Home / Fantasi / O, Yang Mulia! / Chapter 6: Into the Magic?

Share

Chapter 6: Into the Magic?

Author: Soma
last update Last Updated: 2023-01-03 09:16:56

GrAh! GRrggh!

Suara-suara merintih merambat dari balik kegelapan di ujung lorong. Di balik kegelapan itu, masih ada ruangan atau apapun itu yang pastinya menampung mayat-mayat hidup yang lain. Bunyi-bunyi berisik beberapa waktu lalu pasti mengusik mayat-mayat hidup itu dan memancing mereka ke sini. O beruntung karena tidak ada mayat hidup yang berlari dan tempatnya sekarang berdiri sangat gelap karena tidak  terjangkau cahaya pelita.

“Sebaiknya kita mundur. Susun ulang strategi.” O menyuarakan isi pikirannya, sebuah kebiasaan baru yang tidak disadarinya.

O bergegas untuk kembali ke ruangan tempat ia hidup kembali. Selain untuk mengamankan diri, ada sesuatu yang ingin diperiksanya, yaitu keahlian menggunakan senjata tongkat yang tidak dia miliki di kehidupan sebelumnya.

“Narator, tampilkan daftar kemampuan!”

O membuka halaman ketiga dari daftar itu. Ia menemukan jawaban dari dugaannya.

~Daftar Kemampuan Pasif~

Penguasaan Sihir (Lv.1)

Penguasaan Tongkat (Lv.1)

Penguasaan Gada (terkunci)

Penguasaan Perisai (terkunci)

“Oho! Pantas saja aku bisa mengayunkan tongkat seperti itu.”

Kemampuan pasif O dalam menggunakan senjata jenis tongkat ternyata sudah terbuka. O mengingat sensasi yang dirasakannya saat membuat adonan daging busuk tadi.

“Narator, bagaimana cara membuka kemampuan-kemampuan ini?”

O tadinya berpikir daftar kemampuannya akan terbuka jika tingkat asimilasinya mencapai taraf tertentu. Namun, sepertinya kasusnya tidak begitu. Ia merasa biasa saja sampai ia mengayunkan tongkat itu untuk menyerang. Ia merasa akrab begitu saja dengan gerakan-gerakan bertempur itu saat bertarung.

“”Anda dapat membukanya dengan mempelajarinya secara manual, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Anda dapat menaikkan profisiensinya dengan terus berlatih.””

O menyimpulkan sendiri penjelasan Narator. Jika ia menggunakan senjata-senjata itu dengan tepat, maka kemampuan-kemampuan yang terkunci itu akan terbuka. Semakin baik dan sering gerakan itu diulang, level kemampuannya akan semakin tinggi. Yah, tidak ada bedanya dengan kehidupan O sebelumnya. Semakin sering seseorang menggunakan sebuah kemampuan, maka semakin terampil orang itu. O sendiri sering menyelesaikan persamaan-persamaan matematika tanpa alat bantu dan semakin merasa kepalanya sudah menjadi semacam kalkulator.

Hanya saja, bedanya di dunia ini adalah, aku bisa langsung terampil hanya dengan mengetahui gerakan-gerakannya…

“Bagaimana dengan sihir?” O akhirnya tertarik dengan kemampuan yang tadinya ia abaikan itu. Ia mengevaluasi diri sendiri. Seharunya ia mengoptimalkan semua potensi yang ada, tak terkecuali kemampuan sihir. Lagipula, bukankah dia seorang Lich yang seharusnya memiliki keterampilan tinggi dalam sihir?

“”Sebagai seorang Lich, kemampuan sihir Anda akan terkunci satu per satu bersamaan dengan tingkat asimilasi Anda.”” Untuk hal yang tidak diketahui O, suara Narator terdengar girang saat menjelaskan itu.

“Oho! Lalu, sihir apa yang bisa aku pakai dengan tingkat asimilasi yang sekarang?”

“”Sihir Identifikasi.””

O mengelus jenggotnya (tulang dagu). O merasa pernah mendengar sihir itu entah di mana. “Baiklah, tunjukkan aku bagaimana caranya!”

Sebuah formasi berbentuk lingkaran muncul dalam layar pandang O. Dalam lingkaran itu tergambar berbagai simbol dan bentuk geometri yang unik.

“”Lingkaran ini adalah formula sihir. Anda hanya perlu membayangkan formula ini lalu menyebutkan mantranya: ‘intelligo’.””

O mencermati formula itu baik-baik, kemudian mengikuti instruksi Narator. “Intelligo!”

Sebuah formasi sihir yang sama muncul di ujung telunjuk O. Lingkaran itu berpendar berwarna biru, seperti teknologi hologram yang belum sempat dinikmati O di kehidupannya yang sebelumnya.

O mengarahkan lingkaran itu ke sebuah objek, ke sebuah lilin yang apinya menggeliat di sudut ruang. Entah bagaimana ia tiba-tiba tahu cara menggunakan sihir identifikasi. Barangkali karena kemampuan Penguasaan Sihir level 1 yang dimilikinya.

Lingkaran itu melayang seperti senjata cakram. Sesaat kemudian, aliran informasi mengisi kepala O.

Lilin Abadi. Lilin ini menggunakan mana yang bergerak bebas di sekelilingnya sebagai sumber energi. Rata-rata masa penggunaan Lilin Abadi dapat mencapai 80 tahun.

“Whoah! Luar biasa! Seperti teknologi G**gle Lense!” O melonjak girang seperti anak kecil yang diberi permen favoritnya. Tentu saja saat itu O lebih terlihat seperti pajangan Halloween daripada seorang anak kecil yang imut….

“Intelligo!” O merapal untuk kedua kalinya. Kali ini ia melemparkan lingkaran biru yang muncul di telunjuknya ke arah senjatanya.

Tongkat sihir yang terbuat dari Kayu Suci; kayu yang diambil dari Pohon Suci Ecclesia. Jenis kayu ini sangat efektif untuk menyerang makhluk-makhluk kegelapan dan menggunakan jenis sihir suci.

“Eh? Pantas saja pentungan ini sangat efektif.” O mengelus jenggotnya yang sudah tidak ada. “Eh, apakah benda ini berbahaya juga buatku?”

Spesies O adalah Lich, bagian dari makhluk kegelapan. Bukankah berbahaya jika ia bermain-main dengan benda suci semacam ini?

“Dan dari namanya, kedengarannya ini kayu langka. Bagaimana mungkin ada pusaka langka seperti ini di sini, tapi tidak ada sehelai pun pakaian?”

Narator tidak menjawab, padahal O sungguh-sungguh bertanya. Tentu saja, Narator adalah sebuah sistem untuk memandunya, bukan search engine yang terhubung dengan internet seperti di kehidupan O sebelumnya. Atau bisa jadi, informasi tersebut tidak penting dan tidak berhubungan dengan dirinya sehingga tidak ada jawaban yang tersedia.

O mengangkat bahu. Ia mengalihkan perhatian kepada senjatanya kembali. Tongkat yang ia pikir adalah pentungan raksasa rupanya adalah sebuah tongkat sihir. Hei, tapi kalau bisa dipakai untuk menggebuk, kenapa tidak?

O kemudian menghapus formasi sihir yang memenuhi bidang pandangnya dan mencoba lagi untuk merapal sihir identifikasi. “Intelligo!”

…..

Akan tetapi, kali ini tidak ada lingkaran biru yang muncul di ujung telunjuknya.

“Hei, Narator. Apakah aku harus membayangkan formula sihirnya sebelum bisa merapal?”

“”Benar, Tuan.””

“Bagaimana kalau aku tidak ingat bentuknya?”

“”Para penyihir rendahan membawa kitab sihir ke mana-mana untuk membantu mereka membayangkan formula sihir”” Jawaban Narator yang sarkastik menusuk tepat ke ulu hati O. “”Tuan adalah seorang Lich, penyihir tingkat tinggi, pasti punya kemampuan mental yang jauh lebih baik dari mereka.””

“Tapi nyatanya aku memang tidak bisa…” O tidak berbohong. O bisa mengingat banyak hal dan bahkan berhitung di luar kepala, akan tetapi ia punya kelemahan fatal: kemampuan spasial. Sejak kecil O sangat sulit untuk memahami bentuk-bentuk bangun dan ruang yang rumit. Jangankan memahami, menggambarkannya secara mental saja sangat sulit baginya. Karena keterbatasannya itu, O punya banyak pengalaman tersesat di jalan. Bahkan teknologi GPS tidak bisa banyak membantunya.

“”…””

“…Jadi?”

“”…Baiklah. Saya akan membantu menampilkan formulasi sihir yang Anda butuhkan.””

O seperti mendengar Narator menghela napas panjang. “Ehe! Kau memang terbaik! Seperti asisten virtual di film-film sci-fi!

“Baiklah, Narator. Apakah ada sihir ofensif yang bisa aku pelajari sekarang?”

“”Tidak ada.””

“…” Suasana hati O yang gembira dengan cepat berubah lagi. Ia lupa untuk tidak terlalu berharap. Hampir saja ia frustasi. “Berapa tingkat asimilasi yang dibutuhkan untuk mempelajari sihir ofensif?”

“”Anda membutuhkan setidaknya 2% tingkat asimilasi untuk mempelajari Sihir Bola Api.””

“Aaaaargh!” pekik O. Pertarungan sengit melawan dua mayat hidup hanya memberinya 0,03% tingkat asimilasi. Artinya ia harus mengalahkan setidaknya 13 mayat hidup serupa untuk mencapai tingkat asimilasi 2%. O menjambak rambutnya yang sudah tidak ada. Ia meremas-remas tengkoraknya. Frustasi. “Ya percuma, dong, aku jadi Lich!”

Butuh beberapa saat bagi O sebelum dirinya bisa tenang. Yah, lagipula pilihan apalagi yang dimilikinya selain menerima keadaan?

“Hei, Narator. Apa yang terjadi kalau asimilasiku 100% ?” tanya O. Ia baru menyadari hal ini. Sistem asimilasi seperti sistem poin pengalaman (experience point) di video game, tetapi ia tidak menemukan status levelnya.

“”Anda bisa berevolusi menjadi spesies yang lebih kuat .””

“Oho…” Semangat O sedikit naik kembali.

O memanggul senjatanya di pundak dan mengambil 3 buah lilin dari sudut-sudut ruang. Ia akan kembali ke lorong gelap dan menghadapi entah mayat hidup macam apa yang berada di sana. Tidak harus menghadapi 13 mayat hidup sekaligus, bukan? Aku bisa memancing mereka satu per satu dan menghabisi mereka bergantian.

O kembali membuka pintu ruangan itu dengan kepercayaan diri yang dipaksakan. Tangannya gemetar.

GrAh! GRrggh!

Suara-suara itu masih bersembunyi di balik kegelapan lorong. O melemparkan sebuah lilin ke dalam kegelapan itu; ke arah suara-suara itu.

Lilin itu mendarat di tanah dan menggelinding. Nyala apinya menciut kecil sekali, tetapi ketika lilin itu berhenti menggelinding, apinya kembali menggeliat dan mengusir kegelapan…

GrHaAU?!

Ada belasan mayat hidup menumpuk di pintu lorong yang sempit. Mereka berdesakan dan saling menghimpit. Sedikit saja ada kelonggaran, maka belasan mayat itu akan membanjiri lorong tempat O berdiri sekarang.

“F**k!” O tidak kehabisan kosakata mengumpat.

~Bersambung~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • O, Yang Mulia!   Chapter 82: Cerocos

    O mengira bahwa budaya di Valandria tidak berbed jauh dengan budaya Eropa Abad Pertengahan. Namun setelah sesaat mengamati isi ruang tamu, yang barangkali ruangan terbesar, dalam wastu tua itu, perkiraannya tidak begitu tepat.Dalam ruang tamu itu, satu set kursi dan meja tamu tertata melingkar di atas permadani persegi yang membentang dan menutupi lebih dari separuh luasan lantai. Tepat di atas kursi-kursi itu menggantung lampu hias yang terbuat dari kaca, yang mana setiap potongan kaca menyebarkan cahaya dari Lilin-lilin Ahadi yang betengger dalam kandelabra di berbagai tempat. Di sisi ruangan terdapat banyak lemari mewah yang kosong dan rak-rak berisi tumpukan buku usang. Sebuah jam rusak berdiri kaku di seberang ruangan, seolah-olah waktu membeku."Menarik," komentar O. Lalu berbalik menatap Azia yang baru saja menutup pintu. Matanya sempat melihat hibir Azia melngkung tersenyum, lalu segera kembali datar. "Kenapa kau tersenyum begitu, Tante?" Azia menggeleng. "Saya hanya senang,

  • O, Yang Mulia!   Chapter 81: Azia

    O memasuki wastu yang berdiri tak jauh dari kataokmba Keluarga Cultio. Dari penampakan luarnya, wastu itu masih berdiri kokoh meskipun lapisan temboknya terkelupas di sana-sini. Bingkai-bingkai jendela dan ambang pintu yang terbuat dari kayu juga masih utuh, bahkan masih menyisakan sedikit cat dan pernis. Semak belukar merimbun di halamannya, menyisakan sedikit saja jalur menuju pintu utama.O menyusuri jalur sempit di antara semak itu. Dari kondisi dedaunan yang merunduk dan patah-patah, tampaknya jalur itu baru saja dilalui oleh seseorang ... seseorang atau sesuatu?O mendadak jadi curiga. Langkahnya terhenti, begitu juga langkah Mithra yang mengekor di belakangnya. Si lelaki misterius berjubah hitam menggantung lemah di punggung Mithra."Kita pergi, Kawan ... atau sebaiknya aku bakar saja rumah mewah ini beserta apapun yang ada di dalamnya?" kata O pada Mithra yang kemudian membalas dengan geraman singkat.O mengangkat tangan kirinya. Hanya tersisa 3 jari di tangan itu, karena keli

  • O, Yang Mulia!   Chapter 80: Atur Ulang Strategi

    O tidak perlu berpikir keras tentang cara agar ia bisa selamat dari penerjunan bebas itu. Di bawah sana, setitik cahaya hijau berkerlip seperti bintang kecil. Cahaya itu berasal dari Mithra, atau lebih tepatnya, dari sihir angin beliung hewan (?) suci itu.Angin kencang menerpa O, meliuk-liuk dan berputar di sekitar tubuhnya. O menari bersama angin itu di udara, berputar dan meluncur dalam lintasan spiral. Seperti seekor burung walet, O menunggangi angin itu dengan anggun. Kedua lengannya merentang serupa sayap, dan saat ketinggiannya hanya beberapa meter saja di atas permukaan tanah, O menggulung tubuhnya.Satu gulungan, dua gulungan. Lalu O menegakkan tubuhnya secara vertikal, persis seperti atlet loncat selam indah. Ia tidak perlu repot memikirkan tempat mendaratnya karena Mithra sudah siap menangkapnya. Dan ...."Hup!" seru O dengan nada penuh kepuasan dan kebanggaan. Ia mendarat di punggung Mithra yang empuk. Jika ia sedang mengikuti sebuah perlombaan atletik, lompatannya barusan

  • O, Yang Mulia!   Chapter 79: Terjun

    Cockatrice itu mengepakkan sayap, terbang semakin tinggi dan tinggi. Setiap kali si Demon menyemburkan asam atau melemparkan bola api, si Cockatrice berkelit dengan elok. Tubuh besarnya sama sekali tidak mengurangi kegesitan makhluk itu di udara."Hoeek!" O memuntahkan suara (karena ia tidak punya lambung, apalagi isinya). Manuver si Cockatrice di udara membuat pandangan O berputar-putar. Saat itu, ia telah berhasil mencapai punggung si Cockatrice dan duduk di sana. Kemampuan pasif: Keahlian Menunggang membuatnya pantat O bisa menempel dengan baik di bulu-bulu Cockatrice yang sekeras lempeng batu.""Anda baik-baik saja, Tuan O?"" Narator memastikan keadaan O."Menurutmu bagaimana?" balas O, lalu mengeluarkan bunyi-bunyian muntah lagi.Akan tetapi, meskipun mengeluarkan bunyi-bunyi sebagai pertanda tidak baik-baik saja, nyatanya akal O masih sangat encer. Hal itu dibuktikan dengan tiga lingkaran sihir yang menyala-nyala di telapak dan di depan dadanya.O menggunakan tiga sihir berbeda

  • O, Yang Mulia!   Chapter 78: Terbang

    "Narator, tunjukkan formula sihir medan yang itu ... Sihir Badai!" O setengah berteriak. Dalam suaranya tercampur rasa girang dan waswas. Girang karena ia akan menggunakan sihir baru dan was was karena dirinya tak merasa lebih baik setelah menggunakan Sihir Air Bah sebelum ini.""Anda yakin, Tuan O?""balas Narator, ""Berdasarkan analisis saya, mental Anda masih merasakan imbas penggunaan sihir medan sebelumnya.""Narator benar. Sejujurnya, tengkorak O masih berdenyut-denyut. Sejauh ini tidak begitu terasa karena ia masih terbawa suasana pertempuran."Kau benar," balas O, "Tapi pilihan apa lagi yang aku punya?"O hanya bisa terus berputar-putar di tanah lapang itu. Jika ia masuk ke permukiman, gerakannya akan terhambat dan musuh segera menangkapnya. Jika ia membut perlindungan, katakanlah dengan Sihir Perisai Batu, maka ia akan jadi sasaran empuk sihir Inferna yang luar biasa daya hancurny itu. Lalu, bagaimana dengan Sihir Sanctus, sihir elemen cahaya yang dapat memberinya sayap untuk t

  • O, Yang Mulia!   Chapter 77: Serangan Udara

    Mithra berlari secepat yang ia bisa melintasi tanah lapang yang membentang sejauh mata memandang. Meskipun sudah menggunakan Sihir Perisai Angin yang dapat menambah kecepatan gerak, Mithra masih kewalahan karena harus membawa penumpang tambahan. Mengingat tubuh Mithra sekarang hanya berupa kerangka dan sepasang sayapnya sudah dicopot ... apalagi, monster hitam raksasa yang mengejar di belakang tak henti-hentinya menyemburkan muntahan bola-bola asam.Monster raksasa yang mengejar O berukuran sangat besar dengan tinggi nyaris 10 meter dan lebar bahu mencapai 3 meter lebih sedikit. Seluruh tubuh monster itu kekar dan berwarna hitam mengilat, seperti atlet binaraga yang mengenakan pakaian silikon di seluruh tubuh.Sepasang kakinya berwujud setengah manusia, setengah kuda; paha besar menjorok ke depan dan betis memanjang ke belakang serupa huruf z dengan kuku-kuku keratin yang terbelah dua. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, kecuali bagian dada yang berjumlah ganda (ya, ada empat puting

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status