Melihat raut wajah Nathan yang memelas melihat ke arahnya membuat Letta sempat tergelitik sejenak. Ia tidak percaya bahwa Nathan bisa mengatakan hal tersebut kepadanya.“Astaga, tidak. Haha, siapa juga yang mau denganku, Nathan,” Letta menertawakan.“Ya pasti ada! Kamu ini cantik, Letta. Apalagi, tubuhmu itu terlalu menggoda untuk tak didekati,” balas Nathan sambil memujinya.Wajah Letta mendadak memerah setelah mendapatkan pujian mendadak dari Nathan. Ia tidak tahu kenapa mendadak saja perasaannya tak bisa ia kendalikan.Dengan segera, Letta mendapati sinyal Nathan yang sengaja mendatanginya. Malam yang panas membuat Nathan tak usai untuk terus menikmati tubuh Letta. Sebelum pergi jauh dalam kurun waktu yang tidak diketahui, paling tidak Nathan ingin terus membayangkan rasa tubuh yang ia rasa sekarang.“Apa ada yang ingin kamu coba, sebelum kita tak bertemu dalam jangka waktu yang cukup lama?” tanya Nathan, yang
Letta buru-buru menuju ke rumah sakit dengan perasaan yang tidak karuan. Ia sangat senang mendengar kabar bahwa adiknya telah sadar. Kakinya melangkah dengan segera, mencari kamar baru adiknya ditempatkan.Ketika sampai di pintu kamar, ia melihat adiknya sudah terduduk memandangi jendela melihat keluar dunia yang terang. Air matanya tak tertahankan, perasaan senangnya tak terbendung, Letta begitu senang.“Kyla..” panggil Letta dengan suara yang gemetar.Kyla yang tado melihat ke arah jendela kini berbalik memandangi Letta yang baru saja tiba. Adiknya tersenyum dengan lebar meski wajahnya masih sedikit pucat.“Kak?” ucapnya.Letta berlari menghampiri Kyla, segera memeluknya dengan erat. Ia menangis bahagia. Penantiannya yang tak pernah ia duga kini sudah ia dapatkan. Tak sia-sia bagaimana selama ini Letta memperjuangkan keselamatan Kyla meski kemungkinannya hidup hanya sedikit.Membalas pelukannya, Kyla juga sama
Letta agak terkejut dengan ucapan Nathan. Ia tidak mengkonfirmasi di hari sebelumnya kalau hari ini mereka akan kedatangan orang tua dari Nathan.“Apa?! Kenapa kamu tidak bilang?!” Letta terkejut karena merasa takut.Nathan melihatnya, dan memandang tegak lurus pada Letta. “Aku memintamu memasak sebanyak ini, apa kamu tidak curiga?” tanya Nathan yang tidak terlihat bersalah setelah menyampaikannya.Sempat membeku selama beberapa saat, Letta segera mengatur napas meski ia masih merasa sedikit panik dengan ujaran dari Nathan yang terlalu mendadak. Ia segera mencuci tangannya terlebih dahulu dan berkemas.“Mau kemana?” tanya Nathan, yang heran melihat Letta malah sibuk sendirian.“Tentu saja pulang! Apa kata orang tuamu nanti kalau melihat ada wanita lain di rumah ini selain Jenna?!” pekik Letta, yang sadar bahwa ini salah.Nathan yang sudah selesai sarapan itu segera mendekati Letta yang terbuuru-buru, kemudian memeluknya dari belakang sambil berbicara pelan dengan suaranya yang sangat
“Apa? Kamu gila?!” Jenna jelas menolak.“Hei, sayang. Bukankah kamu bilang sangat ingin masuk ke event itu? Kalau tak mau, kamu takkan mendapat kesempatan,” tukas Harry, sambil merangkulnya.Jenna sempat tersentak karena ia ingat bahwa keinginannya yang besar berusaha mendapatkan apa yang dia inginkan. Tetapi, ia segera menelan saliva, dan merasa bahwa dirinya sedang dijebak.“Aku rasa… aku tak jadi,” ucap Jenna, menepis perlahan tangan Harry.Harry yang sudah berharap bisa menjebak Jenna jelas kesal. Raut wajahnya yang tidak menyenangkan membuat Jenna jadi semakin mawas diri. Ia sadar sudah masuk kandang seseorang yang berbahaya.“Jadi, kamu tidak mau?” tanya Harry, nada bicaranya sangat berat.Saat menatap matanya, Jenna merasakan adanya ancaman yang tidak bisa ia kendalikan saat ini. Jenna sedikit menjaga jarak sambil tetap memasang senyum, agar tidak mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka.“Yah, kurasa aku bisa menunggu tahun depan. Mungkin sekarang memang belum
“A- Apa?” Jenna agak kaget mendengar pernyataan James.“Kamu tidak sadar? Dibandingkan kamu, temanmu itu kelihatan lebih berkelas. Bahkan, dia jauh lebih sopan darimu,” tambah James, dengan nada yang membuat Jenna terdiam.Matanya bergetar memandangi senyuman James yang tak berbohong. Jenna sudah hapal betul kalau sampai James memuji sambil memasang raut wajah itu, maka jelas James tak berbohong mengenai ucapannya.“Jadi, kamu sudah sadar, kalau kamu sudah lagi tak ada harganya, Jenna,” ucap James.“A- Apa maksudmu?!”James tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. Ia mengherankan pikiran bodoh Jenna yang tak mencapai apa yang dimaksud oleh James yang terdengar sangat jelas dan tidak dikurangi sama sekali.“Tak akan ada lagi yang mau denganmu, Jenna. Apa kamu tidak tahu? Rumor bahwa sudah banyak pria yang menidurimu menyebar luas sampai ke telinga Nathan,” ucap James.Kali ini, Jenna dibuat terkejut. Rumor yang tidak ia ketahui persebarannya sudah sampai pada suaminya. Karena itulah
Jenna yang biasanya hanya bisa marah-marah dan menyalahkan, kini dibuat tak bisa membalas oleh ucapan Nathan.“Kamu bela dia?!” Jenna menunjuk ke arah Letta.“Membela? Darimana aku kelihatan membelanya? Aku hanya mengatakan padamu bagaimana kamu selama ini,” balas Nathan.“Tapi kamu membelanya Nathan! Kamu bisa bicara baik-baik padaku! Atau paling tidak saat ada aku saja!” tegas Jenna.“Memangnya kamu pernah bicara baik-baik padaku? Kamu selalu mengancam takkan pulang kalau tidak aku beri uang,” Nathan membalikkan ucapannya.Jenna kembali dibuat terdiam. Sementara Letta hanya bisa memandangi sambil tertawa di dalam hatinya. Memang ini yang ia inginkan. Jenna tahu diri akan posisinya dan tak semena-mena lagi kepadanya.Mata Jenna sudah mulai memerah. Bercampur amaran dah juga rasa malunya yang tak bisa ia bendung lagi. Didekatinya Nathan yang masih memegang dompet pemberian Letta, direbut lalu dibanting kembali ke lantai.“Buat apa aku menerima barang murahan?! Apa aku kelihatan semura