MasukMobil Kaelan, sebuah Rolls-Royce Phantom berwarna hitam pekat, meluncur mulus, membelah malam yang sunyi. Di dalamnya, Vera duduk tegak, gaun pengantinnya yang mewah terasa seperti beton yang mengeras. Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun sejak ciuman mendominasi Kaelan di altar, tetapi pikirannya berpacu, memproses setiap ancaman dan setiap janji yang telah ia buat pada dirinya sendiri.
Kaelan duduk di sebelahnya, tenang dan santai. Bangunan batu gelap itu menembus malam di atas bukit. Lampu sorot kuat menyelimutinya, membuatnya tampak seperti benteng... penjara yang terasa mahal. Bukan rumah. Ini adalah markas kekuasaan yang terasa dingin dan mengintimidasi. Saat mobil berhenti, Kaelan tidak menunggu. Dia keluar, dan hampir menarik Vera keluar dari mobil. Tangannya langsung mencengkram lengan atas Vera. Cengkraman itu dingin,kuat,dan mutlak. Tidak menyakiti, tetapi sangat tegas. "Selamat datang, Nyonya Sterling. Ini adalah wilayahku. Tidak ada yang datang atau pergi tanpa izinku," bisik Kaelan di telinganya, suaranya mengandung janji sekaligus ancaman. Vera hanya mengangguk kecil, menolak memberinya reaksi emosional. Ia mencermati detailnya: pintu masuk dari kayu tebal, lantai marmer hitam yang memantulkan bayangan mereka, dan keheningan yang menyesakkan, yang hanya dimiliki oleh tempat-tempat di mana kekuasaan absolut bersemayam. Di lantai atas, Kaelan membuka pintu kamar utama. Di sana, Vera melihat kunci tebal tergantung di slot logam di pintu... sebuah detail yang memastikan ini adalah sangkar termahal di dunia. Kamar utama itu sangat besar, dipenuhi perabotan kayu gelap dan kulit yang didominasi warna monokrom. Jendela besar menghadap ke kota yang tampak kecil dari ketinggian ini. Itu adalah kamar seorang raja, tempat di mana perintah ditaati, bukan dipertanyakan. Vera segera bergerak menjauhi Kaelan, meletakkan jarak fisik di antara mereka. "Sekarang, Tuan Sterling," kata Vera, suaranya tenang dan profesional, seolah-olah mereka baru saja mengakhiri negoisasi merger. "Karena kita sekarang 'menikah', saya harap kita bisa menetapkan aturan dasar. Saya adalah mitra Anda di hadapan hukum, bukan mainan Anda." "Mitra? Aku suka kata itu. Tapi kau lupa,Vera. Dalam kemitraan ini, hanya ada satu CEO. Dan itu aku. Aturan dasarnya sederhana: Kau tidur denganku. Kau bangun denganku. Dan kau tidak pernah berbohong padaku."ucap Kaelan. "Tidak berbohong?" tanya Vera tersenyum sarkastik. "Saya kira itu akan sulit. Kita berdua adalah ahli strategi, terutama aku. Berbohong dan menyembunyikan kartu adalah inti dari permainan ini,bukan?" "Itu berlaku di ruang rapat. Di sini, di kamar ini, aku ingin kejujuran. Terutama kejujuran tentang apa yang kau inginkan dariku." Kaelan melangkah mendekat, auranya memancarkan panas. "Kau membenciku, itu jujur. Tapi kau juga merasakan daya tarik ini. Jujurlah tentang hal itu." Vera menelan ludah. Itu adalah serangan yang jitu, langsung ke titik lemah perasaannya yang ia sembunyikan saat pernikahan. Dia harus segera mengalihkan fokus. "Daya tarik itu hanya reaksi biologis, Kaelan. Tidak lebih penting daripada bau makanan yang saya cium saat lapar. Mari kita bahas hal yang penting. Klausul 'kerja' saya. Saya butuh akses ke kantor saya. Kaelan tertawa pelan, suaranya serak dan lucu."Wanita yang baru menikah, bukannya meminta ciuman, malah meminta password kantor. Kau benar-benar wanita yang unik, Vera." Vera menatap malas Kaelan, "Saya harus memastikan aset yang Anda curi tetap bernilai, bukan? Atau apakah Anda ingin saya menjadi istri yang cengeng dan tidak produktif, yang hanya bisa Anda pamerkan? Itu pasti akan merusak citra Anda sebagai pria yang mendapatkan wanita 'berduri' seperti saya." Duri. Kata itu muncul, dan Kaelan meresponsnya. "Aku suka dirimu. Aku akan memberimu akses ke kantormu. Tapi ingat ini: Setiap kontak, setiap panggilan, akan kuawasi. Dan jika aku menemukan satu pun pengkhianatan, aku akan menghancurkamu. Perlahan." Dia melangkah mendekat, tangannya meraih pinggang Vera, menariknya hingga tubuh mereka menempel. "Kau adalah milikku malam ini, Vera. Mari kita lihat seberapa tangguh dirimu di bawah kendaliku." Kaelan tidak menunggu jawaban Vera. Cengkramannya di pinggang Vera menguat, dan dia menggunakan tangan satunya untuk menyentuh veil pengantin Vera yang tersemat rapi. Tindakannya sangat lambat dan disengaja, dan benar-benar didominasi inioleh kekuasaan. "Kau terlalu banyak bicara tentang kontrak, Vera," desis Kaelan, matanya terpaku pada matanya. "Malam ini, kita akan melewati semua klausul. Kita hanya akan membahas bahasa yang universal." Vera merasakan napasnya tertahan. Ia benci betapa efektifnya kehadiran fisik Kaelan mengikis ketenangan yang ia bangun susah payah. Ini adalah bahaya nyata. "Pelepasan pakaian ini adalah hak milikku, sebagai suamimu," lanjut Kaelan. Dia melepaskan jepitan veil itu, dan kain tipis itu melayang jatuh ke lantai marmer dengan suara lembut.... suara kekalahan simbolis pertama Vera. Kaelan lalu bergerak ke ritsleting gaun Vera. Jari-jarinya yang dingin menyentuh kulit punggungnya yang hangat, menciptakan sengatan listrik yang melintasi tulang punggung Vera. Ini adalah momen paling berbahaya dari kesemsem itu:daya tarik murni,tak terhindarkan bercampur dengan ketakutan. "Kau menegang, Duri. Jangan takut. Aku tidak akan mematahkanmu. Aku hanya akan menguasaimu," bisik Kaelan. Vera menggunakan seluruh kekuatan mentalnya untuk menghentikan reaksi fisiknya. Ia memutar kepalanya, menatap tajam ke mata Kaelan. "Jangan menyentuh saya dengan berfikir Anda mendapatkan persetujuan. Anda mendapatkan istri politik. Hanya itu. Saya mungkin menikah dengan Anda, Kaelan, tetapi saya tidak tunduk. Tubuh ini tidak tercantum dalam kontrak." Perkataan Vera menghantam Kaelan dengan keras, memicu kemarahan yang cepat dan berbahaya di matanya. Kaelan membencinya karena Vera berani menolak apa yang secara hukum dan obsesi adalah miliknya. Namun, alih-alih memaksa, Kaelan tiba-tiba tertawa... tawa rendah yang kering dan bernada pengakuan. Dia menarik tangannya dari ritsleting. "Menarik. Kau benar-benar ingin aku mengejarmu, bukan? Aku suka permainannya. Aku akan memberimu waktu, Vera. Waktu mencerna kenyataan: di bentengku ini,kau takkan pernah aman." Dia mengambil gaun pengantin Vera yang mahal, merobeknya... satu tarikan yang cepat dan brutal ... dan melemparkannya ke lantai. "Ganti dengan sesuatu yang lebih nyaman. Dan ingat, kau tidur di kamar ini. Bersamaku. Itu adalah klausul yang tidak bisa kau batalkan." Kaelan berbalik dan berjalan mandi marmer, pintunya tertutup dengan bunyi klik yang keras. Vera menggunakan momen singkat itu dengan efesien. Dia tidak buang waktu menangisi gaunnya. Dia bergerak cepat menuju jas Kaelan yang teronggok di sofa. Dia tahu pria seperti Kaelan selalu membawa setidaknya satu hal yang bersifat liabilitas... sesuatu yang membuatnya kuat sekaligus rentan. Tangannya menyelipkan ke saku dalam jas Kaelan. Dia menemukan dompet kulit tipis dan cepat mengambil kartu kunci (atau chip tertentu) yang tampak tidak mencolok. Itu adalah hal yang kecil, tetapi Vera yakin itu adalah kunci cadangan menuju sesuatu yang penting. Dia menyembunyikannya di lapisan gaun pengantinnya yang robek, berharap Kaelan tidak akan menyadari kehilangannya. Dia kemudian bergegas mengganti pakaiannya dengan robe sutra yang disediakan.... pilihan yang ironis untuk tawanan. Ketika Kaelan keluar dari kamar mandi, dia sudah menggunakan bathrobe hitam, rambutnya basah. Dia melihat Vera. "Pilihan pakaian yang bagus. Meskipun aku lebih suka gaun yang tadi. Lebih mudah dilepas." ucap Kaelan. Vera berjalan menuju ranjang besar. Ranjang itu terasa lebih seperti kapal perang daripada tempat tidur. Dia mengambil posisi di sisi terjauh. "Selamat malam, Tuan Sterling. Nikmati kemenangan Anda hari ini. Karena besok, hitungan mundurnya akan dimulai." Kaelan tersenyum gelap, seringainya memamerkan kegembiraan atas ancaman Vera. Dia melangkah ke ranjang, sisi ranjang tenggelam saat dia berbaring. "Aku tidak sabar menunggu, My Beautiful Thorn. Karena setiap hari yang kau habiskan di sisiku, adalah hari dimana dirimu semakin menjadi milikku." ucap Kaelan. Dia mematikan lampu samping. Kegelapan total menyelimuti ruangan, hanya menyisakan siluet Kaelan yang besar di sampingnya. Vera berbaring kaku, merasakan panas tubuh Kaelan yang begitu dekat. Perang. Malam ini adalah tembakan pertamanya. "Selamat malam, Nyonya Sterling."Vera sepenuhnya mengambil alih ruang kerja utama Kaelan. Dia tidak duduk di sofa; dia duduk di kursi Kaelan, dikelilingi oleh tablet dan proyeksi holografik data keuangan Lysander yang ia analisis.Kaelan berdiri di sisi meja. Dia tidak sedang bekerja; dia mengamati Vera, sesekali menyentuh bahunya atau merapikan helai rambut Vera yang jatuh. Dia adalah asisten pribadi yang posesif.Vera,sambil mengetuk-ngetuk layar. "Kau tahu?Arus kas Lysander ini terlalu bersih. Menjijikkan. Dia menyembunyikan uang operasionalnya di tempat yang sangat terenkripsi. Berikan aku akses server lama Ayahmu. Aku butuh keyboard lama."Kaelan membungkuk, wajahnya mendekat ke leher Vera. Dia tidak bergerak untuk mengambil keyboard itu; dia mencium leher Vera terlebih dahulu."Aku tidak bisa menahan diri. Kau terlalu seksi saat berkuasa, Vera. Setiap kali kau memerintahku, aku ingat mengapa aku butuh kau. Ambisimu membuatku gila.""Astaga, Kaelan. Aku sedang menghitung arus kas, bukan berkencan. Ambil keyboard
Vera terbangun di ranjang Kaelan. Keheningan tebal menyelimutinya. Masih ada aroma samar mesiu di udara. Matahari pagi menyentuh tirai beludru. Ia bergerak sedikit, merasakan lengan Kaelan yang posesif melingkari pinggangnya. Semalam, mereka adalah prajurit yang brutal; pagi ini, Kaelan hanyalah seorang pria yang tidur lelap, kelelahan, dan sedikit memar di pelipisnya.Melihat memar itu, naluri keibuannya…atau lebih tepatnya,naluri bawelnya…langsung aktif.Vera dengan hati-hati melepaskan diri dan bangkit. Ia kembali ke kamar dengan nampan sederhana: bubur hangat, teh, dan dua butir vitamin yang ia ambil dari kotak P3K. Kaelan membuka mata, ekspresi bingungnya dengan cepat digantikan oleh senyum posesif.“Kau tidak seharusnya bangun. Seharusnya kau berbaring di sisiku, di sini.” Suara Kaelan serak.Vera meletakkan nampan dengan tegas di meja samping. "Aku tidak seharusnya? Tuan Sterling, aku adalah perawatmu hari ini. Dan perawatmu bilang kau terluka dan kekurangan gizi. Jadi, kau aka
Kaelan dan Vera bergerak dalam keheningan yang brutal, menembus lapisan keamanan markas Reynard. Vila mewah itu ternyata menyimpan gudang bawah tanah milik keluarga Sterling yang terlupakan. Mereka mengenakan pakaian tempur gelap, senjata di balik pinggang. Mereka adalah unit kematian.Mereka menyusup ke ruang penyimpanan yang luas. Di tengah ruangan, di atas alas kaca yang berdebu, tergeletak Ikon Supremasi Keluarga Sterling... artefak yang terlebih kuno dan berharga. Tetapi di sekeliling artefak itu, Reynard telah menyimpan jebakan secara psikologis.Di dinding, pencahayaan sengaja diatur: serangkaian foto Kania yang tersenyum. Dan di tengah ruangan, ada rekaman suara lama yang memutar tawa Kania.Kaelan seketika berhenti, membeku. Aura dominasinya runtuh. Dia melihat masa lalunya menatapnya. Trauma yang disembunyikan selama lima tahun muncul ke permukaan.Vera berbisik, dengan suara tajam. "Kaelan! Jangan biarkan dia masuk ke kepalamu! Tidak sekarang!”Kaelan tidak merespons. Dia h
Kaelan dan Vera kembali ke Manor. Alih-alih merayakan kemenangan atau menyusun strategi, Kaelan membawa Vera langsung ke kamar mandi. Mereka berdua sama-sama kotor dan kelelahan, tetapi ada keheningan yang hadir di antara mereka.Kaelan duduk di tepi bak mandi. Dia mengambil kain basah dan mulai membersihkan bekas darah dan debu di wajah Vera. Gerakannya sangat lembut, sangat berbeda dari pria yang baru saja menembak musuhnya di pesta elit."Damai. Ya Tuhan,damai sekali. Aku seharusnya merasa takut, tetapi sentuhan Kaelan...sentuhan ini membuatku merasa aman. Keamananku bukan karena dia menjatuhkan bahaya, tetapi karena dia menyambut bahaya. Tapi karena dia menyambut bahaya itu bersamaku. Di tangannya, tidak ada lagi pengkhianatan, tidak ada lagi Reynard," batin Vera."Kau seharusnya membiarkan pengawalmu yang melakukan ini. Kau terluka juga." ucap Vera.Kaelan tidak menatap Vera, matanya fokus pada luka Vera. "Mereka tidak punya hak menyentuhmu. Tidak ada. Aku harus memastikan sendi
Lampu kristal megah di aula Grand Ballroom memantulkan kilau. Kilauan itu jatuh pada gaun Vera yang sederhana, yang kini kontras dengan perhiasan berlian hitam Kaelan yang mencolok. Rambut Vera disanggul tinggi, memperlihatkan tanda kepemilikan yang samar di bawah rahangnya... tanda yang kini terasa seperti lencana aliansi mereka. Kaelan, mengenakan tuksedo hitam pekat, tidak pernah melepaskan tangannya dari punggung Vera. Mereka adakah pusat perhatian. Pasangan yang paling berkuasa di ruangan itu. Mereka memproyeksikan persatuan yang brutal.Kaelan membimbing Vera melintasi ruangan. Di dekat bar, Reynard berdiri. Ekspresi Reynard yang semula sinis, seketika berubah menjadi terkejut dan marah saat melihat Vera. Reynard tidak menyangka Vera, yang ia rencanakan untuk dihancurkan, kini berada di sisi Kaelan sebagai aset yang di pamerkan.Reynard mendekat, senyum palsu terlihat tegang. "Kaelan. Aku tak menyangka kau berani membawa aset barumu ke tempat umum. Terutama setelah apa yang terj
Udara di gudang tua pinggiran kota terasa dingin,tajam, berbau karat dan debu. Lampu tunggal yang tergantung di atas kepala menciptakan bayangan panjang yang bergerak, menambah ketegangan. Ini adalah panggung yang Vera dan Kaelan siapkan untuk Lucas.Vera berdiri di tengah ruangan, mengerjakan pakaian sederhana yang menonjolkan tanda berlian hitam di lehernya... tanda kepemilikan Kaelan.Kaelan mendekat dari belakang, tangannya melingkari pinggang Vera. Dia mencium tengkuknya, sebuah klaim posesif yang didorong oleh rasa takut."Aku sungguh tidak suka kau berada di posisi ini. Aku tidak suka kau menjadi umpan. Kau adalah aset terpentingku, dan aku menempatkanmu dalam bahaya. Ini bodoh," bisik Kaelan."Obsesimu adalah kelemahanku, Kaelan, tetapi juga perisaiku. Aku tahu kau akan mengawasiku. Aku tahu kau tidak akan membiarkan Lucas menyentuhku. Dan itu membuatku jauh lebih aman daripada bersembunyi di kamarmu."Kaelan membalikkan tubuh Vera, matanya yang gelap mengunci pandangan Vera.







