Share

Obsesi sang protagonis
Obsesi sang protagonis
Penulis: Pelmen_minmin

Bab 1

***

"Ini yang terakhir, kumohon Tuhan, biarkan aku mati."

Permohonan teramat pelan itu meluncur dari bibir berpoles lipstik merah muda, tangan gemetar memegang seuntai rantai perak yang menggantung erat bersama lampu kristal di langit-langit.

Rantai yang juga menjadi pengekang pergerakan, terhubung ke pergelangan kaki kiri. Benda panjang dan berat itu dipasangkan oleh orang yang dipikir bisa menjadi tempat pelariannya, ternyata malah merupakan orang paling gila.

Butiran bening air mata mengalir di pipi, membasahi riasan cantik bak boneka porselen seharga ratusan juta, wajah halus tanpa cela itu seakan menanggung begitu besar beban dalam jiwa.

Lebam-lebam membiru tidak bisa disembunyikan dari lengan dan betis, bersatu dengan jejak-jejak kemerahan di leher dan pundak. Penyiksaan dan cinta menjadi satu dalam rantai itu.

Untuk terakhir kali Gabriella menatap seluruh ruangan yang menjadi kamar tidur sekaligus penjara untuknya selama dua tahun ini, menghapus lembut jejak air mata sebelum menatap lingkaran rantai buatannya sendiri.

Gabriella mengalungkan rantai itu ke leher sebelum mengangkat kaki dari berpijak di sofa di ujung ranjang. Tubuh ramping dengan Lolita dress yang indah itu untuk sejenak terayun di udara, bersama gemerincing rantai dan suara gerakan lampu kristal.

Rasa sakit dari kebutuhan pasokan oksigen yang terhambat menggerogoti paru-paru Gabriella perlahan tapi pasti.

"Ma-af," lirih Gabriella sebelum menutup mata dengan hembusan napas terakhir.

Mati rasa dialami saat tulang leher Gabriella berderak patah, lambat laun wajah itu memucat dengan lidah menjulur di mulut terbuka.

Tidak kuat menahan beban dari tubuh manusia, akibatnya lampu kristal yang menggantung di langit-langit itu berderak sebelum penyangga patah dan membawa Gabriella jatuh membentur lantai marmer berkarpet abu-abu.

Suara keras dari kamar itu berhasil mengejutkan pelayan yang bekerja, termasuk seorang laki-laki dengan setelan kasual serba hitam sedang duduk menunggu di sofa.

Mengetahui asal suara, Luga bangkit berdiri dengan tergesa-gesa, melangkah ke arah sumber suara diikuti beberapa orang pelayan wanita. Menuju kamar Gabriella yang menjadi asal kegaduhan.

Tanpa memegang gagang pintu, Luga langsung mendobrak pintu dengan kaki, membuat pintu menjeblak terbuka.

"Ya Tuhan!"

"Astaga-!"

Pelayan yang mengikuti Luga menggumam tercekat, sementara laki-laki itu berdiri mematung melihat keadaan di lantai dalam ruangan itu.

Luga berlari mendekati Gabriella yang teronggok telungkup di antara beling-beling kristal pecahan lampu. Menyingkirkan kerangka lampu di salah satu lengan gadis itu, noda merah sudah mengotori karpet lembut.

Membalikkan posisi tubuh yang terpelintir itu, Luga memangku kepala Gabriellla, melihat darah merembes deras dari sisi kening dan bahu tertancap beling.

"Gab, apa yang kamu lakukan." Luga melirih gusar, mengecek nadi dan pernapasan Gabriella.

Sudah tidak ada tanda-tanda berdetak.

Tangan Luga gemetar, terus menggumam 'tidak' dengan sangat lirih, bahkan sebutir air mata lolos dari mata amber yang segera memerah itu.

"Tidak, Gabby, kamu tidak bisa seperti ini. Kamu juga tidak bisa meninggalkanku, tidak dengan cara ini," ratap Luga pilu, memeluk kepala Gabriella tidak peduli darah mengotori baju sendiri.

Gadis yang begitu dia cintai, bagaimana bisa melakukan hal seperti ini. Gadis yang bahkan tadi pagi masih tampak begitu membencinya, menatapnya penuh amarah tertahan.

Bahkan, mereka menghabiskan malam panas tadi malam tanpa tanda-tanda Gabriella akan melakukan hal gila ini. Menjadi berlumuran darah di tengah pecahan kristal, tanpa nyawa.

Luga menunduk memeluk erat tubuh yang sudah mendingin itu, di antara tangis diamnya terdengar permohonan untuk mengembalikan nyawa gadis yang menjadi separuh kewarasannya.

Tak berapa lama, kekehan rendah terdengar, Luga tiba-tiba mengangkat pandangan dengan mata merah basah itu, menatap kosong pada genangan darah di lantai.

"Kita akan tetap bersama, Gab, hidup ataupun mati," bisik Luga pelan.

Segera bangkit setelah dengan hati-hati meletakkan Gabriella di karpet bersih. Luga merogoh saku celana dan mengeluarkan dompet, mengambil anak kunci kecil dan membuka belenggu rantai di kaki Gabriella.

Lalu, menggendong tubuh ramping itu dan berjalan cepat keluar dari kamar.

"Tuan Muda, anda mau ke mana? Ke mana Anda akan membawa Nona Gabriel?" Salah seorang pelayan bertanya saat melihat Luga menuruni tangga dalam keadaan kacau.

Luga tidak menjawab, hanya terus melangkah ke pintu dan pergi membawa Gabriella dengan mobil. Meninggalkan mansion mewah di perbukitan sejuk itu bersama seonggok mayat di kursi samping kemudi.

{ The End }

*****

"Serius udah ending? Gitu aja? Luga mau bawa Gabriel ke mana, buset dah." Teresia memprotes sambil mengusap kelopak mata setengah membengkak dengan tissue.

Sesegukan membolak-balik halaman terakhir buku novel guna memastikan apakah ada lagi lanjutan cerita, dan nyatanya tidak ada.

"Ending yang membagongkan sekali, saudara-saudara. Gue udah nangis kejer tujuh hari tujuh malem, malah dapet akhir ngegantung begini," dumel Teresia tidak puas, jejak air mata masih menggenang di pelupuk mata.

Kesal dengan akhir cerita dari novel yang baru dibeli dua minggu lalu. Novel yang untuk ke sekian serinya Teresia beli.

Bangkit dari tiarap, perempuan 25 tahun itu meraih tissue lagi di atas meja samping laptop, mengusap sisa-sisa air mata di wajah sekaligus menyingkirkan ingus di hidung, lalu membuang tissue bekas itu sembarangan di lantai bersama gumpalan tissue lain.

Malam minggu, di saat sebagian orang lain memilih ke luar rumah untuk sekedar jalan-jalan atau ngapel berpacaran, Teresia malah menenggelamkan diri terbawa perasaan dalam lautan kata yang disusun indah oleh penulis buku.

"Tega banget parah, penulisnya, masa Gabriel udah banyak menderita ujung-ujungnya dibikin mati." Teresia masih mendumel sambil bangkit berdiri, memunguti sampah di lantai kamar untuk dimasukkan ke keranjang sampah.

"Gue rasa nih penulisnya sado, deh. Masa suka nyiksa karakter sendiri," omel Teresia di tengah membenahi kasur.

Teresia kesal, emosi, baper lah istilahnya, dengan novel berjudul < I'm Yours > ini. Awalnya berniat iseng membeli, membaca saat hari libur saja, tapi tidak menyangka alur ceritanya akan sangat memporak-porandakan hati.

Novel ini sebenarnya adalah salah satu seri dari cerita Roosevelt Family. Setiap seri memiliki pemeran utama berbeda, tema berbeda, dan genre berbeda. Hanya saja universe yang sama, latar keluarga besar yang sama pula.

Judulnya sangat biasa saja, tapi covernya menarik, dan isinya berhasil membuat Teresia gagal berhenti membaca. Genre romantis tapi bertema dark-romance yang sangat epic. Dengan rate 21+ karna mengandung adegan kekerasaan dan pemaksaan dalam berhubungan seks.

Menceritakan tentang obsesi gelap si pemeran utama laki-laki, yaitu Luga Nathanael Roosevelt, pada seorang gadis, Gabriella Erish De Vries. Latar tempat dari cerita ini ada negara kincir angin, Belanda, tapi menggunakan bahasa Indonesia.

"Lagian, di dunia nyata mana ada orang terobsesi kayak obsesi Luga ke Gabriel. Kayak orang gila," kritik Teresia kembali.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status