Share

Office Girl Pribadi CEO
Office Girl Pribadi CEO
Penulis: Liana Dee

Satu

Penulis: Liana Dee
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-13 23:04:06

"Jangan sampai gagal!"

Lana menggumamkannya berkali-kali kala kakinya melangkah masuk ke dalam kantor ini, menyamar menjadi seorang office girl. Ini hari pertamanya masuk kerja, dan ini juga terakhir kalinya ia berada di sini. Sebab, kedatangannya hanya untuk menjalankan sebuah misi.

Ia sudah menyiapkan secangkir teh. Ditatapnya minuman itu, bayangan wajahnya yang tampak dalam minuman itu memperlihatkan ekspresinya yang penuh tekad.

"Biarin aja kalau sampai ketahuan dan masuk penjara, aku nggak peduli. Yang penting, aku bisa melihatnya mati di depan mataku!"

Derit pintu pantri membuatnya terhenyak dan sontak menoleh. Seorang office girl lain muncul, mengernyit mendapati Lana masih bergeming di sana.

"Udah kamu antarkan minumannya untuk bapak Mikail?" tanya wanita itu seraya menghampiri rak piring untuk mengambil sebuah cangkir.

Lana tersenyum kikuk dan spontan berseru, "Udah kok, Kak. Ini mau saya antar."

Gadis itu mengangkat nampan yang berisi secangkir teh buatannya, lalu keluar dari ruangan secepatnya. Saat berada di luar, Lana memperbaiki sikapnya; menegakkan badan, dan tatapannya berubah dingin.

"Nyawamu ada di dalam cangkir ini, Mikail," gumamnya dalam.

Kakinya melangkah tanpa ragu menuju ruangan pria itu berada. Membunuh memang dosa, tapi semua ini demi membalaskan dendamnya pada pria yang telah menghancurkan keluarganya.

Ia sudah sampai di depan pintu. Senyum sinis terulas sebelum tangannya mengetuk pintu ruangan itu. "Permisi, Pak. Saya mengantarkan teh untuk Bapak," serunya kemudian.

"Masuk!" sahut seorang pria dari dalam.

Barulah Lana membuka pintu, mulai mengulas senyum, kemudian menghampiri meja seorang pria tampan yang sedang duduk di meja kebesarannya seraya membaca sebuah berkas.

Lana meletakkan cangkir teh di meja dengan diam-diam menatap penuh dendam pada Mikail. "Ini tehnya, Pak."

"Letakkan saja di sana," perintah Mikail tanpa meliriknya sedikitpun.

Misi berhasil, tinggal mendengar kabar kematian pria itu saja. Lana berbalik, tersenyum puas karena sudah menyelesaikan tugasnya.

"Tunggu!" seru Mikail tiba-tiba, bertepatan saat Lana akan melangkah pergi.

Ada apa ini? Lana mengernyit sejenak. Senyuman palsunya kembali dipasang sembari berbalik menghadap Mikail.

Pria itu telah meletakkan berkasnya di meja, sehingga tampaklah wajah tampannya yang sering disebut-sebut oleh para perempuan yang memujanya.

"Apa Bapak membutuhkan hal yang lain?" tanya Lana berbasa-basi.

Mikail tak menjawab, pandangannya teralihkan sejenak pada name tag yang terpasang pada seragam Lana. "Sarah," bacanya, kemudian tersenyum mencemooh.

Kenapa dia berekspresi begitu? Sarah bukan nama yang aneh, 'kan? Lana memilih nama itu sebagai nama samaran secara acak.

"Iya, itu nama saya, Pak. Apa ada yang aneh?" Dengan polosnya, Lana bertanya seperti itu.

Mikail tak merespons ucapannya, beranjak dari kursinya dan berjalan dengan tatapan geli menuju tempat Lana berdiri. Mata Lana membulat kala pria itu sampai di hadapannya, menatap seraya tersenyum sinis.

Mau apa dia? Lana membatin waspada.

Tangan Mikail terangkat, meraih dagu Lana dan menggenggamnya. Lana mengernyit, mulai risi. Tidak mungkin kan kalau pria itu mau menggodanya? Lana sudah berpenampilan buruk begini, menutupi mata indahnya dengan kacamata berframe tebal agar tidak dikenali. Tapi, pria itu masih mau merayunya? Apa selera sudah berubah?

"A-a apa yang Bapak lakukan?" Lana masih memberanikan diri untuk bertanya.

Mikail tidak lagi menjawab pertanyaan Lana. Matanya terlalu terfokus pada bibir ranum Lana seraya tersenyum sensual. Lana semakin gugup, pikirannya melayang ke mana-mana, sehingga menimbulkan kecurigaan yang membuatnya bergidik.

Namun, firasatnya itu benar. Tak ayal Mikail tiba-tiba menggendong tubuhnya. Lana terpekik. Mikail membawa tubuhnya dan membantingnya di atas sofa.

"Aduh!" pekik Lana, merasakan sakit di tubuhnya.

Tanpa sempat menghindar, Mikail berlutut di atas tubuhnya. Lana mendelik, senyuman pria itu mengerikan bagai iblis yang hendak melumat tubuhnya bulat-bulat. Jangan bilang, pria itu akan melakukan perbuatan bejadnya di sini?

"Sarah? Nama yang menggelikan," gumam Mikail, lalu meraih kacamata Lana, dan melemparkannya ke sembarang tempat.

Lana terhenyak. Apa penyamarannya ketahuan?

"Kau pikir, aku tidak tahu siapa kau, Nona Lana?"

Jadi, selama ini Mikail pura-pura bodoh dan membiarkannya masuk ke dalam perusahaannya? Kenapa dia melakukan itu? Ini terdengar lucu. Meskipun Lana dalam keadaan bahaya, masih sempat ia tersenyum mencemooh pada pria itu.

"Kalau Anda sudah tahu, kenapa Anda menerima saya bekerja di sini?" tanyanya menantang.

"Aku hanya ingin tahu niatmu datang ke sini. Ternyata, kau cukup berani juga, walaupun dengan cara kuno," jawab Mikail, menggenggam kuat dagu Lana. "Apa kau pikir, aku akan lengah meminum teh yang telah kau racuni itu?"

Lana tak kaget, justru semakin menantangnya. "Oh? Terus, kalau sudah tahu, apa Anda mau membunuh saya seperti yang Anda lakukan pada orangtua saya?!" Kemurkaan Lana membara, sehingga lambat-laun ucapannya disertai bentakan.

Rahang Mikail mengeras, menatap kedua mata Lana yang memperlihatkan percikan kebencian. Dalam beberapa saat, keduanya membeku dalam tatapan sengit itu.

"Dasar wanita lancang!" gumam Mikail dalam, kemudian seulas senyum misterius mengembang di bibirnya.

Perlahan, pria itu bergerak maju ke hadapannya. Lana sontak was-was, tangannya spontan hendak mendorong tubuh Mikail. Namun, Mikail dengan cepat menangkap kedua tangannya, lalu menahannya di atas sofa.

"LEPASKAN!" jerit Lana.

Mikail tak mengindahkan, terus mendekatkan wajahnya ke telinga Lana. "Lana, apa kau mau merasakan hukuman dariku?" bisiknya, suara paraunya bernada sensual.

Hukuman? Lana bergidik ngeri. Kedua tangan terkekang, Lana tak bisa memberontak. Hal ini menjadi kesempatan bagi Mikail untuk melakukan apa pun pada gadis itu. Sasaran pertama adalah leher Lana. Mikail menyematkan kecupan dan gigitan pelan di sana hingga meninggalkan bekas merah.

Lana menggelinjang, perasaannya campur aduk antara menolak dan terangsang. Sejak tadi, Mikail tertarik pada bibir merah jambu milik Lana. Ia mengalihkan wajahnya ke hadapan Lana.

"Aku ingin tahu, apa bibirmu ini terasa manis?" ucapnya berbisik. "Aku ingin memilikinya."

"Jangan coba-cob ... hmmp...."

Ucapan Lana tak sempat terucap karena Mikail langsung melumat bibirnya tanpa ampun. Gejolak di dalam dada Lana terusik, tetapi ia tetap berusaha menolak gairah itu. Sekuat tenaga ia meronta, tapi Mikail takkan membiarkannya. Permainan ini baru saja dimulai.

Sia-sia perlawanannya, kekuatan Lana tak sebanding. Akhirnya, ia pasrah, membiarkan pria itu mencobai bibirnya. Sepertinya, Mikail pencium yang andal, durasi ciuman mereka begitu lama sampai Lana hampir kehabisan napas.

Lana menggerakkan kepalanya seraya mencoba mengatakan sesuatu, dan rupanya Mikail mengerti. Mikail melepaskan ciumannya, Lana bergegas menghirup napas sebanyak-banyaknya.

Pria sialan! Apa dia sengaja melakukan ini? Apa ini hukuman yang dimaksud? Huh, dasar bejad! rutuk Lana dalam hati.

"Sepertinya, tidak seru melakukannya di sini. Bagaimana kalau kita lakukan di tempat lain?"

Ucapan nakal Mikail bersamaan dengan tatapan mesum yang membuat Lana mendelik gugup. Apa maksudnya Mikail, permainan ini belum selesai?

"Masuklah!" seru Mikail ke arah pintu.

Dua pria berbadan besar layaknya preman masuk ke dalam ruangan. Ternyata Mikail sudah menempatkan mereka di luar ruangan untuk membongkar penyamaran Lana.

Sial!

Kedua pengawal itu menghadap Mikail, bersiap mendengarkan perintah.

"Bawa gadis ini ke mobil! Kalau melawan, sekap dia di bagasi!" perintah Mikail.

"Siap, Tuan!" sahut kedua pria itu berbarengan.

Mikail melepaskan tangan Lana dan beranjak turun dari tubuhnya. Lana berpikir untuk segera berlari mencapai pintu. Namun, langkah salah satu pengawal Mikail lebih cepat darinya. Tubuh Lana tertangkap sebelum tangannya menggapai pintu. Lantas, pria itu menggendong tubuhnya ke bahunya.

"LEPASKAN! LEPASKAN!" Lana menjerit seraya memukul-mukul punggung pengawal itu.

Pukulan dari tangan kecil Lana mana terasa oleh pengawal itu, tetapi Lana tetap melakukannya sebagai usaha melepaskan diri. Mikail berjalan mendekat seraya terkekeh geli. Lana terdiam, menantang Mikail dengan tatapan benci.

"Bawa dia!" perintah Mikail pada pengawal itu.

Lana panik. Mau dibawa ke mana lagi dirinya? Apa pria itu mau meneruskan perbuatan mesum padanya?[]

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Office Girl Pribadi CEO   Empat belas

    “Sshhh... kau akan menyakiti lenganmu kalau kau meronta-ronta terus seperti itu.” Bibir Mikail merayap dan mendarat di bibir Lana.Lelaki itu mengecup sedikit ujung bibir Lana, lalu lidahnya menelusup masuk, membuka bibir Lana yang lembut, mencecapnya dan merasakan seluruh tekstur bibir Lana yang hangat dan panas, lidahnya mengait lidah Lana dan memainkannya dengan intensitas yang sangat ahli.Ketika Mikail melepaskan bibirnya, napas Lana terengah-engah, ciuman ini adalah ciuman yang paling intens yang pernah dirasakannya.“Kau menyukainya bukan?” Mikail berbisik lembut dengan nafasnya .yang panas di telinga Lana. “Aku sangat menyukai bibirmu, dan sensasi kelembutannya di bibirku...” Tangan Mikail merayap ke bawah, meraba kulit leher Lana. “Seluruh tubuhmu hangat sayang, seakan menggodaku....” Jemari Mikail menyingkap rok Lana dan menelusup ke dalam sana, menggoda pusat gairahnya. “Di sini... yang

  • Office Girl Pribadi CEO   Tiga belas

    Tubuh lemas Lana di baringkan di lantai di pinggiran kolam, lalu dia merasakan perutnya di tekan dengan ahli hingga aliran air yang tertelan keluar.Lana memuntahkan banyak air dan terbatuk-batuk kesakitan. Paru-parunya masih terasa begitu sakit dan nyeri. Siapakah penolongnya?Apakah dia memang belum diizinkan mati? Tangan kuat itu terus menekan hingga seluruh cairan terpompa keluar dari perut Lana. Mata Lana mulai buram, kesadarannya semakin hilang, ketika suara itu terdengar tenang di atasnya. “Panggil dokter.”Itu suara Mikail. Apakah Mikail yang menyelamatkannya? Lagi pula... kenapa lelaki itu menyelamatkannya?♡♡♡Mikail keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup. Dan seluruh pakaiannya yang basah teronggok di lantai. Sebuah gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh.Norman berdiri di sana, bekas-bekas pukulan Mikail masih menimbulkan memar-memar di sana sini, tetapi lelaki itu sep

  • Office Girl Pribadi CEO   Dua belas

    Tubuh Norman hampir melemas. Tubuhnya dan wajahnya dipenuhi lebam. Darah mengalir pada hidung dan bibirnya, semakin membuat Lana kasihan melihatnya.Lana menjerit, tangisannya semakin keras. "Hentikan! Aku mohon," pintanya memelas, semakin lama tubuhnya duduk bersimpuh di atas lantai.Mikail menghentikan pukulannya, lalu menoleh pada Lana yang tengah menangis tak berdaya. Dihampirinya gadis itu. "Kamu menangisinya? Apa sekarang kau menyesal?"Lana tak menjawab, tertunduk sesegukan. Namun, Mikail tetap ingin menagih jawabannya. Dagu Lana diremasnya dan dihelanya kasar hingga tatapan mereka kini beradu. Mikail tersenyum puas melihat mata Lana basah disebabkan oleh air mata penderitaan."Norman begitu gara-gara kau. Lihat!" Mikail beringsut sedikit, mengarahkan tunjukkannya pada tubuh Norman yang tengah meringkuk kesakitan. "Jika kau berbuat salah, maka para pekerja yang ada di rumah ini yang akan menanggung hukumannya."Kejam sekali! Lana menat

  • Office Girl Pribadi CEO   Sebelas

    "Tuhan, selamatkan aku...," lirih Lana dalam hati, terisak.Pria itu bergerak di atas Lana, lalu menindihnya. Dia tersenyum, memandangi wajah cantiknya. "Jangan takut, sayang. Kamu pasti ketagihan nanti," ucapnya sensual, setengah berbisik.Rahang Lana mengeras. Ia malah nekat membuat pria itu semakin bengis dengan meludahi wajahnya. Alhasil, pria itu mendelik marah. Dari raut wajahnya, kali ini perlakuan kasar yang akan didapatkan Lana atas kelancangannya itu."DASAR JALANG!"Pria itu meradang, menyingkapkan baju kaus Lana hingga terlihatlah bra hitam yang menutupi payudara ranumnya. Wajah pria itu mendekat pada area sensitif itu. Lana mendelik dan sebisa mungkin meronta. "JANGAN!" jerit Lana kencang.Tiba-tiba, bahu pria itu digenggam, lalu ditarik oleh seseorang di belakangnya hingga terjatuh di atas sebuah makam. Keempat temannya menoleh kaget pada pria yang membuatnya jatuh. Lana juga melirik pada pria itu. Tapi karena tempat itu gelap, ditambah lagi matanya digenangi oleh air m

  • Office Girl Pribadi CEO   Sepuluh

    "Bagaimana dia bisa lolos?!" maki Mikail, sebuah vas yang dibelinya langsung dari China melayang hampir ke wajah seorang pengawal.Sang pengawal berlutut dan menunduk gemetaran. Hanya satu kata yang bisa diucapkannya:"Maafkan saya, Tuan."Bukan pengampunan, melainkan amarah Mikail semakin menjadi. Mikail menghampirinya, menggenggam kerah bajunya, lalu melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah si pengawal, menjadikannya tontonan memilukan di depan para pengawal lainnya. "Bodoh! Saya mencari pengawal terbaik dan menggaji tinggi kalian. Apa otakmu sangat kecil, bisa-bisanya ditipu oleh wanita itu!" Mikail memaki seraya menendang tubuh sang pengawal yang terbaring tanpa melawan. Norman juga merasa takut sekaligus kasihan pada pengawal itu. Iapun memberanikan diri maju untuk mempertanggungkan perbuatannya. "Tuan, saya juga bersalah dalam hal ini. Tolong, maafkan kami."Mikail langsung menoleh bengis pada pria paruh baya itu. Gerakannya cepat melesat mendorong Norman dengan satu tangan sa

  • Office Girl Pribadi CEO   Sembilan

    "Ya, itu aja!"Lana sigap beranjak dari tempatnya. Setelah hampir satu jam berpikir, ia memutuskan untuk mencoba pakai cara yang tadi. Maka, Lana berjalan keluar kamar, mencari keberadaan Norman. Namun, ia tak menemukannya di dapur. Saat keluar dari dapur, ia berpapasan dengan dua pelayan muda. "Siang, Nona. Apa ada yang bisa kami bantu?" sapa salah seorang pelayan.Iya, Lana memang membutuhkan bantuan. Senyumannya merekah kala pertanyaan itu diajukan. "Apa kalian tahu di mana pak Norman?" tanyanya bergegas. "Tuan Norman sepertinya ada di taman belakang. Mau saya panggilkan?" Padahal Lana bisa meminta mereka untuk menyuruh Norman datang ke kamarnya, tetapi Lana malah menolak. "Nggak usah, saya yang akan menghampirinya."Kaki mungilnya terburu-buru melangkah meninggalkan kedua pelayan itu menuju taman belakang yang sering dilihat Lana lewat jendela kamarnya.Norman sedang menyiram kebun bagian bunga mawar putih. Keindahan taman yang dihiasi oleh air mancur tak membuat Lana terpana.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status