Share

4. Ujian Dari Sang Permaisuri

"Kalau begitu, harapanmu itu pasti berkaitan dengan hal yang Ibu inginkan darimu."

Bellanca menebak tepat sasaran.

Di sisi lain, diamnya Arxen membuat Bellanca jadi lebih yakin bahwa harapan yang dibilang putranya itu pasti berkaitan erat dengan keinginan Bellanca, atau setidaknya, harapan Arxen bisa dengan mudah diraih putranya saat dia berhasil memenuhi keinginan Bellanca.

Bellanca sangat mengenal Arxen. Bagaimana pun, Bellanca sendiri yang merawat dan membesarkan Arxen, jadi dia tahu semua isi pikiran anak itu. Selama ini Arxen sering menolak keinginan Bellanca karena anak itu merasa apa yang diinginkan ibunya tidak sesuai dengan harapannya. Jadi Arxen tidak akan mungkin mengubah pikirannya hanya dalam semalam, jika tidak ada hal kuat yang mendasarinya.

"Baiklah!" Bellanca bertepuk tangan sekali. Arxen jadi kembali fokus. "Ibu akan mengajukan pertanyaan padamu lagi, seperti kemarin."

"Silakan tanyakan apa saja, Ibu." Arxen tersenyum percaya diri. "Aku pasti akan bisa menjawab semua pertanyaan Ibu dengan tepat."

"Kuharap juga begitu." Bellanca terkekeh pelan. "Kalau begitu ... mari kita mulai."

Arxen mengangguk sekali pertanda bahwa dirinya telah siap. Bellanca tampak berpikir sejenak. Dia sedang mencari pertanyaan yang kemungkinan sulit untuk dijawab oleh putranya.

"Pertanyaan pertama." Bellanca memulai tesnya. "Coba kau jelaskan pada umur berapa Kaisar Hillario III mendapat lemparan batu dari rakyatnya, dan alasan perbuatan yang dilakukan rakyat itu."

"Pada umur yang ke-33. Semua orang tahu kalau Kaisar Hillario III dianggap sebagai salah satu Kaisar yang kepemimpinannya dianggap paling gagal." Arxen mulai menjawab tanpa ragu. "Kaisar Hillario III hanya memerintah selama lima tahun dan selama masa kepemimpinannya, ekonomi Kekaisaran mengalami penurunan yang sangat drastis. Hillario III sama sekali tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Setelah berhasil naik takhta, dia hidup berfoya-foya dan mengabaikan semua pekerjaan yang menumpuk sejak kepemimpinan Kaisar sebelumnya."

"Pada masa itu, cuaca yang sangat buruk melanda Kekaisaran hingga membuat rakyat gagal panen dan tidak bisa membayar pajak." Arxen terus menjelaskan dengan lancar. Penjelasan terperinci seolah dia menyaksikan langsung kisah itu. "Rakyat sudah berkali-kali meminta Kaisar untuk menangani masalah yang terjadi akibat cuaca buruk tersebut, tapi Kaisar Hillario III sama sekali tidak peduli dan mengabaikan rakyatnya. Dia justru mengancam rakyat agar segera membayar pajak kalau tidak ingin dibunuh. Saat itu, seorang anak yang kesal dengan kesombongan Hillario III melemparinya dengan batu. Setelah itu, rakyat yang lain berbondong-bondong ikut melemparinya hingga dia mati."

"Pada akhirnya, itu menjadi salah satu aib bagi keluarga Kekaisaran sampai saat ini."

"Pangeranku ini benar-benar telah berubah, rupanya." Bellanca mengomentari dengan tatapan yang bersinar. "Padahal kemarin kau kesusahan menjawab pertanyaan semudah ini, tapi kali ini kau menjawab dengan sangat tepat. Sepertinya, kau benar-benar telah belajar dengan baik."

Arxen mengangguk. "Aku memang telah berusaha keras untuk ini, Ibu."

"Kalau begitu, pertanyaan selanjutnya." Bibir Bellanca semakin tertarik ke atas. "Ceritakanlah padaku tentang masalah leluhur keluarga Evanthe yang membantu kudeta pada saat pemerintahan Kaisar Hillario IX."

Tubuh Arxen sempat terdiam saat mendengar pertanyaan kedua dari Ibunya--atau mungkin lebih tepatnya, saat dia mendengar nama keluarga yang sangat tak asing di telinganya.

Evanthe. Bangsawan tinggi Evanthe, keluarga yang posisi dan kedudukannya hanya satu tingkat di bawah keluarga Kekaisaran sehingga secara tak langsung sering dilihat sebagai ancaman. Bukan hal yang baru lagi jika para kaisar pasti akan mewanti-wanti para penerus mereka untuk selalu mewaspadai keluarga Evanthe yang terkenal dengan kekuatan sihirnya yang sangat besar bahkan melebihi sihir yang dimiliki keluarga kekaisaran.

Semua Kaisar dari generasi ke generasi pasti akan menempatkan keluarga Evanthe di dekat mereka untuk diawasi tanpa terlihat mencolok, tapi juga dengan tetap memastikan bahwa ada jarak yang memisahkan agar mereka tidak akan lengah.

Arxen pun sangat mengenal keluarga itu setelah dia melewati banyak perputaran waktu kehidupan. Apalagi, Evanthe adalah tempat darimana Aruna berasal.

Ya, Aruna Evanthe, merupakan seorang Nona Bangsawan yang sangat dihormati karena merupakan keturunan langsung dari keluarga itu.

"Ada apa, Arxen? Kau tidak bisa menjawab pertanyaan ini?"

Lamunan Arxen jadi buyar saat mendengar suara ibunya. Meluruskan pandangan lagi, dia jadi bisa melihat tatapan yang seperti menuntut ke arahnya itu.

"Aku akan menjawabnya." Bocah itu lantas menarik napas panjang. Dia mempersiapkan dirinya lagi, lalu mulai menjawab pertanyaan dari sang ibu.

"Menurut apa yang kupelajari, kudeta yang terjadi pada pemerintahan Kaisar Hillario IX sebenarnya dipelopori oleh adiknya sendiri, yang pada akhirnya menjadi Kaisar Hillario X. Pada saat itu, pemimpin keluarga Evanthe memutuskan untuk membantu karena mereka juga merasa tidak puas atas pemerintahan dari Hillario IX yang membuat Kekaisaran ini hampir jatuh." Arxen memberi jeda selama beberapa detik saat tatapan matanya terlihat menerawang. "Hillario IX dianggap memiliki kepribadian yang lemah. Karena umurnya yang masih muda saat menerima mahkota Kaisar, dia yang merasa tidak percaya diri cenderung hanya selalu tunduk dan mengikuti semua ucapan penasehatnya. Hal itu membuat korupsi terjadi di mana-mana, para pejabat istana yang tidak kompeten karena dipilih hanya berdasarkan hubungan baik mereka dengan penasehat raja saja."

Bellanca benar-benar terlihat menikmati. Matanya menyala dengan antusiasme yang cukup mencolok saat putranya yang kemarin sangat susah menjawab satu pertanyaan saja, hari ini secara ajaib bisa menjawab pertanyaan yang diajukan dengan penjelasan yang tepat dan tanpa terlihat gugup sedikit pun.

Bellanca jadi penasaran. Sebenarnya, apa yang terjadi hingga putranya berubah sebanyak ini? Memangnya harapan apa yang didambakan putranya hingga memunculkan perubahan sebesar ini dalam diri putranya yang sebelumnya memiliki hati dan pemikiran yang sangat lemah.

Dia ... jadi ingin tahu.

Tapi yang terpenting, Bellanca bisa merasakannya dengan jelas sekarang. Bahwa putranya benar-benar telah berubah, dan mulai berani mengambil langkah maju.

Kini, Arxen mulai bersikap layaknya seorang pangeran sejati.

"Pada akhirnya, kudeta bisa berhasil dengan cukup mudah karena campur tangan keluarga Evanthe."

Arxen mengakhiri penjelasannya. Bocah itu memberi Bellanca tatapan percaya dirinya.

"Bagaimana, Ibu? Apakah jawabanku sudah cukup memuaskan Ibu?"

"Kau berhasil melampaui ekspektasiku hari ini." Bellanca mengakuinya dan tertawa pelan. Wanita itu lalu mengambil cangkir tehnya dan menyesap cairan yang sudah mendingin itu.

Setelahnya, Bellanca kembali meletakkan cangkirnya di atas meja dan melihat Arxen lagi. "Sayangnya, Ibu masih punya satu pertanyaan terakhir."

"Aku pasti akan menjawabnya dengan benar lagi."

"Ah, ibu suka kepercayaan dirimu. Tapi pertanyaan kali ini akan berbeda dari pertanyaan sebelumnya."

"Apa itu, Ibu?"

"Kau tahu, kan, kalau Ibu sangat suka dengan cerita tentang kerajaan kuno Ellverho?"

Arxen mengerjap beberapa kali. Mendengar nama dari sebuah kisah yang lebih cocok disebut dengan dongeng sejarah. Entah mungkin sudah ribuan kali dia mendengar dan diajari oleh ibunya tentang kisah itu.

Dia tahu Ibunya memang sangat menyukai kisah tentang kerajaan kuno itu, sampai Ibunya juga menyuruhnya membaca buku tentang itu. Arxen sebenarnya tidak tertarik, tapi karena Ibunya menyuruh, Arxen terpaksa harus mempelajari hal yang bahkan sudah tidak lagi diajarkan oleh para pengajar istana.

"Apa pertanyaan kali ini menyangkut itu?" Arxen bertanya.

"Ya, kau sangat tepat." Bellanca tersenyum lebar hingga ke matanya. "Ibu ingin kau mengisahkan sejarah tragis itu."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status