MasukAlasan yang membuat Elea pada akhirnya seolah memberi harapan baru kepada Rendra karena ia membutuhkan pria itu. Kenapa ia mengizinkan Rendra masuk ke dalam rumahnya dan bahkan memberinya makan, karena ia butuh pria itu untuk membuktikan sesuatu. Ia ingin membuktikan, apakah mimpi buruknya akan tetap datang meski pria itu ada di sisinya. Mimpi yang selama ini terus menghantuinya — di mana setiap kali ia melihat anak kecil itu menghilang, tanah di bawah kakinya tiba-tiba terbelah dan ia jatuh tanpa bisa berpegangan pada apa pun. Dan mimpi buruknya akan selalu sama. Seperti video yang sama yang terus diputar ulang. Tidak pernah ada bagian yang kurang, tidak pernah ada bagian yang ditambahkan. Sama. Selalu sama. Tapi, di mimpinya saat berada di rumah sakit… ada kejadian yang berbeda. Di dalam mimpi itu, Rendra datang. Ia meraih tangannya, menariknya agar tidak jatuh, memeluknya dan mengatakan, “semuanya akan baik-baik saja.” Yang ajaibnya membuat mimpinya yang awalnya gelap gulita
Di bawah langit pagi yang perlahan memanas, Rendra melihat Elea tiba-tiba berjalan mendahuluinya tanpa merespons sepatah kata pun kata-katanya. Ia tidak tahu pasti apa Elea mau memberinya kesempatan sekali lagi atau diamnya adalah bentuk lain dari penolakannya. Rendra masih bergeming di tempat, sementara matanya terus mengikuti Elea yang kini sudah menaiki teras rumahnya, membuka pintu, lalu kepalanya bergerak — menoleh ke arahnya.Tatapan mereka bertemu. Perempuan itu tidak mengatakan apa pun dan hanya menatapnya seolah tengah menyampaikan sesuatu lewat matanya. Dan Rendra mendadak terlalu bodoh karena tidak dapat menangkap maksudnya.Antara tidak mengerti atau memang tidak mau salah paham karena ia mengira maksud tatapan Elea itu agar menyuruhnya untuk ikut masuk. “Aku boleh ke sana?” tanya Rendra akhirnya. Seperti sebelumnya, Elea tidak merespons dengan mulut. Perempuan itu hanya tiba-tiba langsung masuk ke dalam rumahnya, buat Rendra pada akhirnya mengerti Elea mempersilakanny
Bolehkah Rendra menganggap dirinya masih memiliki harapan? Beberapa hari ini, Elea tidak melarangnya untuk datang ke ruangan inapnya. Meski kehadirannya lebih seperti dianggap angin lalu atau bahkan mahluk tak terlihat. Mimpi buruk yang menghampiri Elea ternyata tidak hanya terjadi malam itu saja. Setiap malam, Rendra melihat Elea akan mengalami mimpi buruk dengan pola yang sama setiap malamnya. Saat mimpi buruk, tangan perempuan itu akan terangkat seakan ingin menggapai sesuatu yang tak terlihat. Lalu, air mata akan mengalir membasahi pipinya. Membuat Rendra menyimpulkan bahwa Elea sepertinya terus mengalami mimpi buruk yang sama. Fakta Elea terus mengalami mimpi buruk dan bahkan sampai menangis menghadirkan berbagai pertanyaan di benaknya. Mimpi buruk apa yang sebenarnya perempuan itu alami? Apa yang membuatnya terus-menerus dihantui bayangan yang sama setiap malamnya dan sepertinya terlihat begitu menyakitkan? Dan yang lebih mengganggu pikirannya — apa selama tiga tahun ini
Mati pastinya lebih mudah dibanding mendapatkan Elea kembali. Dulu saja, saat ia menggunakan segala cara di tangannya — bahkan cara terburuk sekalipun — Elea tetap begitu sulit untuk ditaklukkan. Perempuan itu bukan seseorang yang bisa dengan mudah dipengaruhi atau dipaksa untuk tetap tinggal. Namun, saat itu, Rendra masih memiliki sesuatu yang bisa ia tawarkan — tepatnya masih ada bahan untuk dijadikan ancaman. Masih ada celah untuk meyakinkan Elea bahwa bersamanya adalah pilihan yang benar, meski jalannya penuh paksaan dan kesalahan.Tapi, sekarang?Semuanya sudah terlalu hancur. Tidak ada yang tersisa kecuali luka dan kehancuran yang ia sendiri ciptakan. Kini, di mata Elea, ia tidak lebih dari sumber penderitaan. Tidak ada lagi kebencian yang meledak-ledak, tidak ada kemarahan yang bisa dijadikan pegangan bahwa setidaknya Elea masih memiliki emosi terhadapnya. Yang tersisa hanyalah ketidakpedulian, menganggapnya hanyalah orang asing yang tidak pernah memiliki arti apa pun di hi
Rendra terdiam di depan pintu ruang rawat inap vvip Elea. Ucapan dokter yang memeriksa Elea kembali teringang. “Dia mengalami demam dan asam lambungnya naik cukup parah. Kemungkinan besar karena kelelahan, stres, dan pola makan yang tidak teratur. Dia juga sepertinya kurang tidur dan terlalu banyak mengonsumsi kafein. Untuk saat ini, kami akan memberinya cairan infus dan obat untuk menstabilkan kondisinya. Untuk saat ini, ibu Elea perlu istirahat total.” Rendra menghela napas dengan berat. Jadi ternyata, selama ini kondisi Elea tidak sebaik yang terlihat. Menarik napas panjang untuk sekali lagi, Rendra meraih gagang pintu ruangan di hadapannya, diam sesaat, sebelum akhirnya membukanya. Namun, begitu pintu terbuka, dadanya seketika mencelos. Ranjang itu kosong. Elea tidak ada di sana. Dengan panik, Rendra melangkah cepat ke dalam ruangan, matanya liar mencari sosok yang seharusnya terbaring di ranjang. Kecemasan menyesaki dadanya, berbagai kemungkinan buruk berputar dalam kepala
Langkahnya gontai, namun ia terus berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Air dingin menyentuh kulitnya. Ia membasuh wajahnya berkali-kali, berharap bisa menghapus jejak mimpi buruk yang tertinggal.Lalu ia mengangkat wajahnya. Menatap pantulan dirinya di cermin.Wajah itu kini memiliki dua sisi yang berbeda.Di siang hari, ia bisa tersenyum hingga tertawa — seolah semuanya baik-baik saja. Tapi di malam hari, di saat tak ada siapa pun yang melihat… inilah dirinya yang sebenarnya.Seseorang yang kehilangan arah. Dan, kenyataannya memang seperti itu.Ia sudah kehilangan banyak hal dalam hidupnya.Dari mulai keluarganya, bayi yang pernah ia tolak kehadirannya, hingga dirinya sendiri.Karena tidur bukan lagi pilihan — tepatnya, ia tidak mau — Elea akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu selain tidur.Mengikat rambutnya menjadi ekor kuda, ia meraih jaket yang tergantung di belakang pintu, lalu mengenakannya sebelum melangkah keluar. Udara malam menyambutnya dengan dingin y







