Home / Romansa / OTW Janda! / 3. Kakak Ipar yang Bertamu

Share

3. Kakak Ipar yang Bertamu

Author: Nadia Styn
last update Last Updated: 2025-09-28 19:45:30

“Kalau kau butuh sesuatu, kabari saja. Aku akan mampir ke sini jika senggang.”

Sambil memegangi bagian bawah perut hamilnya, Emma sedikit membungkuk di samping pintu mobil. Ia menatap wanita berambut cokelat yang ada di dalam mobil itu dan duduk di kursi kemudi.

“Kau yakin? Aku ini ibu hamil. Aku mungkin butuh sesuatu hampir setiap saat. Aku bisa mengabarimu tiap jam, Jenna,” sahut Emma.

Jenna—dokter baru di Cornell Hill yang belakangan akrab dengannya—tertawa di dalam sana. Dia mengangguk dan menjawab, “Silakan saja. Aku tidak keberatan.”

Emma turut tertawa. Ia mengetuk pelan kaca belakang mobil Jenna beberapa kali seraya berkata, “Terima kasih karena sudah mengantarku pulang. Kau pulanglah sekarang. Kasihan anakmu menunggu di rumah.”

Emma menunggu sampai Jenna memundurkan mobil, lalu mulai melaju menjauh dari area rumahnya di wilayah Washington Heights. Sampai mobil Jenna benar-benar sudah tidak terlihat, barulah Emma berbalik dan melangkah memasuki rumah.

Dilihatnya mobil putih milik Chris, suaminya, terparkir rapi di garasi. Itu artinya Chris sudah pulang.

Saat ini waktu menunjukkan pukul delapan malam. Sebagai dokter spesialis bedah ginekologi yang sedang hamil besar dan akan segera cuti kurang dari satu bulan lagi, Emma lembur lagi hari ini. Biasanya, ia selalu pulang tepat waktu. Dan tiap kali ia pulang tepat waktu, suaminya justru pulang terlambat, bahkan bisa sampai tengah malam sewaktu ia sudah tidur.

Chris merupakan kepala keuangan di salah satu perusahaan multi-nasional yang gedung perkantoranya terletak di perbatasan Manhattan dan Brooklyn. Sepanjang empat minggu terakhir, baru hari ini Emma melihat suaminya itu pulang lebih cepat daripada dirinya. Chris memang sering sekali pulang terlambat, katanya karena banyak urusan di kantor, sehingga kerap kali mereka hanya bertemu saat sarapan di pagi hari.

Emma berusaha memaklumi itu, meski dirinya yang sedang hamil sebenarnya sangat butuh kehadiran Chris dan didampingi oleh suaminya tersebut.

Sejak tadi sore, Emma sudah mengabari Chris lewat pesan kalau hari ini ia pulang terlambat. Sudah pula mencoba menelepon Chris beberapa kali, tetapi teleponnya tak diangkat. Suaminya itu hanya membalas satu pesannya saja dengan balasan yang singkat berbunyi ‘Iya, Sayang’, lalu tidak mengabari balik kalau dia justru pulang cepat.

Emma membuka pintu rumah. Ia melepas sepatunya untuk mengganti dengan sepasang sandal dalam ruangan seraya memanggil, “Chris? Aku pulang.”

Tak ada sahutan, tetapi Emma mendengar ada suara-suara dari ruangan lain.

Ia pun mulai melangkah masuk dengan kedua kakinya yang sudah berbalut sepasang sandal nyaman.

“Apa kau sudah makan malam, Chris? Kalau belum, aku—”

Kalimat yang Emma lontarkan terpotong. Pasalnya, dari arah berlawanan, ia berpapasan dengan Evelyn, kakak perempuannya, yang justru baru saja akan berjalan menuju pintu depan.

Melihat keberadaan sang kakak di rumahnya, tentu saja Emma heran. Ia mengerutkan kening dan bertanya, “Evelyn? Apa yang kau lakukan di sini?”

Emma tidak tahu ini hanya dugaannya saja atau memang benar, tetapi Evelyn kelihatan sedikit gugup saat menjawab, “A-aku ... tadi aku lewat di dekat sini, lalu aku memutuskan untuk mampir sebentar. Tapi ternyata kau belum pulang.”

“Oh. Sejak kapan kau sampai di sini?”

“Belum lama. Baru saja.”

Emma menatap Evelyn dari atas ke bawah, agak heran karena tumben sekali wajah kakaknya itu tidak terlihat mengenakan makeup. Pasalnya, biasanya Evelyn selalu merias wajah jika keluar rumah. Dia tidak berias hanya jika baru selesai mandi, cuci muka, atau bangun tidur.

“Kau sudah bertemu Chris? Kulihat mobilnya ada di depan. Berarti dia sudah pulang,” kata Emma kemudian.

“Ya, sudah. Barusan aku bertemu dengannya dan dia memberitahuku kalau kau lembur. Jadi, aku bersiap untuk langsung pergi saja, karena ibu juga meneleponku dan menyuruhku segera ke rumah. Sekarang, kau malah baru pulang saat aku mau pergi.”

“Jadi sekarang kau akan langsung pergi? Apakah tidak ingin duduk dulu? Biar kuambilkan minum.”

“Tidak usah. Kalau ibu tidak menyuruhku pulang, aku pasti akan berlama-lama di sini. Aku pamit dulu, ya? Sampai jumpa!” kata Evelyn seraya melanjutkan langkahnya melewati Emma dan langsung keluar dari rumah.

Emma masih berdiri di tempat dan memerhatikan Evelyn sampai kakaknya tersebut keluar melewati pintu depan. Setelah itu, barulah ia berjalan masuk dan mencari keberadaan Chris.

Emma mendapati Chris baru keluar dari kamar tidur mereka. Chris tersenyum padanya begitu mereka berpapasan di koridor depan pintu kamar.

Kemunculan Chris dari dalam kamar membuat Emma merasa heran. Ia pikir, ketika tadi Evelyn berkata bahwa dia sudah bertemu dengan Chris, Chris menemui Evelyn yang bertamu di ruang tamu atau ruang keluarga. Kenapa Chris malah baru keluar dari kamar?

***

Bersambung .....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • OTW Janda!   106. Bukan Hanya Tentang Janda (END)

    (Tiga Tahun Kemudian)Televisi yang ada di dapur menyala, Emma membuat jus dan memotong buah sambil terus menonton video yang terputar di televisi itu dengan senyum yang tak henti tersungging.Televisi tidak sedang menayangkan film atau acara komedi. Tidak pula menayangkan film romantis. Melainkan menayangkan video pernikahan Andrew dan Emma.Pada bagian ia dan Andrew berdansa, senyum Emma kian melebar. Sesekali ia tertawa kecil ketika dalam video itu ia dan Andrew tiba-tiba tertawa tanpa sebab di tengah Dansa Waltz yang mereka lakukan.Sejak ia dan Andrew menikah dua tahun lebih, ia sudah menonton video pernikahan itu puluhan kali. Atau mungkin ratusan.Emma tak ingat.Tapi yang pasti, segala yang ada dalam acara pernikahan itu, mulai dari gaun pengantinnya, tuksedo Andrew, dekorasi tempat acara dilaksanakan, suasananya, ciuman pertama setelah resmi menjadi suami-istri, buket dan mawar pink yang bertaburan indah, hingga dansa pertama mereka ... semuanya tak pernah membuat Emma bosan.

  • OTW Janda!   105. Calon Istri

    “Andrew!”Andrew menoleh ke belakang dan berbalik.Senyum pria yang mengenakan kemeja abu-abu tua itu merekah hangat saat melihat Emma berlari menghampirinya. Ia langsung menyambut Emma ke dalam pelukan erat saat Emma tiba tepat di hadapannya.“Sudah kuduga, memang ada yang aneh. Dari kemarin aku tidak bisa menghubungimu sama sekali. Ternyata kau diam-diam datang ke New York, ya?” tutur Emma setengah terharu sambil memeluk Andrew erat-erat.Andrew tertawa, tangannya membelai rambut cokelat Emma yang tergerai.Aroma parfum mahal Andrew yang selalu terasa segar di hidung dan sangat menonjolkan sosok maskulinnya, makin lekat di indra penciuman Emma saat ia memeluk erat. Itu membuat Emma semakin senang. Ia rindu sekali pada aroma tubuh Andrew yang tak bisa ia hirup dari dekat begini selama dua bulan belakangan.“Kau membuatku khawatir sekali, Andrew,” keluh Emma seraya mengendurkan pelukan dan mendongak untuk menatap Andrew. “Kau tidak bisa dihubungi. Aku takut sesuatu terjadi padamu ...

  • OTW Janda!   104. West Harlem

    “Siapa Tuan Putri paling cantik di dunia?”Nancy yang sudah mulai belajar bicara, menunjuk wajah Emma sambil tersenyum lebar dan berkata, “Ma-ma ....”Emma tertawa gemas dan mencium pipi Nancy. “Itu kurang tepat, Sayang. Kaulah Tuan Putri paling cantik di dunia. Siapa nama Tuan Putri paling cantik ini?”“Nanci.”Tawa Emma makin lebar. “Nanci? Apakah kau menyebut dirimu Nanci karena ibu sering bergurau menyebutnya, lalu mengatakan bahwa sebutan itu adalah namamu yang bisa disebut dengan cara berbeda di belahan dunia lain?”Nancy tak tahu makna kalimat panjang lebar Emma, tetapi dia merespons bunyi akhir kalimat yang menyuratkan tanda tanya, sehingga dia tetap tersenyum lebar dan mengangguk seolah paham.“Nan-cy. Namamu Nancy, Sayang. Cy dibaca ‘si’ seperti dalam bahasa Spanyol. Tapi tidak apa-apa. Kau baru sebelas bulan. Kau adalah bayi paling hebat!”Selama bermain di ruang tengah bersama Nancy, Emma melirik ponselnya untuk menunggu telepon dari Andrew.Dua bulan terakhir, selama Andr

  • OTW Janda!   103. Titik Balik

    Emma sudah bersiap untuk keluar dari apartemennya. Ia akan pergi ke Gedung Pengadilan Wilayah bersama Jack pagi ini.Jack akan mengurus dokumen dan identitas kenegaraan Andrew sebelum nanti Andrew kembali ke New York.Andrew memiliki kewarganegaraan ganda selama belasan tahun terakhir, semenjak Medtronic melebarkan sayap cabang sampai ke Australia dan Andrew yang memegang tanggung jawab atas cabang tersebut. Jadi, Andrew adalah warga negara Amerika Serikat dan mendapatkan legalisasi kewarganegaraan Australia juga setelah berjalan empat tahun berbisnis di sana.Maka dari itu, Jack sebagai asisten pribadi Andrew, perlu mengurus beberapa dokumen kenegaraan Andrew yang memang harus diperbarui secara rutin, baik di Amerika Serikat maupun di Australia, sebagai bentuk registrasi legal yang juga dibutuhkan untuk keperluan perusahaan di dua negara. Apalagi Andrew akan memiliki ekspansi besar di New York.Emma meminta untuk ikut dengan Jack, sebab hari ini jam praktiknya dimulai pukul tiga sore

  • OTW Janda!   102. Profesor Maurice

    Lift sudah sampai di lantai dasar gedung utama Cornell Hill. Emma melangkah keluar dari lift sembari membenarkan posisi tas yang tersampir di bahu kanannya.Saat ini waktu menunjukkan pukul empat sore. Emma akan pulang ke apartemennya menggunakan taksi.Ia tidak mau naik mobil selagi sedang hamil lagi, bahkan meskipun kehamilannya baru berjalan tiga bulan dan belum kelihatan sama sekali. Perutnya masih datar.Tapi sebelum sempat sampai ke pintu keluar di lobi Cornell Hill, langkah Emma terhenti. Ia melihat seorang pria yang sedang duduk di salah satu kursi ruang tunggu lobi, berkutat dengan iPad.Itu Jack. Asisten pribadi Andrew.Emma berjalan menghampiri Jack, lalu setelah Jack menyadari kedatangannya dan langsung berdiri, ia berkata, “Apa yang kau lakukan di sini, Jack? Aku, ‘kan, sudah bilang, kau tidak perlu repot-repot mengikutiku terus. Sana, pergilah ke Sydney!” “Kau mengatakan kalimat yang sama pada Tuan Andrew untuk memintanya membawaku kembali ke Sydney, tapi Tuan Andrew me

  • OTW Janda!   101. Aku Mencintaimu

    Tangan mungil Nancy yang lembut terus menggenggam jari telunjuk Emma sejak setengah jam yang lalu.Ketika sadar kalau Nancy sepertinya benar-benar sudah pulas dalam tidur, pelan-pelan Emma menarik jarinya dari genggaman putrinya tersebut, lalu menjauh dari ranjang bayi Nancy, yang mana ranjang bayi itu sudah disiapkan oleh pelayan rumah Keluarga Maurice di dalam salah satu kamar tamu yang disediakan untuknya.Saat ini waktu menunjukkan pukul satu dini hari. Emma belum mengantuk sama sekali dan tidak bisa tidur. Ia berpikir mungkin berkeliling sebentar di halaman depan rumah yang sangat luas bisa membuatnya cepat lelah, lalu lebih mudah tertidur nantinya.Setelah memastikan kamera pada monitor bayi portable yang ia bawa sudah aktif dan terhubung ke ponselnya, ia keluar dari kamar. Jadi, ia tetap bisa memantau Nancy lewat ponselnya untuk mengantisipasi keadaan putrinya tersebut.Saat Emma melewati ruang keluarga, di mana di sana terdapat pohon Natal yang sangat besar dan dihias sangat i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status