Maya mengerjapkan mata beberapa kali untuk menetralisir deguban jantungnya yang semakin kencang. Reynand meringis kesakitan terkena patahan kayu dari bangku yang roboh tadi."Ups ... M-maaf, maaf ..." Maya lalu bangun dan membersihkan pasir-pasir yang menempel di bajunya.Reynand ikut berdiri lalu mengibaskan tangan untuk membersihkan pasir di celana dan jaketnya. Tapi tangannya tidak bisa menjangkau bagian punggung."Sini, aku bantu." Tanpa menunggu persetujuan Maya membersihkan punggung Reynand. Dia masih diam. Rupanya kejadian tiba-tiba ini lumayan mengacaukan perasaannya juga.Reynand mebalikkan badan dan kini berhadapan dengan Maya. Sesaat lamanya mata mereka bertemu lagi. Keduanya saling diam dan hanya perasaan saja yang bicara.Reynand perlahan memegang pipi Maya, menelusupkan jari ke sela-sela rambutnya yang panjang terurai. Lalu dengan pelan dia mulai mendekatkan wajahnya.Maya semakin gemetaran. 'Tuhan ... apa yang akan dia lakukan? Ah tidak, ini tidak benar. Namun, hatiku en
Lewat jam sebelas malam mereka sampai di rumah. Reynand memarkikan mobil lalu kembali ke kamarnya, sedangkan Maya berjalan sendiri memasuki rumah yang sudah dalam keadaan gelap.Lelah jiwa raga yang dia rasakan cukup membuat kepalanya sedikit berdenyut. Mata indahnya sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.Tiba-tiba lampu dinyalakan dari lantai atas. Tampak Andini menuruni tangga dengan mengenakan baju tidur model kimono."Wah ada Nona Muda rupanya, sang Ratu Wijaya Corporation. Dari mana saja jam segini baru pulang?"Maya hanya diam, sesuai arahan Reynand mulai sekarang dia harus pandai mengontrol emosi. Daripada buang-buang energi menanggapi Andini lebih baik digunakan untuk mencari bukti perselingkuhan mereka, lalu membawanya ke pengadilan.Ya Maya sudah memantapkan hati untuk berpisah dengan Bram. Tapi tidak sekarang, Bram harus bertanggung jawab dulu karena sudah menggelapkan dana perusahaan dengan jumlah yang cukup besar."Mbak, udah ketularan Bik Munah ya ditanyain n
Delapan Tahun Yang LaluWiratama Hartadi segera melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit Waras Wiris begitu mendengar kabar bahwa kendaraan yang membawa keluarga Santora Dinata mengalami kecelakaan.Dia terpaksa membunyikan klakson berkali-kali untuk memecah kemacetan yang ada di depannya. Sahabatnya sangat membutuhkannya sekarang. Dokter Spesialis Penyakit Dalam itu harus segera sampai ke rumah sakit, karena keluarga Santora Dinata membutuhkan tanda tangannya untuk tindakan operasi.Mobil yang dikendarai keluarga Santora mengalami kecelakaan tunggal, mobil itu menabrak pembatas jalan ketika mereka sekeluarga kembali dari Jogja. Kabar terakhir yang dia terima sahabatnya itu dalam keadaan kritis. Membayangkan hal buruk terjadi, Wira semakin menambah kecepatan laju kendaraannya. Mobil Alphard berwarna hitam itu membelok melewati gang sempit untuk menghindari kemacetan.Dokter Wira menghabiskan waktu selama hampir satu jam untuk sampai di rumah sakit. Setelah memarkirkan mobil dia segera be
Saat ini Reynand sedang berada di Grand Residence Apartment. Sebuah apartemen dengan desain eksklusif dan fasilitas premium di kawasan Kebayoran Lama.Bukan tanpa alasan Reynand sampai ke apartemen mewah tersebut. Reynand ingin menyelidiki keberadaan Bram terkait dengan penyelewengan dana 12 miliar. Pasalnya Direktur Utama itu selalu mangkir jika Maya mencarinya untuk minta penjelasan.Semenjak pertemuannya dengan Dokter Wira tempo hari, makin banyak hal-hal ganjil yang ia temui.Hari ini Reynand membuntuti kemana Bram pergi. Itupun atas saran Kevin yang lebih dulu mencurigai ada yang tidak beres dengan Bram. Dan akhirnya perjalanannya membawa Reynand ke apartemen mewah ini.Sengaja dia tidak memakai seragam agar Bram tidak menyadari keberadaannya. Kali ini dia memakai jaket kulit berwarna hitam, topi, dan kacamata baca.Reynand duduk di salah satu kursi di sudut lobi sambil membaca koran. Dari tempatnya berada dia dapat dengan leluasa mengamati orang-orang yang keluar masuk ke dalam a
Reynand sampai di kantor ketika Maya sedang menandatangani berkas-berkas di mejanya."Selamat pagi, Nona.""Siang, Rey. Ini sudah jam berapa." Jawab Maya tetap fokus pada pekerjaannya.Sikap diam Reynand membuat Maya menoleh."Apa ada masalah?""Mmmhhh ... iya. Eh tapi kalau Nona sibuk, nanti aja."Maya menutup berkas dan meletakkan pena pada tempatnya lalu bersandar di kursi."Sekarang aku nggak sibuk. Kamu bisa duduk dan ceritakan ada masalah apa.""Kita ke ruang meeting saja."Maya heran tapi akhirnya berdiri mengikuti Reynand yang telah berjalan terlebih dahulu. Tampak dia berbicara pada Karin."Karin, kami ada meeting dadakan. Batalkan semua agenda Ibu Maya atau tunda sampai siang setelah jam dua.""Karin, berkas yang saya tanda tangani sudah selesai. Kamu bisa ambil di meja saya."Karin melongo melihat kedua atasannya berkata sambil berlalu menuju ruang meeting.Di ruang meeting mereka duduk berhadapan. Kemudian Reynand mengeluarkan sebuah amplop coklat seukuran folio."Apa ini?"
Pukul empat sore Maya sudah sampai di rumah. Dia masuk ke paviliun melalui gerbang samping. Mang Darto yang diminta untuk parkir di depan paviliun sepertinya sudah paham, pasti Bi Munah sudah menceritakannya.Entahlah, sejak dia memergoki Bram dengan Andini dia agak jengah berada dalam rumah itu. 'Tunggulah waktu yang tepat, dan kalian semua akan keluar dari rumahku,' pikir Maya dalam hati yang masih terasa nyeri jika mengingat hal itu.Sampai di kamar hal pertama yang Maya lakukan adalah menghubungi Reynand. Ditekannya tombol memanggil, tapi berkali-kali Reynand dihubungi tidak ada tanda panggilannya terhubung. Maya mencoba mengirim pesan melalui aplikasi berwarna hijau tapi hanya centang satu."Duh kemana lah si Reynand ini. Lagi dibutuhkan malah nggak bisa dihubungi," Maya akhirnya mengalah, " ah nanti sajalah aku hubungi lagi.Lebih baik aku mandi dan bersiap - siap,” katanya kemudian melempar ponsepnya asal
Setengah jam kemudian mereka sampai di sebuah restoran mewah dengan desain Eropa Klasik. Bangunan depan restoran tersebut menjulang tinggi dengan lampu-lampu besar menghiasi setiap sudutnya. Tiang-tiang kokoh terbuat dari marmer dengan warna perpaduan putih gading dan emas semakin membuat kesan mewah pada restoran tersebut.Kedatangan mereka disambut oleh dua orang pelayan di depan pintu masuk. Maya menggandeng lengan Kevin dan melangkah anggun menuju meja yang telah direservasi Kevin terlebih dahulu.Di sebelah kanan kiri mereka terdapat hiasan rangkaian bunga warna warni membuat suasana malam itu benar-benar romantis.Berbagai macam hidangan telah tersaji di meja. Begitulah Kevin, tidak suka menunggu. Sore tadi dia sudah membuat reservasi meja berikut menu makannya. Jadi begitu mereka datang tidak perlu lagi menunggu pesanan datang.Beberapa kali bertemu membuat Maya bisa lebih santai berbincang dengan Kevin. Dia orangnya coo
"Pagi, Cantik."Tiba-tiba Kevin muncul di pintu. Pagi ini sesuai rencana Kevin datang ke kantor Maya untuk membicarakan situasi perusahaan."Hai ... pagi, rajin amat. Jadwal kita jam 10 kan, Vin?""Iya sih, kangen aja buru-buru pengen ketemu kamu." Kevin tertawa ciri khas pemuda tampan itu. Tak ketinggalan buket mawar pink yang selalu dia bawa untuk Maya."Vin, jangan kasih bunga terus lah. Aku nggak enak. Aku harap kamu nggak lupa dengan kata-kataku semalam.""Ah santai ajalah, May. Anggap saja bunga ini sebagai tanda persahabatan kita. Tenang aja, aman. Aku nggak akan maksa kamu kok." Kevin berkata serius."Oke, baiklah. Kalau gitu aku terima."Maya bangkit melangkah mendekati Kevin yang masih berdiri untuk mengambil buket itu. Tapi malang saat hendak melangkah sepatunya sedikit menyenggol salah satu kaki meja membuat dia terhuyung.Kevin menangkap tubuh Maya agar tidak