"Apa Anda yakin dengan informasinya?" Seren mendengus kemudian menyerahkan sebuah surat kepada Kevin. "Kau pikir aku membual? Jika tidak percaya, kau bisa mengeceknya sendiri!" Mata Kevin melebar ketika melihat hasil lab yang menjelaskan jika Poppy benar-benar positif hiv. Melihatnya jelas membuat Seren tersenyum sinis. "Kali ini kau percaya?" "Iya, Nona." "Ck! Untuk apa juga aku berbohong. Lebih baik kau beritahu atasanmu itu agar tidak tertular." "Baik, terima kasih." Kevin pamit undur diri kemudian menemui Ezra yang masih di kantor. "Mohon maaf, Pak, karena mengganggu malam-malam." "Tidak masalah selama kau membawa sebuah bukti konkret!" "Saya membawakannya untuk Anda." Kevin menyerahkan surat keterangan yang ia dapat kepada Ezra. Tidak jauh berbeda dengan reaksi yang ditunjukan Kevin tadi, Ezra pun membelalak. Setelahnya ia meremas surat tersebut. "Anda baik-baik saja, Pak?" "Kau bisa menilainya sendiri." Ya, harusnya Kevin tidak bertanya. Melihat raut waj
“Sayang, apa yang sedang kau lakukan di sini?” Keenan yang penasaran dengan sesuatu mengurungkan niatnya saat Seren tiba-tiba memeluknya.“Tidak, aku hanya sedang melihat-lihat ruanganmu.”Seren mengangguk kemudian menghela napas. “Aku pikir kau merindukanku,” ujarnya manja.“Ya, bisa dikatakan begitu.” Tidak puas dengan jawaban Keenan, Seren lantas memeluk Keenan. “Aku bahkan sangat merindukanmu. Andai bisa, aku ingin terus bersamamu.”“Kita bahkan berada di tempat kerja yang sama.” Keenan melepaskan pelukannya membuat Seren menggerutu. “Malam itu, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kau tiba-tiba ada di toilet wanita.”Tercenung, Keenan kembali mengingat kejadian malam itu. “Sayang, kenapa jadi melamun seperti itu? Ada yang sedang kau pikirkan?” “Nanti siang aku ada operasi, jadi mau istirahat lebih dulu.”Keenan pergi, membuat Seren mencak-mencak. Sebenarnya Keenan ini mencintainya atau tidak? “Ck! Poppy, tidak akan kubiarkan kau hidup bahagia.” Sementara wanita yang
“Apa ini benar?”Poppy menatap hasil pemeriksaan dengan tatapan nanar. “Tentu saja, Anda bisa melihatnya sendiri jika dari tiga alat ini semuanya negatif.”“Tapi … bagaimana bisa?” Mata Poppy mulai berkaca-kaca. Sungguh, ia tidak menyangka jika ternyata ia negatif hiv. Lantas, bagaimana dengan keterangan yang dibawa Keenan?“Sudahlah, apa lagi yang membuatmu ragu? Kau harusnya senang karena ternyata ketakutanmu tidak terjadi!”Tanpa Ezra kira, Poppy langsung memeluknya. Wanita itu menumpahkan tangis harusnya di pelukan sang mantan kekasih. “Ezra, aku sehat.” Ezra tersenyum lalu membalas pelukan Poppy. Pria itu tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan langkah seperti ini. Karenanya, ia melirik ke arah dokter yang menangani Poppy.“Tentu saja kau sehat,” balas Ezra setelah mereka hanya berdua.“Aku benar-benar tidak menyangka!” “Ya, aku juga cukup surprise dengan hasilnya. Meski sebenarnya, tidak masalah andai kau benar-benar positif. Tapi jika begini … sepertinya kau tidak akan la
“Hari ini aku benar-benar lelah.” Ezra menyandarkan punggungnya dengan kaki yang naikan pada meja. “Itu sudah menjadi resiko, Ezra.”“Ya, aku tahu. Dan aku melakukannya ini semua untukmu.” Pria itu menoleh ke arah Poppy yang langsung mengangkat satu alisnya.“Maksudmu apa? Aku bahkan tidak memintamu melakukan ini semua.” Segera Ezra menegakkan tubuhnya. Ia menatap Poppy serius. “Aku tidak tahu harus ber bersyukur atau bersedih karena kau mencampakkanku, Poppy.” Poppy semakin heran. “Maksudmu?” “Saat itu aku pikir kau memilih pria perebut itu karena lebih kaya dariku. Makanya aku bekerja sangat keras untuk bisa mencapai kesuksesan ini. Aku … ingin menunjukan padamu kalau aku bisa lebih kaya dari pria perebut itu. Sehingga kau akan menyesal karena sudah mencampakkanku.” Pria itu terkekeh kecil–menertawakan diri sendiri karena sudah berpikir terlalu jauh. Karena pada kenyataannya, Poppy memiliki alasan yang kuat.Mengetahui kenyataannya ini cukup membuat Poppy kaget. “Aku tidak m
“Jadi karena tidak memiliki penerus, kau diperintahkan untuk memegang perusahaan yang hampir bangkrut?” Ezra mengangguk. “Ya, dan berkat kau … aku berhasil membuat perusahaan menjadi sebesar sekarang.”Tanpa sadar Poppy mengelus ujung kepala Ezra. “Kerja yang bagus, Ezra.”Ezra yang terenyuh, kemudian menatap Poppy haru. “Kau bangga padaku?” Poppy mengangguk. “Tentu saja! Kau sudah bekerja keras.”Semakin senang saja pria itu!“Kau juga sudah melakukan yang terbaik, Poppy. Saat itu … apa kau tidak berat meninggalkanku?”“Tentu saja! Aku bimbang saat itu. Hanya saja … kesehatan ibu menjadi prioritasku. Meski pada akhirnya ibu tetap pergi meninggalkanku.” Raut wajah Poppy berubah sendu. “Tidak apa, ibu pasti bangga padamu.” Ezra menarik Poppy ke pelukannya. “Aku juga bangga padamu. Meski … pada akhirnya harus kecewa karena kau malah jatuh cinta kepada pria perebut itu!” “Bagaimana tidak, dia … pria yang baik.”Pelukan langsung dilepas. Ezra menatap Poppy tajam.“Kau … apa tidak ma
"Coba jelaskan, Ezra! Kenapa hanya diam saja?"Poppy melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap Ezra yang membuang muka dengan tajam."Ezra!" Wanita itu kembali menegur karena Ezra tidak kunjung menjawab pertanyaannya.Habis sudah kesabaran Poppy. Ia memilih pergi begitu saja."Poppy, kau mau ke mana?" Ezra segera menyusul dan menahan Poppy. "Lepaskan aku, Ezra!" Dengan kasar Poppy menepis tangan Ezra. Sayangnya Ezra terlalu kuat menahan. Sehingga usaha Poppy hanya sia-sia.Pria itu menggeleng. "Tidak, aku tidak akan melepaskanmu! Aku bahkan kesulitan mendapatkanmu. Untuk apa aku menyia-nyiakan kesempatan?""Kau bahkan sudah menyia-nyiakan kesempatan itu, Ezra!" balas Poppy sambil menatap mantan kekasihnya dengan sengit."Poppy ...." "Katakan yang sejujurnya, Ezra, jika malam itu ... kita tidak melakukan apapun." Karena terdesak dengan sikap Poppy yang keras, akhirnya pria itu membenarkan. "Kau benar, pada malam itu ... tidak ada yang terjadi di antara kita."Tentu saja Po
Perlahan Poppy membuka matanya. Wanita itu terhenyak saat menyadari jika dirinya sedang berada di tempat asing. "Aku di mana?" Ia memegang kepalanya yang terasa sakit. Mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi yang ia ingat hanya saat menunggu Ezra yang sedang membeli minum. Hingga tiba-tiba seorang pria masuk ke ruangan yang terasa pengap. Pria itu menyerangai saat melihat Poppy yang sudah sadarkan diri. "Ternyata kau sudah bangun," ujar si penculik membuat Poppy ketakutan. "Siapa kau sebenarnya?" Poppy beringsut saat si penculik mendekati. "Aku? Aku hanya pria yang mendapatkan amanat untuk menculikmu." Seringai itu begitu mengerikan. Dalam keadaan begini, hanya Ezra yang Poppy harapkan untuk datang. "Siapa yang menyuruhmu?" "Rahasia! Kau tidak perlu mengetahuinya." Semakin penasaran saja Poppy, tetapi untuk saat ini ia hanya ingin terbebas. "Berapa orang itu membayarmu?" tanyanya ragu. Si penculi tampak minat dengan pertanyaan Poppy. "Harga yang sangat mahal! Kau tidak
Ezra langsung membawa Poppy ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, pria yang arogan itu menangis. Membuat Poppy heran. "Ezra, berhentilah menangis."Lihatlah, bukankah seharusnya Ezra yang menenangkan? Lantas, kenapa jadi sebaliknya seperti ini? Bukan hanya Poppy yang heran, tetapi Kevin yang diperintahkan mengendarai mobil pun heran. Sementara si penculik sudah diserahkan kepada pihak yang berwajib. "Tidak, ini pasti sangat sakit." "Ya, aku memang sakit. Tapi ini semakin sakit karena mendengarmu menangis, Ezra!" "Benarkah?""Tentu saja! Jadi berhentilah menangis." Kelakukan Ezra benar-benar di luar nalar. Pria itu sangat berlebihan!"Ini sulit, tapi aku akan mencoba." Ezra mencoba mengendalikan diri, tetapi sulit. Air mata itu terus saja keluar. Sungguh, ini benar-benar memalukan! Beruntungnya hanya ada Poppy dan Kevin yang melihat kelakuan Ezra. Andai yang lain ... bagaimana tanggapannya? Tiba di rumah sakit Poppy langsung ditangani. Tanpa meninggalkan sejengkal pun, Ezra t