Tubuh Norman hampir melemas. Tubuhnya dan wajahnya dipenuhi lebam. Darah mengalir pada hidung dan bibirnya, semakin membuat Lana kasihan melihatnya.Lana menjerit, tangisannya semakin keras. "Hentikan! Aku mohon," pintanya memelas, semakin lama tubuhnya duduk bersimpuh di atas lantai.Mikail menghentikan pukulannya, lalu menoleh pada Lana yang tengah menangis tak berdaya. Dihampirinya gadis itu. "Kamu menangisinya? Apa sekarang kau menyesal?"Lana tak menjawab, tertunduk sesegukan. Namun, Mikail tetap ingin menagih jawabannya. Dagu Lana diremasnya dan dihelanya kasar hingga tatapan mereka kini beradu. Mikail tersenyum puas melihat mata Lana basah disebabkan oleh air mata penderitaan."Norman begitu gara-gara kau. Lihat!" Mikail beringsut sedikit, mengarahkan tunjukkannya pada tubuh Norman yang tengah meringkuk kesakitan. "Jika kau berbuat salah, maka para pekerja yang ada di rumah ini yang akan menanggung hukumannya."Kejam sekali! Lana menat
Tubuh lemas Lana di baringkan di lantai di pinggiran kolam, lalu dia merasakan perutnya di tekan dengan ahli hingga aliran air yang tertelan keluar.Lana memuntahkan banyak air dan terbatuk-batuk kesakitan. Paru-parunya masih terasa begitu sakit dan nyeri. Siapakah penolongnya?Apakah dia memang belum diizinkan mati? Tangan kuat itu terus menekan hingga seluruh cairan terpompa keluar dari perut Lana. Mata Lana mulai buram, kesadarannya semakin hilang, ketika suara itu terdengar tenang di atasnya. “Panggil dokter.”Itu suara Mikail. Apakah Mikail yang menyelamatkannya? Lagi pula... kenapa lelaki itu menyelamatkannya?♡♡♡Mikail keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup. Dan seluruh pakaiannya yang basah teronggok di lantai. Sebuah gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh.Norman berdiri di sana, bekas-bekas pukulan Mikail masih menimbulkan memar-memar di sana sini, tetapi lelaki itu sep
“Sshhh... kau akan menyakiti lenganmu kalau kau meronta-ronta terus seperti itu.” Bibir Mikail merayap dan mendarat di bibir Lana.Lelaki itu mengecup sedikit ujung bibir Lana, lalu lidahnya menelusup masuk, membuka bibir Lana yang lembut, mencecapnya dan merasakan seluruh tekstur bibir Lana yang hangat dan panas, lidahnya mengait lidah Lana dan memainkannya dengan intensitas yang sangat ahli.Ketika Mikail melepaskan bibirnya, napas Lana terengah-engah, ciuman ini adalah ciuman yang paling intens yang pernah dirasakannya.“Kau menyukainya bukan?” Mikail berbisik lembut dengan nafasnya .yang panas di telinga Lana. “Aku sangat menyukai bibirmu, dan sensasi kelembutannya di bibirku...” Tangan Mikail merayap ke bawah, meraba kulit leher Lana. “Seluruh tubuhmu hangat sayang, seakan menggodaku....” Jemari Mikail menyingkap rok Lana dan menelusup ke dalam sana, menggoda pusat gairahnya. “Di sini... yang
"Jangan sampai gagal!"Lana menggumamkannya berkali-kali kala kakinya melangkah masuk ke dalam kantor ini, menyamar menjadi seorang office girl. Ini hari pertamanya masuk kerja, dan ini juga terakhir kalinya ia berada di sini. Sebab, kedatangannya hanya untuk menjalankan sebuah misi.Ia sudah menyiapkan secangkir teh. Ditatapnya minuman itu, bayangan wajahnya yang tampak dalam minuman itu memperlihatkan ekspresinya yang penuh tekad. "Biarin aja kalau sampai ketahuan dan masuk penjara, aku nggak peduli. Yang penting, aku bisa melihatnya mati di depan mataku!" Derit pintu pantri membuatnya terhenyak dan sontak menoleh. Seorang office girl lain muncul, mengernyit mendapati Lana masih bergeming di sana. "Udah kamu antarkan minumannya untuk bapak Mikail?" tanya wanita itu seraya menghampiri rak piring untuk mengambil sebuah cangkir. Lana tersenyum kikuk dan spontan berseru, "Udah kok, Kak. Ini mau saya antar."Gadis itu mengangkat nampan yang berisi secangkir teh buatannya, lalu kelua
Lana mengernyit dengan mata masih terperjam. Kemudian, ia tersentak, dan matanya terbelalak kaget. Pemandangan yang dilihatnya begitu bangun adalah pria iblis itu, Mikail. Dia ... sedang apa di sini?Lana sontak duduk dan beringsut menjauh. Ia menyadari bahwa saat ini tubuhnya tanpa mengenakan pakaian dan hanya ditutupi oleh selimut putih. Keadaan Mikail nyaris sama dengannya. Apakah dia dan Mikail telah...."AKH, TIDAK!" jerit Lana sangat kencang karena sangking syoknya, yang membuat Mikail terbangun."Hmm, ada apa? Pagi-pagi udah berisik?" Lana tak mengindahkan gumaman Mikail, sibuk pada dirinya sendiri yang masih bingung dan syok dengan kejadian hal ini seraya bergumam, "Apa yang terjadi? Nggak mungkin kan aku sudah tidur dengan pria itu? Nggak! Nggak mungkin!""Apanya yang nggak mungkin?" tanya Mikail, tahu-tahu sudah duduk seraya memangku dagunya. Dan yang membuat Lana geram, Mikail malah tersenyum geli menatapnya."Kau! DASAR BEJAT! Kau apakan aku? Kau memperkosaku saat aku ti
Apa dia sudah mati?Lana gemetaran mendekati pria itu, lalu berjongkok perlahan di hadapannya. Tangannya akan menggapai hidung pria itu, bermaksud mengecek apakah dia masih bernapas atau tidak.Belum sempat ia melakukannya, tiga orang wanita muncul di depan kamar dengan ekspresi terkejut. Lana menoleh. Seorang wanita paruh baya mendekati pria itu dan jongkok di sisi lain. Kemudian, dia menempelkan dua jarinya, hening sejenak dengan dahi mengernyit, setelah itu menghela napas lega."Syukurlah. Apa yang telah terjadi?" gumamnya pada diri sendiri.Dan wanita itu menemukan jawabannya ketika matanya tanpa sengaja mengarah pada pecahan kaca dari botol wine yang ditemukan tak jauh darinya. Ia kembali mengernyit, melemparkan tatapan menuduh pada wanita yang tubuhnya hanya ditutupi oleh selimut putih.Lana tentu terhenyak serta salah tingkah. Wanita ini sepertinya pelayan Mikail. Apakah dia akan melaporkan kejadian ini pada majikannya? "Hei, kalian!" seru wanita paruh baya itu pada dua pelaya
"Kau akan kubunuh!"Lana membeku dengan mata mendelik ngeri. Dibunuh? Tapi, ia tidak siap mati sekarang. Kematian orangtuanya belum terbalas. Ia baru bisa mati jika Mikail yang mati duluan!Mikail menarik Lana yang masih dalam keadaan terkejut. Namun, kesadarannya cepat pulih, dan langsung menahan tubuhnya sekuat mungkin agar tidak dibawa olehnya."Lepaskan! Lepaskan!" jerit Lana. Lana mencoba melepaskan cengkraman Mikail dengan mencabik tangannya menggunakan kuku hingga berdarah. Mikail justru semakin kuat menariknya meski sembari menahan rasa sakit. Namun, pada akhirnya Lana tak mampu lagi menahannya, dan mau tak mau terhela. Hanya saja, kakinya tiba-tiba tersandung. Lana terhempas, dan kepalanya membentur tepi ranjang. Suara pekik kesakitan keluar dari bibirnya. Mikail terhenyak, tetapi bergeming di tempat melihat reaksi Lana selanjutnya. Baguslah, gadis itu tak akan pingsan hanya karena dahinya terbentur sedikit. "Aduh, aduh. Apa dengan cara ini kau membunuhku?" keluh Lana ser
Mikail mengoleskan salep luka pada bekas cakaran Lana di ruang kerjanya. Sang sekretaris, Vincent, berdiri memandanginya tanpa kata. Namun, Vincent tak dapat menahan lagi bibirnya untuk mengajukan sebuah pertanyaan padanya."Apa Anda baik-baik saja? Bagaimana kalau diperiksa ke dokter, Pak? Saya cemas jika luka itu infeksi.""Tak perlu, aku sudah mengoleskan antiseptik. Lagi pula, ini hanya luka ringan," jawab Mikail santai. Vincent tak berkomentar sesaat, sebelum muncul lagi pertanyaan lain. "Apa wanita itu yang melakukannya?""Ya, dia hebat, 'kan?" sahut Mikail, tersenyum sinis. "Dia sangat lancang. Berani sekali dia melakukan hal itu pada Bapak?" Vincent tak bermaksud memprovokasi, tapi dia memang benar-benar marah pada perlakuan yang dilakukan Lana pada bosnya. Namun yang terjadi, Mikail malah tersenyum lebar. "Dia memang berbeda. Aku tidak pernah menemui wanita manapun yang berani menentangku," komentarnya, mata birunya yang tajam melirik ke arah lain. "Biasanya, wanita-wanit