Maya mengambil foto yang terjatuh, matanya membulat seketika. Berkali-kali mengucek matanya tak percaya dengan apa yang dilihatnya."Kurang ajar! Dasar tak tahu diri," pekik Maya dengan kemarahan yang sangat membara.melihat Siska terdiam dengan tangan yang masih bergetar, Maya mengusap punggung anak sulungnya itu."Ada apa ini?" tanya Fandi baru datang bersama Nesya, mendapati kakaknya bercucuran air mata.Fandi menatap ibu dan kakaknya bergantian, sorot matanya meminta penjelasan. Namun keduanya masih membungkam.Nesya pun ikut duduk dan memeluk Siska, meski wajahnya menunjukkan ekspresi kebingungan.Pandangannya tertuju pada foto yang berserak dilantai. Matanya menyipit memastikan penglihatannya."Nes, telpon bajingan itu! Suruh dia pulang sekarang juga," perintah Siska dengan isak tangis yang menyayat hati."I—iya kak," ucap mengotak-atik ponsel Siska lalu menempelkan ponsel ke telinganya.Fandi tertegun memandang Siska, sesakit itukah dikhianati? Matanya ikut memanas melihat hal i
"Hentikan!" Teriak Andi menghentakkan tangan Siska."Kurang ajar kamu Andi, berani-beraninya kamu menyakiti hati anak saya!" teriak Maya yang baru saja datang dari belakang."Sudah Ma, kita selesaikan ini dengan baik-baik." Fandi menahan Maya yang hendak ikut menyerang Andi.Semuanya kini telah duduk diatas sofa, Andi duduk hadapan dengan Siska yang masih nangis sesenggukan."Apa semua ini, Mas? Apa kurangnya aku sehingga kamu tega sama aku?" tanya Siska sembari menunjukkan foto-foto kemarin."Kebetulan semuanya sudah tahu, tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi. Agar tidak menjadi dosa, aku akan segera menikahi Dewi.""Tidak! Aku tidak mau berbagi, lebih baik kita bercerai saja," sengit Siska."Setan alas! Tidak tahu diuntung kamu Andi, selama ini kurang baik apa kami sama kamu," sergah Maya."Kenapa? Bukankah selama ini mama selalu bilang, agama tidak pernah melarang poligami. Bukan begitu Fandi?" Andi melontarkan pertanyaannya sambil menatap lekat pada Fandi.Fandi yang sedari tadi
Setelah seharian dikantor, Sarah langsung menghempaskan tubuhnya diatas sofa ketika dirinya sudah di rumah.Ting! Sebuah pesan masuk ke ponselnya, mengalihkan perhatiannya. Segera ia ambil ponsel dari tas kecilnya.[Nanti malam aku jemput ya, kita makan dicafe biasa.] Sarah tersenyum menerima pesan dari dokter Zain. Dengan cepat tangannya menari-nari di atas layar ponsel untuk membalas pesan itu.[Oke pak dokter.] balas Sarah sertai emoticon jempol diakhir Kalimat.Saat dia hendak meletakkan ponselnya, sebuah pesan kembali masuk. Dia berpikir itu pasti balasan dari dokter Zain lagi. Dengan semangat ia membukanya. Namun, betapa terkejutnya dia, ternyata pesan itu bukan dari dokter Zain, melainkan dari nomor tak dikenal.[CEPAT DATANG KE SINI ATAU KU AKHIRI HIDUP TEMANMU? JANGAN BERANI BERURUSAN DENGAN POLISI JIKA KAMU TIDAK MAU TEMANMU TINGGAL JASADNYA SAJA]Begitulah kira-kira isi pesannya, disertai foto seorang wanita yang sedang disekap di sebuah rumah dan informasi tentang lokasi t
Brakkk!Terdengar suara keras, pintu rumah ambruk dan terdengar juga bariton."Lepaskan dia dari tangan kotormu!" Sentak keduanya berdiri dan menoleh ke sumber suara, mata David membelalak melihat sosok yang tengah berdiri tegas. Sama halnya dengan David, Sarah pun tak kalah terkejutnya."Dokter Zain!" ucap mereka secara bersamaan, kemudian saling menoleh. Seakan punya pemikiran yang sama, "Kenapa dia mengenali dokter Zain.""David, lepaskan Sarah!" pinta Zain lagi."Tidak! Aku tidak akan melepaskan Sarah, karena dia milikku," ucapnya kembali merangkul Sarah dengan erat.Dokter Zain hanya memberi kode sedikit, seorang bertubuh lebih besar dan kekar dibandingkan dengan pengawal David pun maju ke depan. Tanpa menunggu lama lagi dia langsung menarik kerah baju David dan memberikan bogem mentah tepat diwajahnya.Sarah yang terlepas dari David pun langsung berlari ke arah dokter Zain."Sekarang kita pergi dari sini, David akan diurus oleh bang Yong," ajak dokter Zain. Mereka pun melangkah
Hari-hari terus berlalu, tak terasa sudah tiga bulan Fandi dan Sarah resmi bercerai. Desas-desus tentang Sarah dan dokter Zain pun mulai tersebar.Malam ini dokter Zain ingin memperkenalkan Sarah kepada ibu tiri dan kakak tirinya. Mobil yang dibawakan sendiri oleh Sarah berhenti tepat di depan rumah mewah berlantai dua. Sarah berjalan ke arah pagar yang cukup tinggi kemudian menekan bel yang ada. Tak menunggu lama seorang satpam membukakan pagarnya."Tamu Den Zain?" tanyanya.Sarah mengangguk. Dan laki-laki itu mempersilakannya untuk masuk. Sarah mulai melangkah masuk, sedangkan mobilnya di bawa masuk oleh satpam.Semakin mendekati teras utama, jantung Sarah semakin berdegup kencang. Bertanya-tanya dalam hati apakah penampilan yang ia kenakan terlihat pantas?Dokter Zain ternyata bukan orang sembarangan, Sarah merasa selama ini hidupnya sudah terbilang cukup enak, tapi sekarang dibandingkan dengan dokter Zain dia masih jauh sangat rendah."Selamat malam dan selamat datang, Sarah," uca
*Hari sudah larut malam Nesya belum juga ada niat untuk pulang ke rumah. Dirinya baru saja keluar dari sebuah cafe, bingung mau kemana lagi. Beberapa kali telponnya menyala, pertanda ada panggilan masuk yang sudah pasti dari Fandi. Tapi tak sekalipun digubris olehnya.Tiba-tiba saja sebuah mobil mewah berhenti tepat didepan rumahnya. Seseorang menyapanya, Nesya merasa suara itu sangat tak asing baginya. Ketika dia menoleh, ternyata benar itu adalah Andi suami dari Siska."Nesya, mau kemana?" tanya Andi keluar dari mobilnya."Hey Ndi. Apa kabar?" Nesya balik tanya, karena ia tidak tahu harus jawab apa."Baik, kamu?""Baik juga," jawab Nesya tersenyum."Kamu sendirian?" tanya Fandi sambil menoleh ke kanan-kirinya."Iya Ndi aku sendiri. Sebenarnya aku disini dari tadi siang karena aku sangat enggan untuk pulang ...." Nesya langsung bercerita dan mengeluarkan semua uneg-unegnya."Ya sudah untuk mengembalikan mood mu, sebaiknya kamu ikut aku sekarang." Andi menarik pelan tangan Nesya menga
"Dari mana saja kamu sampai subuh begini baru pulang," tanya Fandi saat melihat Nesya mengendap-endap hendak masuk.Usai mengatur napas karena kaget, Nesya menjawab pertanyaan Fandi dengan rasa jengkel."Bukan urusanmu, sejak kapan kamu pedulikan aku?""Nesya! Kamu itu lagi hamil dan kamu adalah istriku, jadi aku berhak tahu kemanapun kamu pergi!" Fandi mengeraskan suaranya.Nesya memiringkan senyumnya, "Aku pulang jam segini, karena aku cari kerjaan. Dan kamu bilang aku istrimu, itu hanya sebagai STATUS," Nesya menekan kalimatnya "kamu tidak pernah mencukupiku layaknya seorang istri, kamu tidak pernah adil antara aku, ibu dan kak Siska. Bahkan aku merasa mereka bukanlah mertua dan ipar, melainkan maduku."Fandi mengangkat tangannya hendak menampar Nesya, tapi Nesya lebih sigap menangkapnya."Ingat Mas, aku bukanlah Sarah. Orang yang bisa sabar menghadapi sikapmu," Nesya langsung berlalu usai berkata begitu.Sedangkan Fandi tertegun. Perasaan menyesal itu kembali menggerayanginya. Anda
Dua hari kemudian, Sarah yang sedang menikmati sarapannya seketika melongo saat mendengar bel pintu yang terus berbunyi."Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?" gumamnya seraya bangkit dari duduknya. Tak lupa pula tangannya menyambar ponsel yang terletak di atas meja makan.Alis Sarah terangkat sebelah saat melihat seorang wanita yang bertamu ke rumahnya pagi-pagi sekali. Ya, wanita itu adalah Lidia, ibu tiri dokter Zain."Bisa kita bicara?" tanya Lidia dengan wajah yang tampak serius. "Ya, bicara saja langsung," ucap Sarah dengan datar."Ini hal yang sangat penting! Boleh saya masuk?" tanya Lidia lagi.Sarah memperbolehkan Lidia masuk dan mereka pun duduk di sofa. Karena kedatangan Lidia yang tampak serius, Sarah pun bersiap merekam suara lewat ponselnya. Berjaga-jaga siapa tahu suatu saat nanti mereka membutuhkannya."Saya dengar kamu pernah gagal dalam pernikahanmu, apa benar?" Pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh Lidia."Ya benar," jawab Sarah tegas disertai anggukan kepala."S