Share

Bab 2

Sementara itu, Raymond yang mencoba berdiri lagi-lagi tertindih sekarang bukan oleh Buaya tapi Seorang Pria

"Ku pikir akan sakit ternyata tidak."

"Tentu saja tidak, kau ada di atas tubuh ku menyingkirlah!"

Pria itu menatap Raymond tanpa rasa bersalah, lalu berdiri diatas tubuh Raymond dengan santainya dia terjalan kearah Liora yang tengah mencoba memotong Buaya.

"Sialan, mengapa sejak kesini aku selalu sial."

Tapi tak satupun dari mereka berdua yang mendengarkan

Raymond, Mereka terlalu fokus memotong buaya dengan batu, ranting dan pedang kayu milik Pria itu.

Dengan tertitih titih Raymond mendekati mereka berdua, menatap Buaya itu dengan kasihan. Dia mengalihkan pandangannya menatap Pria yang menindihnya tadi, Pria itu berambut hitam memiliki mata hitam tajam.

Dengan pakainannya yang basah menempel tubuh nya memamerkan sosok nya yang terotot tapi tegak itu.

"Hai Pria menyebalkan siapa nama mu?"

"Arion."

Tak satu pun dari mereka bertiga yang bicara, mereka terlalu sibuk memakan Buaya yang sebelum nya sudah mereka masak terlebih dahulu

"Bagaimana kalian tiba disini?"

Tak satu pun dari mereka menjawab pertanyaan Raymond, sekali lagi keheningan datang diantara mereka pada saat yang sama mereka bertiga mengeluarkan surat yang persis sama.

Mereka saling memandang tanpa harus bicara mereka mengerti apa yang terjadi.

"Jadi sedang apa kalian saat dipindahkan kesini?, kalau aku setelah beres mandi dan akan tidur tiba-tiba saja aku ada dihutan dan gelomboran serigala yang kelaparan berdiri tepat dihadapan ku, sungguh nasib yang sial."

Arion dan Liora mendengarkan cerita Raymond dalam diam, mereka membayangkan betapa malangnya nasib Raymond, namun mereka pun sama sialnya.

"Ray yang malang, tapi aku juga sama aku dipindahkan saat sedang makan daging yang super lezat belum sempat aku memasukan daging yang super lezah kedalam mulutku,

Tiba- tiba aku ada dihutan dan seekor beruang besar menatapku dengan lapar, aku bermain kejar kejaran dengan beruang itu saat aku hampir kalah, untung saja ada gua yang pintunya sedikit sempit."

Arion dan Raymond menatap kasihan pada Liora, mereka menepuk bahu Liora seolah mengatakan kamu hebat.

Dengan sedikit air mata disudut matanya, Liora tersenyum kecil dan menggukan kepala.

"Bagaimana dengan mu Rion?"

"Aku bahkan lebih parah, saat tengah latihan dengan pedang kayu tiba-tiba aku dipindahkan kehutan dan lebih parah nya lagi pedang kayuku memukul singa yang tengah menjaga anak nya.

Aku berlari sekencang mungkin karena terlalu kencang sampai aku tak sadar bahwa aku tengah terlari di udara, sial atau tidaknya aku terjatuh ke sungai yang penuh buaya kelaparan."

Mereka menghela nafas memikirkan kejadian naas yang mereka alami, seketika pandangan mereka tertuju pada surat yang sempat terlupakan.

Kemarahan terlihat jelas dimata mereka, Liora mengambil tiga surat yang persis sama lalu melemparnya keperapian.

"Terbakarlah dengan indah ah.. jika saja surat itu bisa bicara pasti jeritannya lebih indah dari pada apapun."

Senyum aneh dan menyeramkan terpang-pang diwajah mereka tertiga, mata yang memandang rendah itu menatap tajam pada surat yang terbakar sungguh surat yang malang.

******

Setelah puas memarahi L si pengirim surat semalaman, Raymond, Liora dan Arion kini tengah berjalan menerusuri gua.

Perut mereka terus berbunyi walau pun semalam mereka sudah memakan daging buaya cukup banyak, tetap saja mereka masih merasa lapar.

Gua itu tidak terlalu gelap hanya saja udara disana lumayan dingin, tapi itu cukup membuat mereka menggigil kedinginan.

Raymond dengan baju tidur nya yang lumayan tipis, Liora dengan jins pendek dan kaos panjang, dan Arion dengan baju setengah basah.

Itu cukup membuat kemarahan mereka bertambah pada L, L yang malang.

Dari kejauhan setitik cahaya mulai terlihat, harapan yang semula hampir padam mulai bersinar kembali, hingga mereka lupa apa yang menanti mereka didepan sana.

Dengan penuh semangat mereka berlari, cahaya semakin besar hampir membutakan mereka.

Suara burung terdengar merdu tidak seperti pohon disisi lain gua, pohon disini terlihat normal seperti pohon biasa, penuh dengan kehidupan.

Ada burung yang berterbangan, tupai yang memanjat pohon, kelinci yang memakan rumput tak lupa dengan matahari pagi yang bersinar lembut.

Pemandangan itu membuat mereka terpesona membuat mereka tak menyadari tiga pasang baju, satu pedang dan satu surat muncul dari udara kosong di atas batu besar tepat disamping pintu keluar gua.

"Hm... apa itu?"

Suara Arion menarik perhatian mereka berdua, mereka bertiga terdiam menatap surat misterius didepan mereka. Dengan ragu Raymond mengambil surat itu lalu membukanya.

[Selamat datang di atlas, maaf memindahkan kalian tiba-tiba]

"Setidak nya dia masih punya rasa bersalah."

"Kau benar."

[Tapi kalian pasti baik baik saja bukan ^-^]

"Aku benar-benar ingin membunuhnya."

[Mari kita hentikan basa basi ini, kalian ingin potongan puzzle dari ku bukan? Lalu carilah kota yang hilang aku ada disana.

Oh... ngomong- ngomong baju dan pedang itu hadiah dari ku untuk kalian. Berhati-hatilah di Hutan Kematian, semoga beruntung

Salam hangat

L ]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status