Share

4. Anggara

Penulis: TT.nuya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-25 19:06:17

"Tok..tok..tok"

Suara kaca mobil di ketuk.

"Sreeeeet."

Suara kaca mobil terbuka.

"Tuan...Sepertinya wanita ini agak tidak normal." Ucap Handoko pelan.

Mendengar bisikan tersebut, Anggara masih bersikap acuh tak acuh.

Baginya apapun atau siapapun di depan sana tidak ada sangkut paut dengan diri sendiri, lalu apa pedulinya?.

Ia adalah Anggara prawira, sosok realistis tinggi dalam segi apapun, termasuk segi hubungan di antara manusia.

Dengan sikapnya yang demikian, tak salah jika orang yang tidak mengenalnya dengan baik, akan selalu melebelkan sosok egois, arogan, serta sombong untuk pria tersebut.

Bahkan, julukan terbaik yang melekat untuknya selama setahun terakhir ini, adalah tubuh tak berjantung, hati batu, iron man, dan masih ada beberapa lagi.

Lalu dengan sebutan itu, masihkan dapat di harapkan ia akan berbelas kasih ataupun bersimpati untuk sosok di depan sana, yang jelas-jelas telah menggangu perjalanan nyaman yang di nikmati?.

Dan jawabannya tentu saja tidak.

Dia adalah seorang dari keluarga Prawira, dan juga putra satu-satunya dari keluarga tersebut.

Dengan identitas itu, kapan dirinya akan peduli tentang tanggapan dan julukan dari orang lain.

Semua membutuhkan dirinya, dan ia adalah poros penentu untuk kelangsungan hidup banyak orang di sekitarnya.

Anggara masih acuh tak acuh, ia bahkan tidak melihat kearah sosok di depan mobil.

"Masuk!, kau membuang banyak waktuku" Jawabnya datar dari dalam mobil.

"Heh...cara baru." Imbuhnya lagi, tanpa menunggu jawaban Handoko, atau tertarik untuk melihat keberadaan Angel sembari menutup kaca mobil.

Dan tentu saja bagi Handoko, perkataan Anggara adalah maklumat, dan itu harus di lakukan.

Anggara yang berada di kursi belakang tak peduli, dengan apa yang di lakukan supir dadakannya tersebut.

Ia kelelahan hari ini, banyak hal juga yang masih belum rampung menjadi beban pikirannya sekarang.

Bahkan, Anggara tak ambil pusing, ketika Handoko memutuskan untuk sedikit mengambil jalan di tepi pembatas jalan, yang masih berupa tanah tanpa paving.

"Dasar gila, cari jembatan dan melompat saja, jangan merepotkan orang lain." Sarkas Handoko, untuk sosok di luar mobil mereka.

Anggara yang mendengar perkataan kasar sahabatnya tersebut tersenyum. Ia tak menyangka, bahwa pria disana dapat mengeluarkan perkataan seperti itu untuk seorang wanita.

Namun, senyum itu hanya bertahan sekilas saja, pria dengan julukan tanpa jantung tersebut, kembali merebahkan tubuh pada sandaran jok mobil, menikmati perjalanan kembali, yang tinggal sejengkal.

Namun, belum jauh mobil itu berjalan, ia kembali terganggu dengan hentakan mobil akibat rem yang di injak tiba-tiba.

Anggara memejamkan mata malas, seolah ia tengah mengatur sebuah emosi yang hendak meraung keluar dari sangkar.

Perlahan ia membuka mata, namun masih dalam posisi tubuh yang bersandar dan bertanya.

"Apa kau gila Han?."

"Tuan...sepertinya wanita itu pingsan." Jawab Handoko sembari berbalik kearahnya.

"Lalu?.". Anggara.

Tak ada sahutan ataupun perkataan dari pria di depan kemudi.

Anggara mulai kesal, ia meningkatkan nada suaranya satu Oktaf. "Apa kau pikir kita harus membantunya?"

Kali ini Anggara tidak menunggu jawaban dari sahabatnya tersebut, dan kembali menyambung ucapan barusan. "Apa kau kira aku memiliki waktu untuk di buang sia-sia?, cepat jalankan mobil waktuku hampir habis."

Kali ini Anggar di buat jengkel oleh Handoko, karena waktu yang telah di susunnya sejak kemarin, kini berantakan.

Anggara tidak peduli, tentang apa yang kini berputar di benak sang sahabat tersebut. Meski ia melihat wajah menggantung Handoko, baginya yang terpenting mobil harus kembali di jalankan.

Namun, kekecewaannya kian membesar ketika, menyadari bahwa mobil yang di kendarai berjalan lamban.

Anggara mendudukkan tubuhnya tegap, ia menatap punggung pria di balik kemudi di depannya, dan bertanya. "Han...Apa kau bosan berkerja padaku?."

Suara itu di tekannya setenang mungkin, dan mata tajamnya menatap lekat kearah sosok di depan.

Dan benar saja, dalam hitungan sepersekian detik, Anggara mampu menangkap keterkejutan dari reflek tubuh Handoko.

"Hah...Tidak tuan." Jawab reflek Handoko, dengan nada sedikit gugup.

Anggara menyunggingkan senyum tipis. "Lalu..?"

Tanyanya lagi, dan masih menatap lekat punggung di depan.

Akan tetapi, Jawaban itu tidak dengan cepat di dengar, sehingga ia merasa bosan dan merebahkan tubuh kembali seraya menutup mata.

Anggara berpikir bahwa kini sahabatnya tersebut, telah mengerti dan akan menjalankan mobil dengan benar.

Namun, apa yang di pikirkan bukanlah hal yang terjadi. Selang waktu yang tak lama, Handoko membuka mulut dan balik bertanya. "Lalu...?, lalu apa tuan?."

Mendengar pertanyaan pria di depan sana, Anggara di jok belakang bingung.

'Apakah sahabatnya ini berubah jadi bodoh?.' Gumam Anggara dalam hati.

Pikiran Anggara masih kesal dengan apa yang terjadi. Di tambah lagi dengan pertanyaan bodoh barusan, ia berusaha menahan kemarahan.

Anggara perlahan membuka mata, menatap langit-langit mobil sejenak dan menjawab sedikit sinis.

"Apa kau mulai bodoh?. Bahkan, siput pun tidak berjalan sepelan mobil ini."

Dan benar saja, setelah selesai mengatakan hal tersebut, mobil bergerak dengan kecepatan seharusnya.

Namun, Anggara telah kehilangan minatnya untuk menikmati sisa perjalanan, dan kembali membawa tubuhnya duduk dengan benar. Tangannya hendak meraih tas kerja di samping tempat duduk, dan melewati waktu untuk mengecek laporan.

Namun, ketika mata itu melihat kearah spion mobil, ia menangkap senyum tipis di bibir Handoko.

"Han.."

Panggilnya dengan suara yang ditekan.

"Iya tuan.."

Jawab Handoko, juga dengan tenang.

"Apa kau mencemooh ku dalam hati?" Anggara.

"Tidak tuan, itu tidak mungkin terjadi." Jawab Handoko masih tenang.

"Lalu..?." Anggara lagi.

Entah apa yang di pikirkan Handoko. Namun, wajah Anggara mulai berkabut tebal.

"Ekheeem."

Handoko mengeluarkan sinyal palsu deheman.

"Ada apa dengan "lalu" tuan?." Sambung Handoko lagi.

Anggara melihat jelas, senyuman yang tersungging tipis di bibir Handoko lagi dari kaca spion, dan kembali berkata. "Kau terlihat bodoh dengan senyum itu."

Tatapan Anggara bertemu manik Handoko yang melirik spion sejenak, sebelum kembali fokus menatap ke depan.

Perasaan sensitif Anggara kembali berontak, dan dengan reflek ia bertanya kembali. "Untuk siapa kau tersenyum Han?."

"Oh...ini untuk siput tuan."

Mendengar jawaban konyol sang supir, Anggara mengernyitkan kening dan menampilkan ketidaksenangan.

"Jika ada siput secepat mobil, sepertinya olimpiade untuk mereka bisa di adakan tuan."

Dan benar saja, begitu ucapan tersebut terselesaikan, dalam waktu singkat suara gelak tawa di dalam mobil pecah dari kedua pria di sana.

Suasana tegang dengan bumbu kemarahan yang hampir pecah, nyatanya berubah menjadi tenang dan lebih nyaman akibat keajaiban "siput".

Namun, tiba-tiba sebuah suara dari Anggara kembali menarik tawa mereka. "Apa wanita itu benar-benar pingsan Han?" Anggara.

"Sepertinya begitu tuan." Handoko.

"Lalu..?."

Lagi- lagi kata itu meluncur dari bibir Anggara, namun kali ini, pria di balik kemudi mobil tidak lagi kebingungan.

"Baik tuan." Sahutnya reflek.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati. Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, sebab di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke depan. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir, wanita itu berpikir bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah ia memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu beberapa saat tadi, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa sesak menyeruak dalam dada, yang perlahan menghimpit hati Angel, mungkin ini mengacu pada rasa malu, kesal pada diri sendiri, atau mungkin merasa rendah sert

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan. "Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dia merasa kesal melihat orang lain menertawakan sekertaris nya, meskipun dia juga sempat merasa lucu tadi. Tapi itu berbeda jika dia yang mentertawakan makhluk bodoh ini, dan hanya dia yang boleh orang lain tidak. Anggara tidak menyadari semua sikap dan tindakannya saat ini. Maklumlah seorang Anggara kapan akan mempertimbangkan ucapan d

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status