“Yeay ... akhirnya cuti juga kita,” pekik Kania yang sudah kembali merangkul lengan milik Kejora.
Gadis dengan rambut panjang yang bercat violet itu ikut tersenyum saja dan memaklumi tingkah dari sahabatnya itu. Sudah satu tahun dirinya bekerja di Nanotechnology Central Corp, milik keluarga Tanuwijaya itu.
“Iya ya? Di sini bekerja rasanya tak mendapat hari libur, padahal di Belanda aku bisa cuti dua bulan loh ...,” seloroh Kejora yang menimpali ucapan Kania saat ini.
Kania, wanita dengan rambut yang tergerai dan seragam yang mencolok menurut Kejora itu menyambar penuh bersemangat dengan suara melengkingnya, “kamu tuh aneh tau nggak sih, Jora?! Di sana udah enak kamu kerja nggak sesusah di sini, malah pindah ... apa yang lagi kamu cari coba?” Kania menggeleng-gelengkan kepalanya saja saat ini.
Kejora sedikit banyaknya menghindari matanya pada bagian tertentu yang menatap tepat di selangka Kania yang tersibak. Dia memerah juga merasa seperti anak gadis yang ketahuan mengintip pangeran pujaannya.
Kejora meringis sebentar, kepalanya diarahkan sedikit ke samping dan berbisik, “kamu ... semalam menginap dengan Mas Adam ya?”
Kania menoleh, matanya membulat dan bibirnya terbuka, ingin bersuara namun jadinya malah kelabakan. “Kok tahu?” tanyanya.
“Lain kali, kissmark-nya di tempat tertutup, jangan pas kesibak kemejanya itu merah-merah kelihatan dong,” balas Kejora dengan nada dramatis.
Deg!
Shock!
Wajah Kania memerah, tangannya segera menarik kemejanya sendiri saat ini sambil mendumal. “Ish! Mas Adam tuh kebiasaan, ganas mainnya! Sudah kubilang juga,” gerutunya terus menerus.
Kejora terkekeh mendengarnya, padahal kalau di Belanda, mau orang melakukan hal senonoh di tempat umum saja sudah terbiasa disaksikannya, kalau di sini? Ketahuan ada kissmark akan digoda habis-habisan.
“Kan kamu juga yang setuju berkencan dengan Mas Adam usai bertemu ketiga kalinya?”
“Iya sih, tapi nggak gini dong! Mas Adam tuh ganas, asli deh ... kalau keluar di dalem sih bunting aku!” cerocos Kania dengan sumbarnya.
“Heump ... heump ....” Tangan Kejora sudah membekap mulut sahabatnya itu, dia merasa malu juga kalau orang lain ikut dengar.
“Itu. Sudah dijemput tuh sama pacar online-mu, ayo!” pekik Kejora mengalihkan perhatian Kania.
Mereka segera menyongsong kehadiran pria bertubuh tinggi dengan kulit hitam manis khas pria jawa yang tengah berdiri di samping mobilnya sambil menatap kedua wanita yang berlari penuh semangat ke arahnya.
“Halo Kejora ...,” sapa pria berambut klimis dengan pakaian kantornya yang terbilang formal, menyapa terlebih dahulu pada Kejora yang berdiri di samping Kania.
“Halo Mas Adam,” balas Kejora dengan senyum sopannya.
Kania sendiri berdecak kesal. “Ck! Mas Adam kok sapa Jora duluan sih?! Yang jadi pacarnya siapa coba?!” protes Kania namun tangannya tak urung menggaet lengan kekar milik Adam.
Kejora sendiri memperhatikan bagaimana Adam memperlakukan Kejora dengan penuh kelembutan. Sedikit banyaknya dia meringis juga saat ini. dia ... jomblo, begitu sebutan yang diberikan oleh Kania kepadanya.
“Jora sudah seperti adik Mas loh ... nggak usah cemburu gitu, tetap kamu yang ada di hati Mas, nomor satu ...,” rayu Adam yang membukakan pintu untuk Kania dan juga Kejora.
“Yah, aku jadi orang ketiga lagi deh ini,” ejek Kejora sembari mengusili temannya.
Adam sendiri tergelak mendengarnya, cara bicara Kejora yang masih formal menggunakan bahasa indonesia terdengar begitu polos.
“Makanya cari pacar dong, kita kan mau liburan ke Bali, masa kamu nggak ada gandengan? Nggak mau nanti kami pacaran terus kamu ganggu,” sela Kania sambil membalas mengejek Kejora.
“Aish!” Kejora hanya bisa mengumpat saja karenanya.
“Buat aja di Badiuu, kan lumayan kalau bisa gaet satu dua cowok yang bisa bayarin makanan?”
Lihat kan?
Kejora memutar bola matanya merasa jengah, karena kesekian kalinya Kania memintanya untuk membuat akun di aplikasi dating seperti ini.
“Lagian nggak ada salahnya juga kali, Ra. Kamu kan jomblo? Sah-sah aja tuh, emang kamu mau selamanya hidup sendirian? Kalau ada apa-apa gimana, kalau kami lagi nggak sama kamu?” seloroh Kania dengan entengnya.
Kejora kembali memutar bola matanya, tangannya bersedekap di depan dada. Wajahnya sudah terlanjur menampilkan rasa kesalnya.
“Kamu mendoakan aku celaka ya?” balasnya.
“Ya nggak gitu juga sih, Ra ....” Kali ini Kania diam, merasa tak enak hati.
“Hahaha! Makanya kamu jangan asbun dong, Yang ... Kania emang kalau ngomong nggak disaring dulu Ra ... tapi, memang kami khawatir loh sama kamu, sendirian di rumah itu, kalau ada apa-apa Mas Adam juga kan nggak setiap hari bisa tau kabarmu,” timpal Adam yang ikut mendukung pernyataan Kania saat ini.
Kejora merasa terharu dengan kedua orang itu, dari pertama berkenalan mereka yang sedikit banyaknya membantu dirinya.
Terkadang dia juga iri melihat kemesraan Adam dan Kania. Sangat berbeda jauh dengan pasangan-pasangan di Belanda yang pernah dia temui dan juga mantannya yang pernah dia pacari. Seolah-olah mereka merasa dibutuhkan saat ini, dan begitu menghargai wanitanya.
“Ya nanti aku coba buat.” Akhirnya Kejora membuatkan pernyataan yang semakin membuat Kania senang.
“Aku aja yang buatin, kamu cukup duduk anteng aja, mana hapenya?!”
Lihat kan? Kenapa Kania yang menjadi paling bersemangat saat ini?
“Ini yang ngebet kamu apa Kejora sih Yang sebenarnya?” Adam pun ikut mencurigai kekasihnya sendiri.
Kejora masih mendorong trolley yang ada di tangannya. Mereka tengah berbelanja kebutuhan bulanan. Memang setiap bulannya mereka berbelanja bersama dengan satu bodyguard yang menemani mereka, Adam tentu saja.
“Mas Adam, bisa tolong ambilkan yang itu?” tunjuk Kejora pada produk kalengan yang berada di rak teratas itu.
Keuntungan yang didapatkan ketika Adam ikut dengan mereka.
“Dank je well,” ucap Kejora sambil memasukkan barang yang ada di tangan Adam ke trolley yang didorongnya.
(Terima kasih,)
“Hahaha ... liat deh, Ra, ini kaya loh ....” Kesekian kalinya, Kania menunjukkan profil para pria yang dibilangnya bagus.
“Kaya gimana? Itu mah barangkali Cuma numpang foto aja, jangan percaya sama cowok-cowok begitu, Ra,” timpal Adam yang masih menyetir mobilnya.
Kejora hanya tersenyum-senyum geli mendengarnya.
“Eh, ada yang chat nih, balas gih!” Kali ini Kania memberikan ponsel milik Kejora ke pemiliknya sendiri.
Mike Gilbert
[Hi, how was your day?]
Dan dia bule.
Kejora berharap mendapatkan pria lokal kenapa jadi pria bule yang menyapanya di pesan singkat ini.
Dari profilnya, terlihat bahwa si bule menyukai pantai. Pria berdiri dengan papan selancarnya.
Kejora Senjakala
[Halo, my day was so nice,]
Percakapan yang terbilang biasa namun Kania merasa heboh juga. “Oh em ji! Bule dong! aduhhh, ganteng begini lagi, fiks kamu harus pacaran sama dia!” Kania bersemangat sekali mendukungnya untuk berpacaran dengan bule.
"Kok jadi kamu yang semangat Yang?"
Mau tak mau Kejora tertawa melihat pasangan itu.
Larasduduk termangu menopang dagu pada kosen jendela kamarnya. Wajahnya yang pucat itu basah karena percikan hujan. Larasmengulurkan tangan, tetesan air hujan berkumpul di telapak tangannya. Berjatuhan ketika ia mencoba menggenggamnya.Ia menatap ke seberang jalan. Matanya menangkap sesosok laki-laki yang berlari menerobos hujan. Menuju jendela kamar tempat ia duduk. Langkahnya begitu cepat karena tungkainya yang panjang. Hanya perlu waktu sebentar saja dan sekarang ia sudah berdiri di hadapan Hanna.Larasberdiri dari duduknya, dengan dua alis yang saling bertaut ia menatap lekat wajah laki-laki yang berada di hadapannya. Senyum seindah bulan sabit tergambar di wajah si laki-laki, lalu tangan dinginnya membelai pipi Larasyang basah.“Hai Han,” sapa si laki-laki di tengah derasnya hujan.“Ilham …,” balas Laraslirih, hampir tak terdengar.Ilham, laki-laki itu merengkuh kedua tangan kecil Lara
“Mom, kapan kita akan bertemu dengan Iriana lagi?” Anak laki-laki berumur 9 tahun terus saja bertanya soal bertemu dengan Iriana, membuat Kejora tersenyum.“Inginnya kapan?” Kejora mengelus lembut rambut milik putranya itu. Rambut coklat yang menuruni gen darinya dan juga rambut yang selalu dielu-elukan oleh neneknya.“Barta inginnya bertemu besok!” seru anak itu sambil sesekali memeluk leher milik ibunya.“Ya, besok kita akan terbang ke Indonesia, mengunjungi Iriana, ok?”“Hu’um!” Barta menganggukkan kepalanya bersemangat, membayangkan wajah gadis kecil yang ditemuinya 3 tahun lalu itu dan merindukannya.“Memangnya kenapa ingin bertemu dengan Iriana? Dia menangis saat kamu mengejarnya tuh,”timpal Mike yang baru saja pulang dari kantornya.Dia mengecup lembut kening Kejora lantas duduk di samping istrinya. Kejora sendiri tersenyum saja, seperti biasan
Mikesedang membantu Kejoramengeringkan rambutnya setelah tidur semalaman efek dirinya yang membuat Kejorakelelahan karena ulahnya. Bahkan senyumannya pun tersungging jelas tanpa surut barang sedetikpun.Kejoraikut tertular senyuman itu. Dia memotret posenya dengan perut besar dan dibelakangnya Mikesedang berkonsentrasi mengeringkan rambutnya menggunakan handuk, dia paling anti dengan hairdryer, penyebab dirinya mengeringkan rambutnya dengan handuk terus menerus.Dia memotretnya melalui pantulan cermin, aestetik! Dengan lancar dirinya mengunggah di media sosial miliknya. Hitungan menit saja sudah banyak like yang didapatkan bersamaan dengan kolom komentar yang mulai ramai itu. Dia terkikik geli membacanya.“Kok ketawanya sendiri sih?” protes Mikesambil mengalungkan lengannya memeluk leher Kejora. Dia selalu senang menghirup aroma yang menguar dari tubuh istrinya itu, bagai candu yang mampu
“Kenapa ada susu hamil?” Kejora yang tengah memeriksa laci dapur pun melihat dua kotak susu. Dia ingat sedari kemarin Mike selalu memberinya susu hamil.“Kita periksa kandungan bukan?”Kembali Kejora bersuara, wajahnya datar dan nada bicaranya dingin bukan main, merasa kalau Mike memiliki sesuatu yang disembunyikan.Mike yang baru saja pulang dari bekerja pun meringis bingung. Dia tak menyangka Kejora akan segera mengetahuinya. Dia terlalu bodoh sampai-sampai dia sendiri malah ketahuan. Susu hamil! Gara-gara susu itu dia mulai ….“Sayang, itu ….”“Apa kamu berpikir aku akan menggugurkannya sama seperti saat itu? Kau gila jika aku berpikir begitu Mike!” seru Kejora sambil melemparkan sekotak susu mengenai tubuh suaminya.Miketertegun mendengar jawaban Kejora. Dia begitu merasa tertohok karena pertanyaan Kejoradengan mata sayunya yang memandan
Dua bulan pernikahan memang sudah menjadi suatu kebiasaan baru bagi Kejora. Wanita itu sudah terbiasa dengan kehadiran Mike di sampingnya dan pasti memeluknya juga. Lengan kekar Mike selalu berakhir melingkar di perutnya.Apalagi saat dirinya berbalik dan mendapati tubuh Mike yang setengah telanjang menjadi pemandangan pertama yang dijumpai oleh matanya.Namun, memandangi wajah pulas Mike berlarut-larut malah memancing mual sampai Kejora berlari menuju wastafel. Mike yang mendengarnya membuka mata seiring suara berisik yang timbul oleh Kejora saat ini.Hoek! Hoek!Kejora berkali-kali memuntahkan isi perutnya.Melihat Kejora yang pucat semakin membuat khawatir Mike. “Are you ok?” tanyanya sambil memapah Kejora.Kejora menggeleng pelan.***Kejoramasih duduk melamun sendirian. Dia yang terlalu polos hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja saat ini. Benar-benar bukan hal biasa baginya
Benar-benar terasa indah jika seperti ini dengan kencan dan senyum yang ditawarkan. Kejoramemegang tangan besar Mikesepanjang perjalanan menuju tempat pulang. Berkendara di malam hari setelah berkencan memang menyenangkan.Hatinya sangat terasa bahagia hanya karena bisa berduaan dengan Mikesaat ini. Malam yang sepi dengan hujan deras menghias jalanan sampai-sampai jalanan di malam hari yang biasanya tak pernah sepi kini lengang termakan derasnya hujan.Mikemasih berfokus menyetir membawa mobilnya, namun entah kenapa dia mengingat suatu hal yang paling ingin dilakukannya saat ini. Mencumbu Kejorasampai mencapai klimaksnya.“Sayang,” panggil Mikedengan mata yang masih memandang ke depan.“Heum?” Kejoramenunggu kelanjutan perkataan Mike.“Kita ke hotel saja yuk? Rasanya kita tak pernah berbulan madu…,” bisiknya lirih.Kejoratercenung men