Share

Diculik

Penulis: Fatmah Azzahra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-07 14:04:03

"Yang aku tahu, dirinya juga sama pengecutnya dengan Kakak kembarnya yang hanya bisa bersembunyi dibalik ketiak ibu mereka!" paparnya dimana sorot benci itu terlihat jelas.

Raditya yang bersembunyi di balik tembok, hanya mampu menghela napas pendek dengan kedua bahu terkulai lemah, saat mendengar penuturan jujur dari mulut sang mantan Kakak Ipar. Dirinya memang mengakui jika dirinya dan kembarannya adalah orang-orang yang pengecut, dimana hanya bisa bersembunyi dibalik ketiak ibunya, sesuai dengan apa yang Sarah ucapkan. Dengan langkah gontai, iapun berjalan meninggalkan tempat itu, menuju mobilnya yang ia parkir kan di seberang jalan.

"Jangan terlalu membenci, Nak! Karena mau bagaimanapun, di dalam tubuh Satria mengalir darah mereka! Dia garis keturunan mereka dan kamu tidak bisa memutuskan pertalian darah itu, meskipun kamu menggunakan cara ekstrim sekalipun untuk memutuskannya!" Marni menasehati dengan lembut juga senyum penuh keibuan.

Sarah lantas menatap seutuhnya pada wanita baik hati itu dengan matanya yang mulai memburam kembali, dimana air mata itu kembali berkumpul di kedua sudut matanya. "Lalu ... apa yang harus aku lakukan, Bu? Saat dirinya mengucapkan kata talak itu untukku, sejak itu juga aku dan Satria tidak ingin berhubungan dengannya atau dengan seluruh anggota keluarganya lagi?" tanyanya dengan nada lelah. Airmatanya akhirnya lolos seiring satu kali kedipan mata tercipta, tatkala dirinya mengingat peristiwa buruk itu kembali, tepat sehari setelah dirinya melahirkan Satria.

"Ibu mengerti perasaanmu, Nak." Marni menghibur Sarah dengan menarik wanita itu masuk ke dalam pelukannya.

Sarah lantas kembali tergugu, iapun membalas pelukan itu dengan erat, hingga paper bag itu terhimpit di antara tubuh mereka berdua. Namun wanita itu tidak perduli, dirinya hanya ingin meluapkan semua emosinya setiap kali mengingat semua perlakuan yang ia terima, baik dari mantan suaminya, maupun dari keluarga laki-laki itu.

Marni terdiam, ia membiarkan Sarah meluapkan semua emosinya. Hanya usapan lembut di punggung wanita itu yang menjadi gambaran dirinya benar-benar perduli akan keadaan keduanya.

Sarah perlahan melepaskan pelukannya, karena ia merasa sedikit lebih lega setelah menangis. "Maaf, Bu," tukasnya penuh permohonan.

Marni menatapnya dengan heran yang justru terlihat lucu di wajah bulat wanita itu.

"Maaf karena sudah menangis sehingga baju Ibu kotor terkena air mata dan ... itu," ungkapnya dengan lirih pada akhir kalimat sembari menunjuk pada bahu kiri wanita itu.

Marni mengikuti arah tangan Sarah, tawanya seketika pecah tatkala mengetahui apa yang menjadi alasan Sarah berwajah kikuk. Namun segera ia tutup dengan kedua tangannya, tatkala mereka mendengar suara tangisan keras yang berasal dari mulut Satria.

Keduanya lantas berjalan tergesa-gesa mendekati bayi gembul itu, dimana kini mengangkat kedua tangan dan kakinya sembari menangis keras, wajahnya bahkan memerah seiring kerasnya suara tangisan yang keluar dari mulutnya.

Sarah segera menyibakkan kelambu yang menutupi tubuh putranya, iapun segera memeriksa keadaan bocah gembul itu. Senyumnya seketika terbit saat mengetahui penyebab sang putra menangis keras. "Anak mama pup, ya?" tanyanya geli. Namun dengan sigap segera membersihkan kotoran yang putranya keluarkan dengan tisu basah yang tersedia di samping tubuh bocah itu.

Marni ikut terkekeh kecil mendengarnya, namun helaan napas lega terdengar dari mulutnya. Dirinya senang saat melihat senyum Sarah terbit setiap kali bersama Satria.

***

"Aku berangkat kerja dulu, ya, Bu!" tutur Sarah berpamitan. Dirinya nampak telah selesai mandi, begitupula dengan Satria yang kini berada dalam gendongannya.

Bocah tampan yang mewarisi seratus persen wajah ayahnya itu, nampak sedang mengerjapkan matanya yang bening laksana air dengan lucu.

"Iya, hati-hati di jalan!" sahut Marni sembari menyambut Satria ke dalam pelukannya. "Satria main sama Nenek dulu, ya! Mama satria mau kerja dulu, biar bisa beli rumah gede sama mobil besar, terus nyekolahin Satria di sekolah yang terbaik," tukasnya mengajak bocah itu berbicara, yang hanya dibalas satria dengan mengeluarkan air liurnya.

Baik Marni maupun Sarah, hanya bisa terkekeh geli melihat tingkah lucu bocah itu.

"Mama pergi dulu!" Sarah berpamitan seraya meraih tangan kanan Marni untuk ia cium.

"Iya, hati-hati di jalan!" Marni membalas dengan seulas senyum manis.

Tangan Satria ia angkat ke atas, seolah-olah sedang melambaikan tangan yang mengiringi keberangkatan ibunya, tepat di depan pintu.

Sarah pun berangkat bekerja dengan berjalan kaki, tanpa menoleh ke belakang, dimana kini Marni menutup pintu dengan pelan, tak lupa menguncinya dari dalam.

"Aku pasti bisa!" Sarah berdoa sebentar dengan mata terpejam selama dua detik bersama tarikan napas dalam guna mengusir rasa gugup yang tiba-tiba menyerang.

Iapun kembali melanjutkan langkahnya menuju luar pekarangan Marni, tak lupa menutup pintu pagar dari luar, lalu mengaitkan kunci yang terbuat dari paku panjang pada kawat di sebelahnya, agar pagar itu tidak terbuka.

Dengan langkah ringan, Sarah mengayunkan langkahnya menuju jalan raya dimana kini malam sudah merangkak naik, tepat setelah shalat Maghrib selesai umat muslim kerjakan. Nampak di ujung jalan sana, ramai anak muda berpakaian rapi, layaknya orang yang baru pulang dari shalat berjamaah, berbondong-bondong berjalan dengan arah yang berlawanan dengannya.

"Dek Sarah mau kerja, ya?" sapa seorang lelaki yang berada dalam rombongan tersebut.

"Iya, permisi!" sahut Sarah cepat, enggan berlama-lama berinteraksi dengan lelaki itu maupun semua teman-temannya, karena dirinya bukanlah anak gadis kemarin sore lagi.

"Yah ... dia kabur!" gerutu lelaki itu sembari menggaruk tengkuknya, yang disambut semua temannya dengan menertawakan tingkah lakunya.

"Kamu sendiri yang lamban, Rul! Waktu Sarah masih perawan, kamu selalu ngomong, tar sok ... tar sok mulu buat ngelamar dia. Eh ... pas, kan, akhirnya keduluan sama orang kota itu. Nah, sekarang pas dia udah jadi janda, kamu masih mau gerak lamban?" desak Budi sembari merangkul pundak Arul yang hanya bisa menatap kepergian Sarah, dimana wanita itu kini menghilang di belokan yang ada di ujung gang sana.

Arul hanya mampu terdiam, karena memang yang dikatakan oleh Budi benar adanya. "Ok deh, aku akan gerak cepat kali ini! Demi Sarah dan Satria!" tekadnya, yang disambut bahagia semua teman-temannya.

"Syukurlah Arul gak macam-macam," desah Sarah, lega, mengusap dadanya yang berdegup kencang tanpa menghentikan langkahnya. Namun hanya sesaat, saat tiba-tiba sebuah mobil Van berwarna hitam mengerem mendadak di depannya, disusul terbukanya pintu dari dalam. "si—, TOLONG! TOLONG!" jeritnya kuat saat tangannya ditarik paksa, masuk ke dalam hingga jatuh tepat dia atas pangkuan seorang laki-laki.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hanung Adja
lucunya Satria ngerti klo mama nya mo pergi kerja ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • OBSESI MANTAN SUAMI    Lebih Baik Mati

    Raditya melajukan motornya dengan kencang. Sebuah pistol bahkan ia selipkan di pinggang. Wajahnya terlihat menahan murka yang teramat sangat. Suara mesin motornya meraung-raung membelah jalanan, menuju bandara. Ia lantas menghentikan laju motor begitu tiba dan beberapa petugas dengan sigap menyapanya. "Tuan!" "Siapkan penerbangan untukku sekarang juga!" "Baik, Tuan." Orang-orang itu segera melaksanakan perintah dan tak menunggu lama, Raditya telah berada di dalam kabin pesawat, tengah berusaha merilekskan tubuh sambil memejamkan mata. Kilasan kejadian beberapa saat yang lalu terlintas di benaknya, dimulai dari Chelsea yang, merecoki hingga Ia terpaksa melepaskan sebuah tembakan ke arah kepala gadis itu dan membiarkan mayatnya berada di sana. Namun, Ia menyempatkan diri menghubungi orang-orangnya agar membereskan kekacauan itu. Tanpa terasa perjalanan yang memakan waktu 12 jam pun berakhir. R

  • OBSESI MANTAN SUAMI    Patah Hati

    Aditya kembali berdecak kesal karena sosok si penelepon nampak tidak menyerah juga. Terbukti dengan banyaknya panggilan tidak terjawab di ponsel miliknya. Lelaki itupun meraih ponselnya, lalu menggeser layarnya ke ke kiri, baru setelahnya meletakkan di depan telinga kirinya. "Mo ngapain Lo nelpon gue?!" sapanya sarkas. Aditya lantas mengayunkan langkahnya menuju pintu keluar."Lo nyulik Sarah kan!" tuding sosok di seberangnya. Suaranya terdengar berburu.Aditya sedikit tersentak, namun tidak menghentikan langkahnya. "Cih! Dapat info darimana Lo?!""Lo gak perlu tau gue dapat info darimana. Yang jelas info ini pasti valid. Jadi Lo gak bisa bohongin gue, Mas. Sekarang jawab dengan jujur, Sarah sama Lo kan?!" desak sosok tersebut kembali. "Lo gak jawab. Gue kirim virus baru ciptaan gue ke jaringan punya Lo, biar sekalian Lo gak bisa kerja selama sebulan."Aditya kembali berdecak kesal, sadar jika sosok yang tak lain adalah adik kembarnya itu mulai me

  • OBSESI MANTAN SUAMI    Dia Milikku, Bukan Milikmu

    "Sudah selesai, belum?" tanya Aditya untuk yang ke sekian kalinya. Lelaki itu terlihat semakin gusar karena dirinya menilai jika Sarah sengaja berlama-lama memerah ASI nya."Belum, Mas. Sabar ken— argh!" Sarah memekik keras saat Aditya yang tiba-tiba berdiri, menarik kedua kakinya agar turun ke tepi ranjang, lalu membukanya lebar-lebar hingga Sarah terpaksa menumpukan kedua siku nya dengan posisi setengah berbaring, membuat alat pumping tidak bisa bekerja sempurna."Aku gak bisa menunggu lagi!" maki Aditya dengan wajah mengeras, dirinya lantas menyatukan diri dengan satu kali hentak."MAS! ARGH!" Sarah memekik kuat seiring hujaman demi hujaman yang Aditya lakukan terasa kembali meluluhlantakan tubuhnya.***Di tempat lain.Pintu kamar terbuka dari luar, lalu disusul seorang laki-laki paruh baya bertubuh atletis yang dibalut kemeja pas badan berwarna hitam masuk ke dalam kamar. Tak lupa lelaki itu menutup pintu perlahan, dimana ta

  • OBSESI MANTAN SUAMI    Pumping

    "Gak mikirin apa-apa, kok," elak Sarah. Wanita itu beringsut duduk saat Aditya berguling ke kiri hingga batang kejantanannya yang terkulai, terlihat jelas. "aku mau mandi dulu, ya, Mas," pinta nya sembari berdiri. Lalu berjalan ke arah kamar mandi saat melihat anggukan yang Aditya berikan.Aditya gegas ikut bangkit lalu menyusul langkah kaki Sarah dari belakang. "Aku mau ikut, jika kamu bertanya," ungkapnya menjelaskan saat dirinya melihat Sarah menatapnya dengan raut heran."Terserah," sahut Sarah pasrah. "bakal ada ronde kedua ini namanya kalau dia ikut," gumamnya di dalam hati sembari mengesah lelah. Namun tetap melangkah menuju kamar mandi.Sarah gegas masuk ke dalam, begitupula dengan Aditya yang menyusul di belakangnya, tak lupa lelaki itu menutup pintu dan mengunci nya. Sementara Sarah gegas duduk di atas toilet duduk, kemudian menuntaskan hasrat alaminya di sana.Dirinya segera bangkit berdiri, lalu hendak berjalan melewati Aditya yang men

  • OBSESI MANTAN SUAMI    Ketagihan

    "Mulai hari ini kita bertiga akan tinggal di sini," tukas Aditya, menyilakan Sarah masuk ke dalam apartemen yang telah ia buka pintunya lebar-lebar."Iya, Mas." Sarah pun bergegas masuk ke dalam, disusul Aditya baru setelahnya Gissele yang menggendong Satria, boc@h itu terlihat tertidur pulas dengan mulut dijejalkan botol dot berisi susu formula yang kini tersisa seperempat saja. "Hmmm ... Satria dan Gissele tidur dimana?" tanyanya sembari berbalik, saat dirinya telah berada di tengah-tengah ruang tamu."Satria di kamar sebelah bersama Gissele untuk sementara waktu sampai kita mendapatkan b@by sitter yang sesuai untuknya. Setelah itu, Gissele akan tinggal di unit sebelah. Jadi dia bisa jagain kalian berdua," terang Aditya, kedua tangannya ia daratkan pada kedua pundak Sarah."La-lalu aku tidur dimana?" tanya Sarah kembali dengan gugup.Aditya terkekeh kecil mendengarnya, lelaki itu gegas mengangkat tangan kanannya ke atas lalu menjentikkan jarinya

  • OBSESI MANTAN SUAMI    Lepaskan Aku!

    "Apa yang aku dapatkan jika bersedia memenuhi permintaan, Mas Adit?" tanya Sarah, menawar. Meskipun dirinya kini berada dalam pelukan Aditya."Apa yang kamu mau?" tanya Aditya balik."Bebaskan aku dan Satria," sahut Sarah lugas. Tidak perduli jika Aditya murka sekalipun."Kecuali yang satu itu, Sayang. Kamu bisa bebas meminta yang lainnya, karena sampai matipun aku gak bakal ngelepasin kamu dan Satria lagi. Cukup satu kali kebodohanku yang membuatku kehilangan dirimu dan anak kita. Aku tidak mau mengulang kebodohan yang sama untuk yang kedua kalinya," tolak Aditya sembari mengeratkan pelukannya."Maksud, Mas, apa?" tanya Sarah penasaran."Aku pengen kita rujuk lagi. Gak mungkin kan, kita terus-terusan berbuat dosa seperti ini. Yah ... meskipun ini adalah dosa ternikmat yang pernah aku rasakan. Karena bercinta denganmu adalah candu bagiku," ungkap Aditya, mengaku.Sarah tercekat. "Apa yang barusan itu, benar-benar hanya sebuah mim

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status