"Halo."Terdengar suara perempuan di sana. Dia mengernyitkan dahinya. Bagaimana bisa ponsel Marvel ada pada seorang perempuan? Grace yang tadinya itu memejamkan mata, beralih pada ponsel milik Marvel yang berdering. Marvel tak kunjung jua membuka matanya itu dan terpaksa ia mengambil ponsel Marvel yang tertera di sana adalah Gio Faminiano Tremont dan ada gambar lumba-lumba di sana."Lho, maaf. Ini siapa, ya? Marvel ada?" tanya Gio dengan hati-hati. Pria itu masuk ke dalam kamar mandinya walaupun kamar miliknya itu kedap suara, tetapi bisa jasi saja entah Lin, Claire atau Retirado menguping di balik pintu kamarnya itu."Ah, dia sedang tertidur.""Lo siapanya dia?"Grace terdiam, gadis itu lalu menepuk dengan kasar bahu Marvel sehingga pria itu meringis dan terdengar oleh Gio dati seberang. Pria itu mengernyitkan keningnya. Apakah mereka tengah bermain? Pikir Gio. Ah, padahal umurnya masih 25 tahun.Grace yang melihat Marvel sudah membuka matanya itu, dia memperlihatkan bahwa Gio tengah
Grace membuka secara diam-diam kancing baju pria itu lalu ia menyibaknya dengan perlahan membuat Marvel yang tadinya menatap ke arah lain kini beralih pada Grace yang telah membuka kancing kemejanya. Kulit tubuhnya itu terasa dingin karena terpaan pendingin ruangan yang menyala dan juga terkejut ketika kancing kemejanya telah terbuka oleh Grace. Marvel menatap manik mata gadis itu dengan tatapan bertanya, tetapi Grace tak mengindahkan tatapan itu.Dia cukup terpesona dengan bentuk tubuh Marvel itu dan ia teringat dahulu Marvel pernah menyuruhnya untuk menyentuh puting dada milik Marvel itu saat pria itu menginap di rumahnya. Grace pun menyentuh ujung dada Marvel itu membuat pria itu memejamkan matanya. Entah apa yang dirasakan oleh Marvel itu, tetapi di otak Grace cukup lucu sekali. Ia mengira bahwa pria tak memiliki puting dada seperti dirinya dan bentuk anatomi tubuh pria dan wanita itu juga cukup berbeda."Grace."Marvel memanggil nama Grace diiringi dengan desahannya dan juga bera
"Bolehkah aku mengambilnya, Sayang?" tanya Marvel memastikan pada gadisnya itu.Grace terdiam, sejujurnya ia belum pernah merasakan berhubungan dengan pria manapun apalagi Marvel yang baru saja ia kenal dan sekarang rasanya penasaran sekali."Apa itu akan berdarah?"Marvel tersenyum mendengar pertanyaan gadisnya itu."Pastinya Sayang, kalo kamu masih memiliki selaput darah maka selaput darah itu akan robek dan mengeluarkan darah. Tapi, jika kamu tak mempunyai selaput darah. Kamu tak akan mengeluarkan darah," jawab Marvel."Apa kamu pernah kecelakaan atau terjatuh?" tanya Marvel.Grace menggelengkan kepalanya."Jadi, apakah boleh aku mengambilnya sekarang? Kalo kamu gak mau gak apa-apa. Aku gak mau 'bermain' sama seorang perempuan yang dipaksa."Grace menatap mata Marvel. Terlihat ada hasrat yang ia tahan di sana."Boleh."Mendengar penerimaan dari gadis itu, Marvel memangut bibir mereka dengan penuh kasih sayang. Grace memeluk leher Marvel. Ia juga ketakutan jika dirinya nanti mengelu
Marvel meraup, menghisap, menjilati dan memasukkan lidahnya ke dalam sana sehingga Grace sedikit tersendak menerima serangan lidah Marvel yang runcing itu menggelitiki lidahnya. Grace meremas selimut tebal yang masih menggantung di tubuh Marvel itu. Setelah sekian lama mereka berciuman, barulah Marvel melepaskannya dan melihat bibir Grace sudah membengkak merekah akibat perlakuannya itu."Ih, Om. Tambah bengkak lagi," gerutu gadis itu menutupi bibirnya yang sudah membengkak akibat ciuman Marvel.Marvel tertawa mendengarnya, pria utu mengecupnya singkat sebagai tanda permintaan maafnya itu. Marvel pun beranjak dari ranjang lalu mendudukkan gadis itu di bibir ranjang sementara dirinya masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Grace pun membuka lemari pakaian mereka. Hanya 5 pasang pakaian kantor dan 3 pasang pakaian santai milik Marvel itu.Grace mengambil jas abu-abu mengkilat senada dengan celananya lalu ia mengambil kemeja putih bergaris krem yang senada dengan dasi krem be
"Kamu gak ingat, Sayang? Waktu kamu bantu aku itu, kamu jijikkan sama cairanku? Nah, itu yang membuat para gadis hamil jika cairan itu masuk ke dalam rahim kalian," jawab Marvel menatap gadisnya itu yang bersandar di dada bidangnya sementara Grace hanya ber oh ria."Tapi, kok bentuknya lain, ya? Kok warnamya itu kayak susu? Putih.""Itu tandanya pria sehat, Sayang. Kalo cairannya berwarna lain, kemungkinan dia berpenyakit dan aku gak tahu penyakutnya apa."Grace tak lagi menanyakan hal itu pada Marvel, gadis itu terlanjur menikmati dessertnya yang ia santap dengan angin sepoi yang menyentuh tubuh mereka dan beberapa kali helaian rambut Grace itu menari-nari di wajah Marvel. Pria itu cukup menikmati aroma harum dari rambut gadis itu dan juga suara decapan yang keluar dari bibir Grace karena gadis itu menyantap es krim yogurt."Oh iya Om. Hari Kamis depan sekolahku adain kamping. Bagian tenda dari sekolah, Xella bawa tikar sama tempat tidur, Anggu bawa bantal, aku bawa panci sama tempat
"Aku harus datang ke sana."Lin masuk ke dalam kamarnya dengan langkah yang sangat tergesa-gesa. Wanita itu lebih dahulu merias wajahnya dengan lipstik nude di bibirnya, mascara yang membuat bulu matanya tebal, sedikit sentuhan concelear, sedikit blush on di tulang pipinya dan setting spray agar wajahnya segar. Wanita utu menyambar tas branded di lemari khusus tas miliknya, kunci mobil dan ponsel yang tergeletak di atas ranjang. Wanita itu pun tak mengganti pakaiannya karena ia hanya mengenakan blouse pink setinggi lututnya itu.Wanita itu beberapa kali menelpon Marvel tetapi, nomor Marvel tidak aktif. Lin geram, apakah Marvel mengganti nomor ponselnya setelah ia beralih jabatannya dari kantor milik ayahnya itu dan sekarang menjadi Presdir di sebuah hotel berbintang 5 itu? Pikir Lin dan jawabannya adalah benar. Lin beberapa kali membunyikan klakson mobilnya karena dia terjebak macet. Dilihatnya dari kaca spion, tak bisa lagi mobilnya berjalan mundur ke belakang untuk menyalip macet it
"Aku ke sini mau liat kamu, Marvel. Aku 'kan udah bilang kalo aku mau buka lembar baru lagi sama kamu."Lin menatap Marvel yang kini tinggi mereka sejajar karena Lin mengenakan sepatu hak tinggi di kakinya itu. Sementara Marvel yang mendengarkan ucapan Lin itu tersenyum miring."Aku juga udah bilang buat jangan ganggu hidupku lagi. Terserah kalo kamu cari pria lain, aku gak peduli dan gak mau tahu. Aku punya kehidupanku sendiri, Lin.""Apa karena perempuan itu?""Kalo iya, emangnya kenapa? Itu bukan urusanmu. Urus dirimu sendiri."Marvel membalikkan tubuhnya lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Lin. Sebelum hal itu terjadi, Lin lebuh dahulu menangkap pergelangan tangan Marvel dan membuat langkah pria itu terhenti. Dengan cepat Lin memeluk tubuh kekar Marvel, menghirup aroma mint yang menguar di tubuh pria itu dan menelusupkan kedua tangannya di pinggang Marvel hingga ke punggung. Melihat perlakuan Lin itu pada dirinya, dengan kasar Marvel melepaskan pelukan Lin dengan cepat. Tetapi,
Marvel mencoba untuk mengirim pesan melalu nomor telepon Grace terlebih dahulu. Sudah terkirim, tetapi belum tahu apakah gadis itu sudah membacanya atau tidak karena pesan biasa hanya bisa mendapat balasan atau tertunda karena mungkin saja nomor telepon dituju itu sedang tidak aktif. 5 menit, tak kunjung mendapat balasan dari Grace. Marvel kembali menatap pesan mereka dan Grace belum kunjung online jua."Apa kamu sama sahabat-sahabatmu di sana?" gumama Marvel.Pria itu terlihat gelisah sekali. Marvel masuk ke dalam kamarnya, dia terlebih dahulu meminta staff hotelnya untuk membelikannya beberapa masker hitam untuk ia kenakan saat keluar. Setelah pria itu mendapatinya, Marvel kini berusaha untuk menelepon gadis itu.Tut!Panggilannya masuk, setelah itu operator mengatakan bahwa ponsel Grace tengah sibuk karena gadis itu mematikannya. Mungkin saja dia tak ingin mendengar apa-apa dari Marvel. Tapi, perbuatan Grace itu membuat darah Marvel mendidih. Bisa-bisanya gadis itu mematikan telepo