"Good night, Isa. Aku harus pergi walau terpaksa. Aku harus membantu si bodoh Xander untuk mengejar bajingan itu dahulu. Sebenarnya aku tidak rela meninggalkanmu. Tetapi Xander itu ceroboh, namun karena kau mengatakan kepadaku harus menjaga Xander, aku tepati janjiku, Isa.” Javier mengelus surai istrinya kemudian mengecup dahi Isabella. Memang Isabella pernah mengatakan pada Javier kalau semisalnya mereka dalam keadaan berbahaya, tolong lindungi Xander juga. Isabella tahu Javier dan Xander berbeda. Xander tidak ahli dalam hal seperti itu.Setelah puas memandang istrinya, Javier mengecup kedua mata Isabella yang tertutup. “Kalau begitu aku pergi dahulu.” Sebelum pergi, Javier memerintah beberapa bodyguard untuk menjaga Isabella dan juga memanggil Lauren untuk menjaga Isabella. Tidak akan tenang hatinya jika meninggalkan Isabella seorang diri."Posisimu dimana?" Javier langsung bertanya pada Xander melalui telepon."Aku tidak tahu! Sekelilingku hanya hutan." Suara Xander tidak terlalu
Terlihat jelas darah terus keluar dari perut Xander, hampir sebagian sisi bawah kanan kemeja putih Xander dibasahi oleh darah. Lewat walkie talkie Javier memerintah pengawal yang berjaga di luar hutan. “Ambilkan kotak P3K,” ujar Javier dengan santai.Disisa kesadaran Xander, ia menyadari kedatangan Javier lantas tersenyum. “Aku sudah duga, kau akan menyelamatkanku.” Javier berdecak. “Hanya kebetulan saja aku melihatmu. Tadinya aku malas, karena waktuku terbatas.” Xander justru tertawa. “Gengsimu melampu tinggi sekali. Dasar pria tua.” Setelah itu Xander sedikit berteriak karena dengan wajah datarnya Javier menekan luka di perut Xander.“Brengsek,” lirih Xander. Ia merasa tubuhnya semakin lemas akibat lumayan banyak darah yang keluar.“Kau ditusuk oleh siapa?” Javier bertanya seraya menyingkap kemeja Xander dan melihat luka yang cukup parah. “Hantu mungkin,” canda Xander. Pengawal yang Javier perintahkan mengambil kotak obat pun sudah datang. Segera Javier membukanya dan mencari j
“Sialan!” Xander melotot pada pengawal itu.Sedangkan, sang pelaku justru terbahak-bahak. “Ternyata Tuan Xander anak mommy.” “Diam kau, botak!” geram Xander.Pengawal tersebut berhenti tertawa. “Namaku Dean, bukan botak.”Xander memutar matanya malas. “Ya, ya, ya. Whatever. Kau ini tidak ada sopan-sopannya ya?!” Baru kali ini Xander mendapati pengawal sejenis Dean.Dean tersenyum. “Maaf Tuan, saya bukan pengawalmu, jadi tidak apa 'kan saya bercanda sedikit tadi?” “Bercanda gigi mu ompong! Sekali lagi jika kau mengkageti aku, gigi mu akan ku rontokan! Mau?!” Xander menatap garang Dean. Saat tadi dengan Dean mengkageti dirinya, luka Xander jadi teramat sakit akibat pergerakan yang berlebihan. Xander takut jahitannya akan terlepas, membayangkannya aja sudah mengerikan. Dean sontak menggeleng. “Jika Tuan merontokan gigi saya, saya akan meninggalkan Tuan saja.” ancam Dean. Baru saja Dean ingin beranjak pergi, suara nyaring Xander membuat tidak jadi pergi. “Beraninya kau meninggalkan a
Javier masih ingat dahulu saat Victor bercerita mengenai impian pamannya, Wiliam. Wiliam berkeinginan membangun sebuah rumah dengan teknologi cangih. Dimana rumah tersebut bisa otomatis turun ke bawah tanah dan bisa lagi kembali seperti semula dengan menggunakan sebuah tombol saja rumah itu bisa bergerak turun maupun naik kembali.Cukup mengejutkan bagi Javier ternyata Wiliam benar-benar membuat rumah yang menurutnya mustahil. Javier tidak bisa membayangkan bagaimana sebuah bangunan turun perlahan ke bawah tanah. Kalau sebuah kotak persegi saja, seperti berbentuk lift, itu mungkin saja. Tetapi ini rumah. Sekarang Javier tinggal memikirkan bagaimana cara masuk ke dalam rumah tersebut. Sebab, tidak ada tombol atau sesuatu yang menujukannya. "Coba tidak cari kembali sekitar ini, ada semacam tombol atau tidak," perintah Javier pada bawahannya. Sementara Javier menyalakan walkie talkie untuk menghubungi Xander, ingin mengetahi kondisi pria itu. Saat walkie talkie sudah terhubung denga
Saat Javier mengatakan pada Lauren untuk menjaga Isabella selama pria itu pergi, dengan senang hati Lauren menyetujui. Sejak Isabella dinyatakan koma, Javier sementara tidak memberi izin kepada siapapun untuk menjenguk istrinya dulu.Pria itu semakin waspada akan sekitarnya. Tidak hanya Wiliam musuh terbesar Javier, pada lingkungan pekerjaan juga banyak musuh bisnisnya. Tetapi tidak seekstrim Wiliam yang berani mengusik keluarganya juga. Tidak bisa dipungkiri bahwa Wiliam cukup kaya raya, hingga membuatnya bisa melakukan hal apapun.Kini Lauren memandang Isabella yang masih terbaring koma, tidak ada yang tahu sampai kapan wanita tersebut tertidur. Melihat banyaknya masalah dalam rumah tangga Javier dan Isabella yang disebabkan oleh Wiliam, keluarganya sendiri, membuat Lauren sedih. Victor pernah membicarakan mengenai harta waris dengan Wiliam. Kalau yang sebenarnya tertulis di perjanjian kakek dan neneknya dahulu itu hanya Victor dan keluargnya yang mendapat hak harta waris. Sedangka
Satu tahun berlalu.Ya, sudah satu tahun berlalu Isabella masih terbaring koma. Beberapa bulan yang lalu Isabella hampir dinyatakan meninggal. Kondisinya kian menurun. Namun, Tuhan masih menyayangi wanita tersebut. Kini kondisi Isabella sudah membaik dan mengalami peningkatan yang cukup baik juga. Selama satu tahun lamanya tentu banyak yang sudsh berubah. Isabella sudah tidak di rumah sakit, Javier menginginkan istrinya di rawat di rumahnya, sebab penjagaan yang lebih ketat daripada di rumah sakit. Kamar tidur yang bisa ditempati Javier dan Isabella, diubah total menjadi seperti kamar rumah sakit. Semua alat dan tempat tidur rumah sakit dibeli oleh Javier. Bahkan sampai ada dua suster pribadi untuk rutin memeriksa kondisi Isabella.Meski kamarnya sudah terdapat banyak alat, Javier tetap tidur di kamar tersebut. Kamarnya cukup luas, jadi Javier selalu tidur satu kamar dengan Isabella. Pria itu tidak masalah tidur di sofa yang bisa dijadikan kasur. Selama setahun ini juga penjagaan di
Seketika otak Javier tidak berfungsi dengan baik. Tubuhnya kaku terdiam, terkejut apa yang dilihat depan matanya. Dalam hati Javier berkata, apakah ini nyata atau hanya mimpi? Entah sudah berapa kali mencoba mencubit dirinya untuk menyadarkan apa ini sungguhan. Rasanya seperti tidak asing, Javier pernah merasakan sensasi ini. Senasi dimana Javier pertama kali mengetahui bahwa Isabella mempunyai anak darinya. Di hadapannya orang yang berarti bagi Javier tengah menatapnya juga, dengan senyum lemahnya. Nafas Javier tidak stabil ketika Isabella perlahan mengulurkan satu tangannya, seolah meminta Javier untuk mendekat. Sebab, mulut wanita itu sedang memakai Nebulizer, alat bantu pernapasan.Perlahan Javier melangkah mendekat, senyum haru menghiasi wajahnya. Tak disangka air matanya juga membasahi wajahnya. "Isa..." Javier langsung memegang tangan istrinya dan menuduk, tangisan yang sudah ia tahan sedari tadi akhirnya tumpah. Suara terisiak Javier di tangan Isabella, membuat Isabella iku
Satu hal yang Javier takuti ialah kehilangan Isabella. Sering kali membayangkan jika Isabella tidak ada di sampingnya, mungkin Javier akan hilang kontrol. Isabella itu bagaikan obsesi bagi Javier. Bukan hanya semata obsesi saja wanita itu juga adalah candu. Jika, Isabella tidak ada, maka Javier bisa merasa hampa. Bagaikan pecandu narkoba, jika mereka lepas dari barang tersebut akan hilang kendali, begitupun dengan Javier pada Isabella.Tidak terpikir oleh Javier Isabella akan menanyakan mengenai bekas jahitan yang ada di perutnya. Apakah jika Javier mengatakannya, Isabella akan meninggalkannya?Sebab, Isabella pernah berkata pada Diana, mama Isabella, satu-satunya orang yang sudah mengetahui kehamilan Isabella, mengatakan, Isabella menanti kehamilannya ini. Bayangkan kalau Javier menjawab pertanyaan Isabella, mengapa perutnya ada bekas jahitan di sana? Ya, karena itu bekas operasi saat Isabella sudah dinyatakan mengalami keguguran. Javier tidak bisa membayangkannya.Meski Isabella t