Share

BAB 3: Wanita asing

Bara adalah pria yang menguasai lingkaran dunia bisnis. Semua orang menghormatinya karena Bara adalah orang yang menyumbang sebagian hartanya untuk masyarakat, dari panti asuhan, rumah sakit, tunawisma, bahkan sampai pembangunan infrastruktur negara.

Tapi Wanda tahu bahwa itu semua itu hanyalah pencitraan untuk menutupi segala kebusukannya, bahkan image sebagai suami yang romantis dan tampan hanyalah akting karena sebenarnya Bara tidak pernah memedulikan semua istri-istrinya.

“Itu bukan urusanmu.” Bara menurunkan tangan Wanda, tapi Wanda malah mempererat rangkulannya.

“Bersikaplah lebih ramah saat kita berada di luar Tuan.”

“Aku sudah berusaha tidak membuatmu kehilangan muka di acara pelelangan.”

Wanda menahan kekesalannya dia tersenyum. “Aku tahu bahwa Tuan memang masih peduli denganku.”

 “Kamu terlalu percaya diri,” sinisnya.

Wanda tersenyum lebar tidak menanggapi ucapan suaminya.

“Tersenyumlah Tuan ada wartawan di depan.”

“Aku tau.”

Bara tersenyum, sedangkan Wanda menyenderkan kepalanya ke lengan Bara. Mereka berjalan ke arah lift dan benar saja wartawan itu langsung menyerbu mereka, untung saja ada pengawal yang menghadangnya.

Para wartawan masih berusaha untuk mewawancarainya meski harus berdesak-desakan dengan wartawan lain.

“Tuan apakah berita itu benar kalau anda akan menikah lagi?”

“Tuan—"

“Tuan—"

Bara tersenyum menahan amarahnya.

Wanda mengambil mickrofon. “Kalian bisa bertanya di acara jumpa pres yang akan di adakan dua hari lagi.”

Lift terbuka mereka langsung masuk ke dalam, sementara pengawal menahannya agar para wartawan tidak ikut masuk.

Wanda melepas rangkulannya, memegang lehernya yang terasa agak pegal.

“Haruskah aku berterima kasih atau malah menghukummu,” ucap Bara.

Wanda mencibir saat melirik Bara yang merapikan jas yang dia gunakan.

“Tentu saja Tuan harus berterima kasih padaku, aku itu istrimu.”

“Istri ya?” ujar Bara.

Wanda mengangguk, Bara langsung menghentikan lift. “Karena kamu istriku bereskan semua kekacauan ini.”

Wanda memandang Bara ketakutan saat dia keluar dari lift dan langsung menutupnya, Wanda baru ingat kalau wartawan pasti mengejarnya sampai ke lobi.

“Suami brengsek.” Jeritnya.

Mengeluarkan ponsel. “Hallo Jav tolong aku, aku sedang berada di lift dan ada wartawan di bawah.”

“….”

“Baiklah.”

Menutup teleponnya setelah beberapa menit kemudian pintu lift terbuka, dan di sana sudah ada Jav yang sedang menunggunya.

“Di mana suamiku?” ujarnya.

“Tuan menunggu nyonya di restauran.” Mengikuti langkah Wanda.

Mereka menaiki sebuah mobil meski hanya berjarak tiga menit perjalanan.

Membukakan pintu. “Tuan ada di mobil samping nyonya.”

Wanda mengangguk dan mengangguk mengetuk pintu mobil di sampingnya.

Menurunkan kaca mobilnya. “Kamu sangat lama.”

“Maaf tadi ada sedikit kendala.” Bohong Wanda.

Bara membuka pintu mobil lalu keluar di ikuti Wanda di belakangnya.

“Jav katakan pada pengawal lainya untuk berjaga di luar”  ujar Bara.

“Iya Tuan.”

Mereka berdua pergi dengan Wanda yang memeluk lengan Bara, meski dia tahu bahwa suaminya risi saat mereka bersentuhan.

Sampai di depan lobi seorang wanita dengan riasan tebal mengunakkan gaun hijau memeluk Bara.

“Suami aku merindukanmu,” serunya.

Melihat mereka menjadi pusat perhatian Bara mengurungkan niatnya untuk melepas pelukan istri ke duanya.

“Apakah suami akan tinggal bersamaku malam ini?” Melepaskan pelukannya dan menatap Bara dengan tatapan penuh cinta.

Wanda langsung melepas rangkulannya.

“Aku ingin tinggal bersamamu tapi istri ke tigaku berkata sangat merindukanku.” Merangkul Wanda.

Melihat tatapan istri ke dua yang penuh dengan kecemburuan membuatnya sedikit takut. Wanda langsung memegang lengan Istri ke dua.

“Jika Gisel ingin bersama Tuan Bara aku akan mengalah.”  Gisel yang menjadi istri ke dua memandang Wanda dengan tatapan penuh terima kasih.

Wanda tersenyum lebar dan memandang Bara. “Lagi pula suami kita kan sangat baik.”

Bara menahan amarahnya melihat ke duanya sangat akur, dia hanya bisa tersenyum.

“Terima kasih Wanda sebagai istri ke tiga kamu sangat perhatian, iya kan suami?”

Gisel langsung memegang tangan Bara di sisi yang berlawanan.

Bara mengangguk. “Kalau begitu mari menemui Jihan,” ujar Gisel.

“Kudengar Jihan sedang membangun bisnis makanan?” tanya Wanda.

Gisel berpikir sejenak. “Iya, Wanda, tapi bisnis Jihan tidak sebagus bisnis Entertainment yang sedang kamu kembangkan.”

Wanda tersenyum mendegar pujian Gisel.

“Kamu memuji terlalu berlebihan Gisel, bisnis tentang fashion yang kamu kembangkan juga berkembang pesat.”

“Tapi tidak secerdas kamu, benar kan suami? Selain baik dan pintar mengurus penampilanWanda ini juga sangat pintar dalam memainkan alat musik bahkan menyanyi.”

Gisel yang memuji Wanda dari awal menjadi iri mengingat prestasi yang dia lakukan.

“Benarkah, kalau gitu aku akan menantikan kamu menyanyi untukku Wanda,” ucap Bara.

“Tentu saja Tuan,” balas Wanda.

Mendadak langkah Bara berhenti, Wanda dan Gisel membuka mulutnya kaget bahkan tanpa sadar Wanda mengendurkan gandengannya.

Anak kecil itu menatap Bara dengan malu-malu tapi saat melihat Bara yang menatapnya dengan tatapan tajam anak itu langsung menangis.

“Berhentilah menangis!” teriak Bara.

Bukannya berhenti anak itu semakin menangis.

Gisel langsung menghampiri anak itu dan menghiburnya. Sedangkan Bara melihat jijik pada jas yang dia pakai kotor akibat es kriam anak itu.

“Berhentilah menangis,” ucap Gisel lembut.

“Kamu jelek,” ucapnya polos.

Gisel yang selalu di puji sebagai wanita cantik tidak terima di bilang jelek oleh anak kecil yang berumur sekitar lima tahun.

“Apa maksudmu bocah?” Gisel mulai marah.

Wanda langsung menahan Gisel menariknya menjauh dari anak itu.

Melihat Bara yang melepas jas nya membuat kemeja putihnya menempel pada tubuhnya memperlihatkan ototnya yang kekar.

Gisel membuka mulutnya. “Astaga suami, bajumu kotor.”

Langsung mengambil jas yang sudah di lepas oleh Bara.

Wanda memandang tubuh suaminya dengan tatapan memuja merasa tidak sia-sia menikah dengan pria tampan yang kaya meski harus jadi istri ke tiga tapi dia bisa hidup dengan harta yang banyak.

Bara membuka kancing bagian atas menampilkan sebagian ototnya yang kekar dan menaikkan lengannya bajunya memperlihatkan lengannya.

“Pantas saja banyak wanita yang ingin di jadikan istri,” batin Wanda.

Seorang wanita berlari langsung memeluk anak kecil itu.

“Ada apa Riko?” tanyanya lembut.

Bukannya membalas perkataan perempuan itu Riko malah menangis dan menunjuk pria di depannya.

Wanita itu berdiri. “Apa yang kamu lakukan pada adikku?” Wanita itu menatap mereka bertiga dengan marah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status