Rencana licik Zea"Tugas apaan, Ze? lu mau gua jual ke mucikari lagi, hahaha?""Eh, sialan mulut lu. Gak butuh gua kaya gitu. Duit gua dah banyak. Lu harus meneror seseorang.""Hah? neror siapa?" "Nanti malem gue jelasin rencananya. Temuin gua di tempat biasa.""Oke siap." Sambungan telepon langsung aku matikan. Malas berlama-lama menelepon Reno. Otak pria itu mirip tong sampah. Isinya busuk semua. Sembarangan sekali merekomendasikan mucikari untukku. Dia pikir aku semurah itu? tentu tidak. Aku bukan wanita penghibur biasa. Kelas tinggi. Hanya tertarik dengan pria berdompet tebal saja. Tak mau terikat dengan komplotan germo. Tidak menguntungkan. "Zea, buka pintunya. Mamah harus bicara."Mamah menggedor pintu sangat kencang. Perempuan tua itu pasti belum puas memarahiku. Kalau soal uang saja, selalu gerak cepat. Harusnya dia juga tahu, bahwa anaknya memiliki pemikiran yang sama. Aku tak akan membiarkan Rama lepas begitu saja. "Mau bicara apa, Mah? Zesa capek mau tidur, nanti saja."
[Cepetan, Ze. Kunci sudah di gua. Gak usah dandan cantik-cantik lu. Nanti juga lu bakal buka baju.]Sialan pria itu. Dasar kepala preman tidak punya otak. Aku membayar dia untuk mengawasi gerak gerik Mas Rama. Bukan untuk mengkritikku. Sebelum pria itu mengeluarkan seisi kebun binatang, aku bergegas menuju hotel Mas Rama. Aku juga tak mau rencana yang sudah disusun rapi ini malah gagal. Maka, sebisa mungkin, diriku harus tepat waktu. "Mana kuncinya?" tanyaku sesudah sampai di parkiran. Aku sengaja masuk ke dalam mobilnya. Agar tidak ada yang mencurigai gerak-gerik kami. "Nih, gua bakal jaga dari luar. Lu bisa 'kan sendirian di kamar itu? atau harus gua bantu video kelakuan mesum lu nanti?""Sialan. Gua bisa sendiri. Lu cukup ngamanin dari luar." Reno hanya merespon dengan anggukan. "Oh, iya, gimana caranya lu dapetin kunci cadangan ini?""Gampang. Gua bilang aja lu istri Si Rama. Nunjukin foto pernikahan kalian, dan bilang kalau lu mau ngasih surprise sama Si Rama. Ditambah uang p
Mataku membulat sempurna. Aku benar-benar yakin tadi paket itu berserakan di lantai halaman depan. Namun, sekarang paketnya sudah digantikan dengan sebuah boneka. "Tapi ... tadi ... isi paketnya bukan itu, Pak. Tadi ada di sini. Potongan jari manusia. Saya gak bohong, Pak.""Orang gak ada apa-apa, Mbak Anin. Kayaknya Mbak kurang tidur, hanya halusinasi. Banyak-banyak minum, Mbak biar psikisnya tetap sehat," ujar Bu RT seakan menyindirku. Wajahnya menelisik ke arahku. Seakan mengira kalau aku kena gangguan mental. "Tadi paketnya ada di sini, Bu, Pak. Saya benar-benar melihat dengan mata kepala sendiri. Tidak halusinasi. Paketnya benar-benar ada.""Sudah Mbak Anin. Lebih baik Mbak istirahat. Saya dan istri pamit balik lagi ke rumah. Kalau Mbak butuh apa-apa, silakan datang lagi saja ke rumah.""Tapi pastikan dulu, yah, Mbak Anin. Biar gak tipu-tipu kaya gini. Saya udah kaget, eh, ternyata cuman boneka kaya gini. Anak saya saja suka boneka. Masa Mbak ketakutan cuman gegara boneka.""Su
"Dasar pria bajingan!" teriakku membanting bantal dan guling. Semua barang yang ada di kamar menjadi sasaran amarah. Hatiku remuk redam. Tak menyangka suamiku bisa berbuat demikian. Dia bilang dijebak, dia pikir aku bodoh bisa percaya begitu saja? kalau yang dikirim orang misterius itu berbentuk file foto, mungkin aku masih bisa percaya alasan Mas Rama. Foto bisa diedit dan di akali supaya mirip. Namun, tidak dengan video. Rekaman itu benar-benar asli wajah suamiku dengan mantan maduku. Gila Mas Rama. Jangan-jangan selama ini dia juga berbohong. Bilang kalau tak pernah menyentuh Zea. Namun, bisa saja di belakangku main kuda-kudaan dengan pelacur itu. Dasar pria brengsek."Tega kamu, Mas ...."Napasku berderu tak karuan. Akibat menahan kekesalan dan amarah yang membludak. Tumpah ruah bagai banjir bandang. Istri mana yang tak sakit hatinya menyaksikan adegan perzinahan suaminya dengan pelacur? pasti semua perempuan akan terluka. Hatinya hancur lebur bagai sebuah kertas yang dilahap Ap
"Apa! Zea kabur?" tanya Mas Rama kaget. Begitu pula denganku. Ke mana perempuan titisan Dajjal itu. Dia pasti sengaja tak mau menemui kami berdua."Iya. Jangan ganggu keluarga saya lagi!" teriak Mamahnya Zea sambil menutup pintu sangat keras."Buka pintunya Tante. Saya belum selesai bicara," teriakku terus menggedor pintu. "Percuma, Nin. Pasti Zea sengaja kabur. Dasar perempuan gila. Lebih baik kita pulang dulu, untuk memikirkan cara agar perempuan gila itu keluar dari tempat persembunyiannya."Aku tak menanggapi ucapan Mas Rama. Berjalan menuju mobil. Berusaha menegakkan emosi jiwa. Aku harus tenang. Agar masalah ini menemukan titik terang. "Kita coba cari Zea di tempat nongkrong atau di mana gitu. Tempat yang biasa dia kunjungi."Mobil segera di arahkan menuju tempat yang biasa dikunjungi Zea. Hanya sebagian kecil saja tempat yang aku ketahui. Hasilnya, sampai sore tetap saja kami tidak menemukan keberadaan Zea. Aku dan Mas Rama memilih pulang ke rumah. Biarkan saja kalau perempua
"Maaf, Nin, Mas terpaksa mengizinkan dia di kamar ini. Mas sudah melarang, tapi dia bilang keinginan bayi.""Mas, sudah diskusinya. Cepat sini, perutku kram. Mau dielus-elus.""Gila kamu, Zea. Itu bukan anakku. Kamu boleh tidur di mana saja. Tapi jangan minta perhatian apalagi cintaku. Percuma saja. Selamanya hatiku hanya untuk Anin. Bukan untukmu. Jadi, lebih baik kamu menyerahlah. Hentikan permainan bodoh ini.""Terserah kamu mau ngomong apa, Mas. Aku hanya butuh tanggung jawab. Kamu mau anak ini mati? lihat saja kamu, Mas Kalau kamu tak mau tanggung jawab, aku bakal laporkan ke polisi.""Laporkan saja. Di mata hukum, aku istri yang sah. Sedangkan kamu, sebagai istri kedua tidak punya kekuatan hukum untuk menuntut.""Berisik, Mbak. Perutku sakit nih. Arrgh ... Mas sakit ....""Zea ...."Pada akhirnya, Mas Satria tetap tertipu dengan akting perempuan murahan itu. Dia pasti tidak tega. Takut anak itu benar-benar darah dagingnya. Rasa simpatinya, sanggup mengalahkan kekesalannya pada Z
Godaan PelakorAku putuskan untuk segera pergi ke rumah Zea. Pasti mereka masih ada di sana. Entah memang sedang bermesraan, atau Pelakor tak mengizinkan suamiku pulang. "Sialan. Dasar cewek pelakor. Awas saja kamu," ujarku sambil mengendarai mobil. Tidak butuh waktu lama. Hanya dalam kurun waktu kurang satu jam, mobilku sudah terparkir di halaman rumah Zea. Namun, aku tidak menemukan mobil Mas Rama di sana. Apa mereka di rumah orang tua Zea? tak mungkin. Aku lihat, lampu rumah ini menyala. Maka aku putuskan untuk menggedor pintu. Pasti ada seseorang di sini. "Zea... Mas Rama ... buka pintunya!""Woy, pelakor buka pintunya!" teriakku naik pitam. Emosi benar-benar menguasai jiwa. Tangan mengepal kuat. Rasanya inginku bakar saja rumah ini. Namun, aku bukan orang gila. Masih punya akal sehat. Harus memikirkan segala langkah dengan matang. Tidak boleh asal bertindak.Manusia diberikan akal agar tidak salah jalan. Bisa memikirkan Setiap langkah dan pilihannya dengan matang. Maka, suda
Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Allah mengatakannya dalam Al Qur'an surat Al insyirah sebanyak dua kali. Maka, manusia sudah sepatutnya mempercayai firman tersebut. Sesulit apapun cobaan hidup, pasti akan terselesaikan. Asalkan mau berusaha dan terus berdoa. Supaya mendapat pertolongan dari-Nya. "Makasih, Sayang. Kamu juga makan yang banyak, yah. Habis ini kita jalan-jalan ke mall, buat nonton bioskop. Gimana?""Serius, Mas? shopping boleh yah?""Boleh dong. Kamu bebas beli apa aja. Anggap aja, hari ini kita mau nostalgia buat pacaran. Mengulang masa-masa indah dulu.""Asyik. Oke deh, ayok cepetan makannya, Mas. Habis ini aku mau dandan yang cantik. Mau menikmati hidup sama kamu, hihi.""Kamu udah cantik Sayang.""Bisa aja bohongnya, Mas. Kalau aku cantik, kamu gak bakal mau main ranjang sama perempuan itu."Kami terdiam bersamaan. Hanya saling berpandangan. Seolah-olah saling bertukar kesedihan lewat pandangan. Momen kebersamaan kami yang hampir terasa indah seketika berubah