahnya yang menyakiti diriku."Katakan bahwa semua ini hanya sandiwara. Kalian semua sedang mengerjaiku, kan?"
Tak lama, aku tertawa sumbang menyadari kebodohanku. Bisa-bisanya aku berharap bahwa semua ini hanya sebatas prank."Nara, meski lulusan SMA, setahuku kau bukan orang yang bodoh, kan?” tanya Abimanyu dingin, “Apa sulit bagimu untuk mengartikan maksud ucapanku tadi?"Ditatapnya diriku dengan penuh ketidaksukaan.Tubuhku sontak membeku."Haha,” tawa merendahkan kembali terdengar.Milka, adik perempuan Abimanyu yang baru sampai di ruang tamu, tiba-tiba berkata, “Sudahlah, Kak. Jangan terlalu jujur, nanti kering air matanya."Ia lalu menatapku hina. "Pulanglah, Nara! Kami rasa semua ini cukup jelas. Hubungan kalian berakhir sampai di sini," usirnya.Aku menarik napas dalam. Segera kusadari bahwa bertahan di sini akan lebih sia-sia.Dengan mempertahankan harga diri tersisa, aku pun berdiri sembari mengangkat daguku."Baik. Terima kasih atas jamuannya hari ini," ujarku lalu meninggalkan rumah berlantai tiga itu dengan rasa kecewa.****"Kamu tidak usah kuliah, mending kerja saja, otak pas-pasan juga. Lagian, kami sudah mendaftarkan Mouren kuliah di luar negeri. Jadi, uang Ayah semua untuk biaya Mouren."Ucapan Ibu Lida, istri baru ayahku saat itu, tiba-tiba terngiang kala menatap ulang rumah Abimanyu yang pagarnya sudah tertutup rapat kembali setelah aku keluar dari sana.Tanpa sadar, air mataku turun."Jika bukan karena Ibu Lida, aku tidak mungkin hanya lulusan SMA. Ya Allah, kenapa ayahku lebih sayang pada Ibu Lida dan anak tirinya, Mouren?" Aku bergumam dalam hati.Dengan langkah gontai, aku pun mulai meninggalkan rumah Abimanyu.Kukuatkan diri ini untuk pulang kembali ke rumah meski dalam keadaan hampa, hancur, dan pupus harapan untuk berumah tangga dengan manusia yang kuanggap nyaris sempurna.Sepanjang perjalanan, aku terus terdiam, sampai aku memasuki kamarku dan teringat sesuatu.‘Buku Tabungan.’ batinku.Segera, kuambil buku tabungan yang sebenarnya kusiapkan untuk membantu biaya resepsi pernikahan nanti. Tapi, apa daya ternyata Allah punya rencana lain."Tabungan ini akan kugunakan untuk buka usaha. Akan buktikan pada mereka bahwa wanita yang lulusan SMA ini, kelak akan menjadi orang yang sukses!!" tekadku sembari mematut diri di depan kaca.Namun, konsentrasiku pecah kala mendengar suara teriakkan Mouren terdengar dari luar. "Mami …. Aku dilamar…!"Deg!Mouren dilamar? Oleh siapa?Bab60Tiba- tiba hati nyonya Rengganis merasa sakit, melihat nasib malang yang menimpa Nara."Kamu lupa tentang asalmu! Kamu juga bukan siapa- siapa, Bu. Harta dan kuasa yang saat ini kita miliki hanyalah titipan. Lihat keadaan kita sekarang, aku sakit- sakitan, kedua anak kita pergi meninggalkan rumah ini. Percuma kita punya rumah mewah, tapi di dalamnya tidak ada cinta. Entah nanti ketika aku mati, apakah kamu mampu hidup sendiri, atau aku mati tanpa ada siapapun disisiku," lirih tuan Tantaka saat itu.Membuat perasaan dihati nyonya Rengganis mulai terketuk."Wanita itu tidak salah apa- apa, tapi dia harus menderita parah dalam hidupnya. Dibuang keluarga, karena Ibu tiri dan adiknya yang gila harta. Aku yakin, dia pun tidak mau hidup begitu, Bu. Tidak sepantasnya kamu menambah luka dihidupnya. Jangan menyumbang derita di hidup orang lain," lanjut tuan Tantaka."Angkasa ...." tuan Tantaka berteriak, mendekati Angkasa yang ternyata sudah menarik rambut Nara seenaknya.Teriakkan tuan T
Bab59"Mona ...."Wanita cantik itu tersenyum dan mendekati Bram."Sudah kuduga ini kamu. Kenapa, kamu kehilangan Nara?""Kenapa kamu bisa tau?""Kamu belum tahu apa- apa, Bram. Angkasa yang membawa Nara pergi, entah pergi kemana aku juga belum tau.""Maksud kamu apa? Dan kenapa Angkasa membawa Nara pergi, jelaskan yang benar, aku nggak lagi baik- baik saja, Mon. Tolong jangan bergurau.""Siapa yang bergurau, faktanya Nara memang pergi bersama Angkasa, suami sah Nara.""Suami sah? Kamu gila, aku sudah tegasin sama kamu ya, Mon. Aku nggak lagi baik- baik saja. Kita memang kenal, tapi kita tidak dekat, jadi jangan seperti ini, aku nggak suka ya."Bramantio nampak marah dan tidak suka, mendengar informasi yang dibawakan Monalisa dengan tujuan tertentu."Angkasa itu memang suaminya, dan lelaki kecil yang saat itu bersama Angkasa, itu adalah anak mereka. Kamu tidak tahu apa- apa, kamu ditipu wanita itu, entah dengan tujuan apa, mungkin saja karena uang. Yang jelas, semua yang aku katakan f
Bab58Jam 9 malam, nyonya Rengganis pulang ke rumahnya, bersama dengan Monalisa.Seharian ini, setelah pergi dari kantor Angkasa, kedua wanita ini memilih untuk pergi shopping dan bersantai di restoran mewah.Plakkk ....1 tamparan keras mendarat di wajah nyonya Rengganis, ketika wanita itu pulang bersama dengan Monalisa."Ibu, ada apa ini? Kenapa Ibu pukul saya?" tanya nyonya Rengganis pada nenek Asia.Pak Tantaka hanya diam disofa single, sambil menatap ponselnya yang terus- menerus melakukan panggilan pada nomor Angkasa."Apa yang sudah kamu dan wanita licik ini lakukan pada cucuku? Sampai- sampai dia memilih pergi dari kota ini?" bentak nenek Asia, membuat nyonya Rengganis terkejut."Maksud Ibu siapa? Angkasa? Bukankah tadi dia ada di kantor."Nyonya Rengganis benar- benar merasa kesal atas semua perbuatan nenek Asia padanya, yang dengan teganya menampar wajahnya begitu saja.Panas, panas pukulan tangan nenek Asia, masih begitu terasa dipipi kirinya."Dasar menantu bodoh! Mau saja
Bab57"Angkasa, buka! Kamu mau Ibu mati di depan ruangan kamu?" tanya suara di depan yang mulai pelan.Angkasa menarik rambutnya dengan kesal, kemudian lelaki yang kini tubuhnya nampak kurus itu pun terlihat bimbang untuk membukakan pintu.Karena dia yakin, jika Ibunya bertemu dengan Nara, maka akan semakin ribet keadaannya.Nara melirik sejenak ke arah Angkasa, memindai wajah yang masih tampan itu. Sayangnya, tubuhnya nampak semakin kurus, tidak terawat lagi.Bahkan hal baru yang Nara mulai ketahui, kini Angkasa mulai mengisap rokok. Terlihat dari asbaknya yang ada di atas meja, dan roko serta korek api yang juga ada di sana.Padahal yang Nara tahu, dulu lelaki di depannya ini, tidak menyukai rokok sama sekali. Setelah sekian tahun terpisah, banyak perubahan Angkasa, yang mengarah ke negatif di mata Nara."Angkasa," lirih suara di depan, yang disusul suara panik lainnya."Angkasa, ibu sesak napas," pekik suara dari luar, yang mereka kenali suara Monalisa."Shiiit." Angkasa sangat kes
Bab56"Angkasa ...." Akhirnya Monalisa berteriak. Sayangnya, Angkasa tidak menghiraukannya sama sekali. Ketika memasuki ruangan, Angkasa melepaskan pergelangan tangan Nara. Nara terdiam sejenak, sembari menarik napas dalam- dalam, mencoba menghilangkan perasaan takut dan gugupnya.Telapak tangan Nara basah, ada perasaan was- was menggerogoti hatinya."Ada apa kemari? Pasti sangat begitu penting, sampai kamu datang kesini, setelah berhari- hari menghilang," ujar Angkasa membuka obrolan.Nara duduk disofa, mencoba menjawab dengan tenang, demi Baskara, anak yang telah mengobati rindu dihatinya, setelah sekian tahun menanggung perasaan sakit hati, karena merindukan anak semata wayang."Demi Baskara," lirih Nara."Aku memberanikan diri datang kemari. Demi dia, demi anakku," lanjut Nara, membuat Angkasa yang tadinya berdiri membelakangi Nara, sambil menatap ke arah dinding kaca, kini berbalik badan, melemparkan pandangan pada Nara yang duduk dengan tatapan datar.Sangat jauh dengan Nara ya
Bab55Nara berdiri, dan perlahan mundur."Ngapain kamu? Jangan mendekat," bentak Nara, dengan tatapan penuh ketidaksukaan."Nara, aku rindu, rindu sama kamu," lirih lelaki itu, yang tidak lagi lanjut melangkah."Rindu apa? Bulshit. Kamu jahat, kamu perusak kebahagiaanku," ucap Nara dengan suara bergetar."Karena kamu aku menderita, aku terbuang dari keluarga dan aku harus melewati berbagai macam kedukaan," lanjut Nara.Tatapan penuh kekecewaan bercampur luka, terpancar jelas diwajah cantik Nara.Nara yang dulu sederhana, kini menjadi Nara yang cantik, modis dan putih bersih terawat.Membuat kekaguman dimata lelaki yang kini berhadapan dengannya."Aku cinta sama kamu, Nara. Aku nggak bahagia, menyaksikan kamu berumah tangga dengan Angkasa. Kembalilah denganku, Nara. Aku janji, aku akan bahagiakan kamu," ucap lelaki itu."Jangan bicara tentang cinta, pengkhianat, penipu. Demi Allah, Abimanyu, aku benci kamu, aku jijik dan seumur hidup aku akan membenci kamu," tegas Nara."Seharusnya ki