Share

Obsesi Liar Maduku
Obsesi Liar Maduku
Author: Vyra Fame

Suara nakal itu?

BAB 1

"Aw, Mas, kamu nakal deh, aw! Jangan begini ah, kan geli, Mas! Hahahaha!" Suara mendesah dan manja terdengar di telingaku. Aku yang baru saja pulang dari tempatku mengajar sedikit mengernyitkan dahi. Kalau suara perempuannya aku kenal, dia adalah Zea istri kedua suamiku. 

Akan tetapi, Zea sedang bergurau dengan siapa? Mas Rama? Itu tidak mungkin, sebab mas Rama sedang bekerja di luar kota. Pekerjaan mas Rama adalah seorang kontraktor. Mas Rama sering bepergian dan berpindah-pindah lokasi kerja karena memang pekerjaannya yang menuntut seperti itu. 

Mas Rama menikah lagi memang atas persetujuan dariku. Sebab sudah lama kami menikah tapi belum juga dikaruniai momongan. Berbagai usaha sudah kami lakukan dan hasilnya aku juga mas Rama sama-sama subur tapi, kembali lagi bahwa kehadiran seorang anak adalah hak prerogatif Allah SWT. Sementara itu mami mertua yang sudah kbelet memiliki cucu memaksa mas Rama untuk menikahi anak sahabatnya. 

Awalnya berat memang karena siapa sih wanita yang rela dimadu? Mas Rama pun awalnya menolak tapi, akhirnya dia mau karena aku terus membujuknya untuk menuruti apa kata mami. Aku tidak ingin karena mas Rama ingin membelaku maka membuatnya menjadi durhaka terhadap mami. Aku juga tidak memilih untuk mengakhiri pernikahan ini karena selain aku sangat mencintai suamiku juga aku yakin jika suamiku mampu berbuat adil. Lebih baik dia menikah secara terang-terangan dan meminta izin padaku daripada sembunyi-sembunyi dan itu tentu akan membuatku bertambah sakit. Hingga akhirnya terjadilah pernikahan kedua mas Satria secara siri. 

Yah, aku memang hanya memperbolehkan mas Rama dan Zea menikah secara siri karena itulah syarat dariku untuk mengizinkannya menikah dan mami tidak keberatan soal itu. 

Tiga bulan sudah Zea dan mas Rama menikah dan selama itu juga perlakuan mas Rama kepadaku tidak pernah berubah sedikit pun. Mas Satria justru berlaku sangat adil menurutku. Adil di sini dalam arti dia memberikan hakku dengan baik sebagai istri pertama sebab aku lah yang menemaninya mulai dari dia belum memiliki apa pun. 

Contoh keadilan terhadap hakku adalah mas Rama memberi uang nafkah bulanan untukku jauh lebih besar dari yang ia berikan pada Zea. Awalnya Zea memang protes tapi itu sudah kesepakatan antara aku juga mas Rama dan Zea tentu saja tidak bisa menolak keputusan yang sudah kami buat. Bukankah itu yang dimakdud adil? Zea datang di saat mas Rama sudah memiliki segalanya. Jadi wajar kalau uang nafkah untukku jauh lebih besar daripada untuk Zea. 

Soal tempat tinggal awalnya Zea meminta dibuatkan rumah yang sama mewahnya dengan rumah yang saat ini aku tinggali tapi tentu saja lagi-lagi ditolak oleh mas Rama. Beliau tetap membelikan rumah untuk Zea tapi tidak sebesar milikku melainkan rumah hanya dengan luas tanah tidak lebih dari 100 meter persegi dan dengan tipe lima puluh itulah yang mas Rama berikan untuk Zea. 

Lagi-lagi awalnya Zea protes tapi dia tidak bisa apa pun karena itu sudah keputusan mas Rama. 

Bukannya aku tak tahu kalau Zea mau menikah dengan mas Rama lantaran kemapanan suamiku dan ketampanannya. Akan tetapi, aku sebagai istri yang baik tentu saja berusaha menjaga mas Rama dari semua sifat buruk Zea. Karena aku sangat tahu seperti apa suamiku itu. Delapan tahun aku menikah dengan mas Rama membuatku hafal di luar kepala bagaimana luar dan dalamnya suamiku. Jangan sampai istana cinta yang sudah kita bangun dengan megah dan indahnya dihancurkan hingga berkeping-keping oleh pelakor seperti Zea. 

"Aw, Mas! Jangan begini dong ah! Nanti kan kedengaran orang tau. Kamu ini benar-benar deh dasar mesum suka banget tangan nakal kamu itu menjalar kemana-mana." Lagi, suara menjijikkan itu kembali terdengar. 

Beginilah memang jika mas Rama sedang pergi bekerja maka Zea akan tinggal di rumah ini bersamaku guna menjaga hal yang tidak diinginkan terjadi. Contohnya seperti ini, entah kenapa aku yakin yang di dalam itu adalah laki-laki lain yang tentunya bukan mas Rama. Akan tetapi, Maya akan kembali lagi ke rumah yang mas Rama belikan jika mas Rama sudah kembali. 

Dadaku berdegup kencang, napasku memburu, dan tanganku mengepal erat. Berani sekali dia membawa laki-laki ke rumahku di saat aku sedang tidak di rumah. Kebetulan hari ini aku pulang lebih cepat dari biasanya dikarenakan sekolah akan mengadakan kegiatan pentas seni jadi para guru bisa sedikit bersantai. 

Jika biasanya aku akan pulang ke rumah pukul satu siang maka hari ini aku pulang di jam sembilan pagi. Aku berjalan dengan langkah cepat menuju kamar di mana Zea tinggal selama mas Rama tidak ada. 

Kubuka handle pintu kamar Zea tapi ternyata dikunci dari dalam. Kepalang emosi aku menggedor keras pintu kamar Zea. Ingin sekali rasanya aku menerjang pelakor murahan di dalam dana dan memberinya pelajaran yang tak akan pernah bisa dia lupakan. 

Brak

Brak

Brak

"Zea buka pintunya! Cepat buka dasar jalang! Cepat buka Zea!" 

Hening …. 

Tidak terdengar suara apa pun lagi di dalam sana. Apakah aku salah dengar? Ah tidak mungkin telingaku belum tuli. Aku tidak salah dengar itu memang suara Zea. Aku sangat tahu itu. 

"Zea buka!" 

Brak brak brak! 

Lagi, aku menggebrak pintu kamar Zea keras. Hingga aku dibuat sedikit tersentak dengan kehadiran mbak Siti, art di rumahku yang entah dari mana. 

"Bu Anin? Ada apa, Bu?" tanya mbak Siti  padaku. 

"Mbak, Zea mana?"

"Bu Zea? Dia tadi pamit pergi katanya ada urusan." Aku terdiam mencoba mencerna ucapan mbak Siti. 

"Zea pergi? Mbak Situ jangan bercanda! Jelas-jelas aku tadi dengan kalau Zea lagi ada di kamar dan lagi bermesraan sama laki-laki di sana! Kunci cadangan mana!" 

"Kunci cadangan?" 

"Iya cepat mana kunci cadangan ambil!" sentakku pada mbak Siti hingga membuat berjenjang dan segera mengambilkan apa yang kupinta. 

"I-ini, Bu, kuncinya," ucap mbak Siti sambil menyerahkan kunci itu padaku. Dengan cepat aku menyambar kunci yang mbak Siti berikan padaku. Kumasukkan anak kunci tersebut ke dalam lubang kunci yang ada. Setelah kunci itu masuk, saya segera memutarnya.

Bergegas aku membuka pintu kamar Zea menggunakan kunci cadangan dan seketika mataku membelalak saat melihat keadaan di sana. Ah tadinya aku, kenapa tidak sejak saja aku membuka pintu ini, toh aku punya kunci cadangannya. Dasar aku ini memang bodoh! Kalau begini pasti mereka sudah siap-siapa di sana. Akan, tetapi latihan lebih baik daripada yang dilakukan bukan sama sekali?

"Zea....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status