Share

04.

Author: silent-arl
last update Last Updated: 2025-07-24 13:49:00

Mobil melambat, berbelok tajam ke sebuah area yang diterangi oleh beberapa lampu sorot besar. Bianca terkesiap, napasnya tertahan.

Bukan gedung, bukan hotel, melainkan sebuah lapangan baseball yang sangat luas dan kosong membentang di hadapannya.

Tribun penonton terhampar di kejauhan, dan di tengahnya, rumput hijau yang terawat membentang di bawah cahaya lampu. Udara terasa dingin dan segar, jauh dari pengapnya klub, dan keheningan yang menyelimuti tempat itu terasa monumental setelah hiruk pikuk yang baru saja ia tinggalkan.

Keiran memarkir mobil di pinggir lapangan, mesin dimatikan.

Suara jangkrik malam dan desiran semilir angin menjadi satu-satunya melodi yang menyambut mereka.

Keheningan itu begitu menusuk, sebuah kontras yang mencolok dari tempat mereka berasal. Ia menoleh ke arah Bianca, matanya berkilau dengan hiburan yang tenang.

"Kejutan?" tanyanya, suaranya mengandung nada menggoda yang sama sekali tidak mesum. Ini adalah tantangan baru, sebuah janji petualangan yang berbeda.

Bianca menatap lapangan baseball di depannya, lalu kembali menatap Keiran.

Alisnya terangkat, ekspresinya antara bingung, terkejut, dan sedikit geli. Ini sungguh... tidak terduga.

*** 

Seketika, semua fantasi erotis yang berputar di kepalanya menguap begitu saja, digantikan oleh rasa penasaran yang aneh dan semacam... kegembiraan.

"Lapangan baseball?" Bianca akhirnya memecah keheningan, tawa kecil meluncur dari bibirnya.

Senyumnya kini tulus, bukan lagi paksaan atau kecemasan yang mendominasi sejak ia memasuki klub. "Ini benar-benar... di luar ekspektasiku."

Keiran membalas senyumnya, matanya berbinar geli.

Aura misteriusnya tidak berkurang, justru semakin menarik karena sisi tak terduga ini.

Ia membuka pintu mobil dan keluar. "Ayo, aku akan tunjukkan sesuatu yang bisa menghilangkan stres lebih baik daripada White Russian."

Bianca mengikutinya keluar, merasakan udara malam yang sejuk.

Mereka berjalan melintasi rumput yang terawat baik menuju sebuah mesin pemukul bola otomatis di dekat home plate.

Keiran mendekati panel kontrol, menekan beberapa tombol, dan mesin itu berdengung hidup.

"Pernah mencoba ini?" tanya Keiran, melirik Bianca.

Bianca menggeleng. "Tidak pernah."

"Bagus," Keiran meraih sebuah tongkat baseball aluminium dari tumpukan di samping mesin dan menyerahkannya ke tangan Bianca. "Ini akan jadi pengalaman pertamamu, langsung dari ahlinya."

Ia berdiri di belakang Bianca, mengoreksi posisi pegangan tangan Bianca pada tongkat.

Jari-jari Keiran yang kuat menyentuh jemari Bianca, membimbingnya.

Kehangatan tubuh Keiran, yang kini berdiri begitu dekat di belakangnya, memancar. Bianca bisa merasakan napasnya di tengkuk, dan aroma kayu Keiran kembali merasuk.

Sensasi ini berbeda dari godaan erotis di klub; ini lebih ke arah keintiman instruktif, namun tetap dengan sentuhan sensual yang samar.

"Rilekskan bahumu. Mata fokus ke mesin. Bayangkan itu semua tekanan di kantormu," bisik Keiran, suaranya pelan dan menginstruksikan.

Bianca menelan ludah. "Seperti apa?" gumamnya, suaranya sedikit serak.

Keiran terkekeh pelan. Ia sedikit mendorong pinggul Bianca agar posisinya lebih pas. "Seperti klien rewel yang tak pernah puas. Atau deadline yang tiba-tiba dipercepat. Rasakan amarahnya. Salurkan ke tongkat ini."

Bola pertama meluncur keluar dari mesin. Bianca mengayunkan tongkatnya dengan canggung, meleset jauh. Bola kedua, ketiga, sama saja.

Tapi setiap kali, Keiran dengan sabar mengoreksi posisinya; sentuhannya di pinggang atau bahunya terasa menguatkan, bukan mengintimidasi.

"Kenapa ini susah sekali?" gumam Bianca, menyesal setelah ayunan ketiga.

"Karena kamu berpikir terlalu keras," Keiran menjawab pelan, bibirnya nyaris menyentuh telinga Bianca. "Lupakan brief dan deadlinemu sebentar. Lupakan apa yang harusnya terjadi. Rasakan saja."

Bianca menarik napas dalam. Dia memang terlalu memikirkan teknik, seperti saat dia berhadapan dengan software desain. Semua kemarahannya, frustrasinya pada pekerjaan, pada hidupnya yang terasa datar, kini bergelora di dada. Kali ini, dia tidak akan berpikir. Dia akan merasa.

Kemudian, pada ayunan kelima, DUK!

Tongkat itu menghantam bola dengan sempurna. Bola melesat jauh ke lapangan, menghilang ditelan kegelapan malam.

"Ya!" seru Bianca, terkejut sekaligus girang. Ia berbalik menghadap Keiran, matanya berbinar senang.

Seringai lebar terukir di wajah Bianca. "Aku kena! Aku benar-benar memukulnya!"

Keiran tertawa. Suara tawanya dalam, merdu, dan benar-benar tulus. Itu bukan tawa menggoda seperti di klub, melainkan tawa pria yang menikmati momen. "Sudah kubilang, kan?" ucapnya, "Ini lebih baik dari White Russian."

Bianca tertawa, napasnya sedikit terengah karena semangat. Kegembiraan yang murni dan lepas dari segala kepura-puraan membanjiri dirinya. Ini terasa lebih nyata, lebih membebaskan daripada apa pun yang ia cari di klub.

Ia menatap Keiran, melihat gurat senyum di wajah pria itu, kilatan di matanya yang kini terlihat lebih ramah. Di bawah cahaya lampu sorot yang remang, Keiran tampak begitu memesona.

"Jadi," Keiran memecah keheningan yang nyaman, matanya terpaku pada senyum lebar Bianca. "Bagaimana rasanya? Sudah lebih baik dari frustrasi pekerjaanmu?"

Bianca tertawa, napasnya sedikit terengah karena semangat. Kegembiraan yang murni dan lepas dari segala kepura-puraan membanjiri dirinya.

Ini terasa lebih nyata, lebih membebaskan daripada apa pun yang ia cari di klub. Ia menatap Keiran, melihat gurat senyum di wajah pria itu, kilatan di matanya yang kini terlihat lebih ramah. Di bawah cahaya lampu sorot yang remang, Keiran tampak begitu memesona.

Keiran memecah keheningan yang nyaman, matanya terpaku pada senyum lebar Bianca. "Jadi, bagaimana rasanya? Sudah lebih baik dari frustrasi pekerjaanmu?"

Bianca tertawa lagi, kali ini lebih lepas. "Jauh lebih baik. Siapa sangka, terapi stresku ada di lapangan baseball tengah malam, dengan orang asing. Ini... Gila." Ia menggelengkan kepala, geli.

Keiran mendekat selangkah, tangannya terulur untuk mengambil tongkat dari genggaman Bianca.

Jemari mereka bersentuhan lagi, dan kali ini, sengatan itu terasa akrab. "Gila yang menyenangkan, kan? Mungkin kau memang butuh sedikit kegilaan dalam hidupmu."

Tanpa pikir panjang, didorong oleh euforia dan rasa syukur yang aneh, Bianca melangkah maju. Ia meraih wajah Keiran dengan kedua tangannya, dan menciumnya.

Bibirnya lembut, sedikit dingin karena udara malam, namun memancarkan semua kegembiraan dan hasrat yang baru saja membuncah dalam dirinya.

Keiran terkesiap sesaat. “Dia menciumku? Ini tidak terduga.

Namun, ia dengan cepat merespons, membalas ciuman Bianca dengan kelembutan yang dalam, namun gairah yang kuat.

Tangan Keiran bergerak ke pinggang Bianca, menariknya lebih dekat, memperdalam ciuman mereka di keheningan lapangan baseball yang sepi, di bawah bintang-bintang yang kini bertebaran jelas di langit malam.

“Ini gila, aku mencium pria yang baru kutemui di tengah lapangan kosong, dan rasanya... sempurna.” pikir Bianca, napasnya terengah di sela ciuman.

Semua keraguan sirna, digantikan oleh sensasi mendebarkan yang tak pernah ia rasakan.

Keiran melepaskan ciuman mereka perlahan, keningnya menyentuh kening Bianca, napas mereka berbaur. Ia menatap dalam ke mata Bianca, ada kilatan kepuasan dan sesuatu yang lebih "Aku sudah menduga kau akan melakukan sesuatu yang tak terduga, Bianca, tapi ini jauh lebih baik." bisiknya, suaranya serak karena gairah.

Bianca tersenyum, pipinya merona. "Aku rasa aku memang butuh sedikit kegilaan," bisiknya membalas, matanya berbinar. "Kau benar tentang itu."

Keiran terkekeh pelan, bibirnya menyentuh bibir Bianca lagi dalam kecupan ringan.

Dia benar-benar sesuatu, jauh lebih menarik dari yang kupikirkan.” pikir Keiran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   07.

    Keiran membawa Bianca ke sebuah restoran kecil yang elegan namun tidak formal, dengan interior hangat dan remang-remang, yang buka hingga larut malam. Mereka duduk di sudut yang lebih privat."Jadi, pekerjaanmu terdengar... melelahkan. Apakah semua hari-harimu seperti kemarin?" Keiran memulai, menyesap minumannya.Bianca menghela napas, sebuah senyum kecut terukir di bibirnya. "Hampir. Kadang rasanya aku hanya berputar di tempat. Mendesain logo yang hasilnya selalu sama saja. Monoton. Kau tahu, kehidupan yang 'aman' seperti yang selalu kubayangkan, ternyata bisa sangat membosankan."Keiran terkekeh pelan. "Aku tahu. Dan itulah mengapa kau berakhir di klub itu, kan? Mencari sedikit 'ketidakamanan'." Matanya berbinar geli. "Apakah aku memenuhi ekspektasimu sejauh ini?"Bianca merasakan pipinya memanas lagi. "Lebih dari yang kuduga. Siapa sangka, terapi stresku ada di lapangan baseball tengah malam, dan makan malam jam satu pagi dengan seorang pria yang baru kukenal." jawabnya jujur, taw

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   06.

    Ponsel Keiran terus bergetar. Ia melirik layar, wajahnya berubah serius.Bayangan konsentrasi pekerjaan kini merasuki raut wajahnya, memadamkan gairah yang sempat memenuhi udara di antara mereka.Urgensi yang jelas menggantikannya. Ia menghela napas pelan, sedikit kesal karena interupsi itu, namun profesionalisme yang melekat padanya langsung mengambil alih."Ada masalah di pekerjaan," ujar Keiran singkat, pandangannya beralih dari ponsel ke mata Bianca. "Aku harus pergi." Nada minta maaf tersirat di sana.Bianca merasakan kekecewaan yang melanda, begitu kuat hingga ia hampir mengerang.Momen itu, gairah itu, semua sirna secepat kilat, meninggalkan kekosongan yang hampa. Namun ia mengangguk paham. "Tidak masalah."Keiran melihat kekecewaan itu di mata Bianca, dan senyum tipisnya kembali, kali ini mengandung sedikit penyesalan."Maaf. Perlu kuantar pulang?" ucapnya, kembali melirik ponselnya yang masih bergetar.Bianca menggeleng cepat.Bianca tidak ingin lagi memperpanjang harapan, at

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   05.

    Keiran kembali mendekat, bibirnya menyentuh bibir Bianca lagi.Ciuman mereka berlanjut, lebih dalam, lebih mendesak. Di tengah gelombang sensasi itu, saat ciuman mulai semakin intens, mata Bianca tanpa sengaja terbuka.Pandangannya jatuh pada tangan Keiran yang memeluk pinggangnya. Dan di jari manis tangan kirinya, tersemat sebuah cincin gelap dengan desain berbeda yang unik. Bukan cincin pernikahan tradisional, tetapi jelas ada sebuah cincin yang dikenakan di jari itu.Napas Bianca tercekat. Seketika, kilasan realita menyambar benaknya, merobek gelembung euforia yang menyelimutinya. Ia langsung menarik diri, memutuskan ciuman itu dengan tiba-tiba.Wajahnya memerah, bukan karena gairah, melainkan karena rasa malu dan kekonyolan yang menyengat. “Bodohnya aku, ia mengutuk diri sendiri dalam hati. Bagaimana bisa aku melupakan ini?”Keiran sedikit terkejut dengan penolakan mendadak Bianca.Alisnya terangkat, matanya yang dalam menatap Bianca dengan kebingungan yang samar."Ada apa?" tanya

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   04.

    Mobil melambat, berbelok tajam ke sebuah area yang diterangi oleh beberapa lampu sorot besar. Bianca terkesiap, napasnya tertahan.Bukan gedung, bukan hotel, melainkan sebuah lapangan baseball yang sangat luas dan kosong membentang di hadapannya.Tribun penonton terhampar di kejauhan, dan di tengahnya, rumput hijau yang terawat membentang di bawah cahaya lampu. Udara terasa dingin dan segar, jauh dari pengapnya klub, dan keheningan yang menyelimuti tempat itu terasa monumental setelah hiruk pikuk yang baru saja ia tinggalkan.Keiran memarkir mobil di pinggir lapangan, mesin dimatikan.Suara jangkrik malam dan desiran semilir angin menjadi satu-satunya melodi yang menyambut mereka.Keheningan itu begitu menusuk, sebuah kontras yang mencolok dari tempat mereka berasal. Ia menoleh ke arah Bianca, matanya berkilau dengan hiburan yang tenang."Kejutan?" tanyanya, suaranya mengandung nada menggoda yang sama sekali tidak mesum. Ini adalah tantangan baru, sebuah janji petualangan yang berbeda

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   03.

    Keiran menyingkirkan helai rambut Bianca dengan lembut, sentuhannya bagai bara api dingin yang menjalar di kulitnya.Tatapan matanya yang intens itu seolah menembus jiwa Bianca, membaca setiap keinginan terpendam yang ia sembunyikan. Janji "lebih dari yang kamu harapkan" bergaung di benaknya.Keraguan memang masih membayangi, namun dorongan untuk melarikan diri dari hidupnya yang monoton, demi merasakan sesuatu yang nyata dan intens, jauh lebih kuat. Ia menatap mata Keiran."Oke," bisik Bianca, nyaris tak terdengar di antara dentuman musik yang samar. Satu kata, sebuah lompatan keyakinan, sebuah penyerahan diri pada ketidakpastian yang menggoda. "Aku ikut."Senyum Keiran melebar sedikit, bukan senyum kemenangan, melainkan semacam kepuasan yang tenang.Tatapannya pada Bianca penuh makna, seolah berkata, "Aku tahu kau akan melakukannya." Ia tidak mengatakan apa-apa lagi, tidak ada lagi godaan verbal. Ia hanya membuka pintu belakang mobil mewahnya yang gelap, mengisyaratkan Bianca untuk

  • Obsesi Yang Menyelamatkanku   02.

    Godaan Keiran begitu nyata, begitu mendesak. Bianca bisa merasakan detak jantungnya sendiri berpacu, menggemakan beat musik klub yang kini terasa seperti soundtrack pribadi mereka. Sensasi panas di punggung tangannya, tempat jemari Keiran menyentuh, menyebar ke seluruh tubuhnya.Ini adalah pelarian yang dia inginkan, tetapi dalam bentuk yang jauh lebih intens dan berani dari yang pernah ia bayangkan."Ke mana?" bisik Bianca, suaranya sedikit serak. Ada campuran rasa takut dan antisipasi yang membara di matanya.Ia tahu apa yang akan terjadi jika ia mengucapkan kata itu, dan bagian dari dirinya yang ingin sekali langsung menerima tawaran itu.Keiran tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya menggeser jemarinya dari punggung tangan Bianca, menyelipkan telapak tangannya di telapak tangan Bianca, lalu menggenggamnya erat.Tatapan matanya yang dalam tak pernah lepas dari Bianca, seolah meminta izin tanpa perlu bicara. Senyum tipisnya melengkung lebih lebar, memancarkan kepercayaan diri dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status