Camellia tampak enggan ketika Hagen membukakan pintu mobil untuknya. Gadis itu menoleh ke sekitar, mencari-cari jalan pulang selain tumpangan yang Hagen tawarkan, namun mengingat uang di dompet tidak akan membawanya sampai ke rumah, Camellia pun menghela napas dan menatap layu ke arah mobil pria itu.
“Pulang sendiri bukan solusi yang bagus saat ini. Sudah terlalu pagi, Princess, dan aku tidak bisa membiarkanmu sendiri saja,” kata Hagen yang kembali membukakan pintu mobilnya lebih lebar
Dengan isyarat kepala, pria itu menyuruh Camellia masuk ke dalam.
Cukup lama gadis itu berpikir, sebelum akhirnya peran batin mengalahkan logika.
“Aku tidak akan masuk sebelum kau berjanji sesuatu.”
Mendapati tatapan
Pagi itu, Camellia mendapatkan jadwal apartemen yang hendak dia bersihkan. Dengan sedikit rasa malas, dia pun bangkit dari ranjang untuk bersiap-siap.Baru saja dia membuka pintu lemari ketika secara tiba-tiba suara ponselnya berdering nyaring.“Morning, Princess,” sapa suara maskulin dari seberang, yang Camellia tanggapi dengan memutar bola mata.Untungnya pria itu tidak dapat melihat apa yang Camellia lakukan, sehingga gadis itu pun memusatkan kembali perhatian pada ponsel di telinga.“Apa lagi kali ini?” tanya Camellia sembari menarik salah satu baju untuk dipakai hari itu. “Aku sudah bilang padamu untuk berhenti mengganggu,” geram gadis itu sembari meletakkan baju-baju dalam genggaman ke atas ranjang.
Camellia membukakan pintu rumahnya, di mana Frank sudah berdiri di depan pintu dengan kedua tangan penuh akan jinjingan bingkisan.Pria itu memasang wajah datar, yang menunjukkan rasa tidak suka sangat kentara telah diberi tugas sangat tidak masuk akal baginya. Namun, loyalitas membungkam mulut pria itu.Dan dengan tatapan pasif, dia menyapa Camellia ala kadarnya saja.“Mr. Hagen memintaku untuk mengantarkan semua ini.”Camellia yang saat itu terpaku akan banyaknya barang-barang bawaan pria itu, hanya bisa mematung di depan pintu. Lama gadis itu termenung dengan mata melirik ke segala bingkisan yang ada.“Dia bilang … acaranya dua hari lagi,” ucap Camellia dengan nada heran.Tampaknya pria itu sudah memprediksi bahwa dia akan menjawab ‘iya’ sehingga dengan sangat percaya diri pria itu mengirim suruhannya mengantarkan semua baju dan perlengkapan ke pesta, jauh sebelum ada kata persetujuan.Men
Kepala Camellia tertunduk ke bawah begitu dia turun dari bus yang membawanya ke halte menuju jalan ke rumah. Gadis itu tidak menatap sekitar, karena kepalanya penuh akan pikiran dari wanita yang tadi.Bahkan, dia juga tidak mengangkat wajah saat menabrak seseorang di depannya dengan tidak sengaja. Gadis itu hanya mengatakan maaf, tanpa sekali pun menoleh. Kemudian dia berjalan melewati tubuh kekar di hadapannya itu.Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara maskulin dari si pemilik tubuh.“Apa yang ada di kepala cantikmu itu, Princess?” tanya pria itu yang seketika membuat Camellia terpaku, sebelum akhirnya dia menoleh ke sumber suara yang kini telah berdiri tepat di belakang tubuh.Untuk sesaat, Camellia hanya menatap sendu pada wajah rupawan yang seakan mencari jawaban. Tetapi, tentu saja Camellia tidak akan mengatakan apa-apa tentang kejadian barusan.Lagi pula, bukan urusannya jika wanita itu merasa dicampakkan.Bahka
Hagen memasuki pintu rumah yang terlihat seperti kastil di perbukitan petunia.Seorang pria paruh baya bernama Baron Caldewell tampak menyambut kepulangannya dengan wajah khas yang serius tanpa senyuman.Pria berparas keras itu mempersilahkan tuannya masuk ke dalam sembari menawarkan minuman segar.“Jika aku tahu anda datang sekarang, kami pasti sudah menyiapkan makan malam,” ucap Baron, butler kepercayaan keluarga Hagen sejak dua generasi sebelumnya.Pria itu bahkan sudah melayani kakek dari Hagen yang sudah tiada sejak dua puluh lima tahun lalu. Saat itu, Baron muda terlihat jauh lebih ramah dibandingkan ekspresi yang selalu menghiasi wajahnya sekarang.“Tidak perlu, aku hanya singgah sebentar,” ucap Hagen yang meninggalkan butlernya itu di bawah tangga.Dia terus berjalan menuju lantai dua mencari-cari satu sosok yang menjadi alasan kedatangannya ke Kastil Petunia.Namun, karena tidak menemukan wanita
Saat IniPeringatan: Bab Ini adalah sambungan dari prolog, kisahnya merupakan kelanjutan dari prolog.BAB 64Camellia yang baru saja ditinggalkan oleh Hagen hanya bisa menatap lantai dengan tatapan sendu. Bulir air mata yang telah mengering sejak tadi terasa seakan menyakiti pipi. Bahkan, rasa dingin dari sela-sela robekan baju perlahan menusuk ke tubuh.Gadis delapan belas itu semakin menunduk dalam ketika seorang polisi muda melewatinya. Dia berusaha untuk tidak terlihat, dan mencoba mengabaikan sekitar.Kini, rasa lapar pun mulai memilin perut yang belum diisi sejak siang. Dengan tangan bergetar, Camellia memegangi bagian tengah tubuh yang tadi terekspos paksa akibat pergulatan sebelumnya.Dia hendak menangis lagi, saat tiba-tiba sepasang sepatu berwarna cokelat tua berada dalam jarak pandangan.Tahu bahwa itu pemilik sepatu yang berbeda dari sebelumnya, Camellia pun mendongak hanya untuk mendapati Brandon berdiri di hadapan dengan
Sebuah sapu tangan disodorkan di depan wajah Camellia, yang seketika membuat tangis gadis itu menjadi reda. Dengan tatapan bingung, dia pun melirik kea rah Hagen yang tampak sangat tenang ketika menyetir mobil.Pria itu juga memberikan privasi pada Camellia, membuat gadis itu sedikit terpaku.Dan saat itulah dia menyadari kemana arah mobil yang pria itu bawa.“Aku tidak ingin ke rumah sakit, please,” gumamnya sembari menatap ke arah Hagen yang memelankan laju kendaraan sebelum akhirnya pria itu memutar arah di sebuah persimpangan lampu merah.“Terima kasih,” ucap Camellia yang perlahan menundukkan kepala dengan kedua tangan saling memilin.Namun, sentuhan Hagen di atas kepalan tangannya cukup mengejutkan Camellia.Gadis itu melirik ke arah pria yang berada di sebelah. Dan saat itulah dia menyadari bahwa diam-diam Hagen memperhatikan setiap tindak-tanduknya.Namun dengan cepat Camellia menepis semua perasaan itu
Perlahan-lahan mata gadis itu terbuka. Dengan tatapan sayu, dia menatap tepat ke mata obsidian Hagen yang mengkilat. Bahkan, masih dalam pengaruh ciuman keduanya, gadis itu seakan terpaku.Remasan tangannya yang tadi memegangi jas pria itu akhirnya merenggang. Dengan tangan sedikit gemetar, dia mencoba terus memegangi baju Blake Hagen.Ketika bulu matanya mengipas hingga rebah di pipi, barulah Camellia bisa menemukan suaranya kembali.“Apa...,” gumamnya, sedikit kebingungan.Begitu otaknya mulai bekerja dan mencerna yang barusan terjadi, seketika tangan gadis itu berada di udara dan sebuah tamparan pun mendarat di permukaan pipi maskulin pria itu, yang pada akhirnya membuat Camellia harus menutup mulut dengan kedua tangan.Dikarenakan dia juga tidak mengira bisa serefleks itu.“Oh, ma-maaf kan aku!” pekiknya dengan ekspresi terkejut.Buru-buru Camellia memegangi wajah Hagen untuk memerikasa pipi pria itu, namun
Camellia diperkenalkan dengan dua kepala pelayan di kastil Petunia. Mereka adalah Hestia dan Baron. Namun, keduanya diam-diam menatap ke arah Camellia dengan ekspresi yang menunjukkan ketidaksukaan.Dan anehnya, saat di depan Blake Hagen, pandangan kedua orang itu pun berubah, seolah-olah mereka menerima dan menyambut Camellia dengan suka cita.Tetapi, ketika pria itu berbalik, wajah-wajah yang terpasang di sana seakan memusuhi dirinya. Membuat Camellia bertanya-tanya, apa yang salah.Dan barulah saat mereka tiba di kamar yang hendak Camellia tempati, Blake Hagen sedikit memberikan jawaban melalui percakapan mereka.“Hestia sudah membesarkanku sejak aku masih balita, begitu pula dengan Baron yang sudah bekerja dalam keluarga ini selama puluhan tahun sejak kakekku ada.&rdqu