Share

Handoko.

Waktu berlalu dengan cepat, dari sore yang penuh dengan keterkejutan, beralih menjelang malam dan dengan cepat merambat ke pagi hari.

Sosok Anggara sampai di apartemen mewah miliknya menjelang pukul 3 pagi.

Wajahnya yang kusut tampak menakutkan di depan Handoko.

Sehingga, pria yang sejak pagi merangkap sebagai sopir tersebut, hanya diam dan mengikuti sang atasan hingga sampai di depan pintu apartemen miliknya.

"Menginaplah di sini, nanti jam 9 kita ada rapat dengan kantor cabang."

Suara itu masih terdengar tenang.

Namun Handoko tahu, pria yang menjadi atasan sekaligus sahabatnya tersebut sangat kelelahan.

Dan ia tak ingin berdebat dengannya, atau bermain majikan dan tuan lagi, seperti saat siang hari tadi.

"Hem..aku ambil kamar kanan malam ini." Sahutnya datar, sembari berlalu pergi, menuju kamar yang akan ia gunakan.

"Terserah." Anggara.

........................................

Flash back on.

Sebuah mobil hitam dengan 4994 tercetak tegas, pada bagian depan dan belakang melesat menembus keramaian, menuju sebuah rumah makan yang bergaya klasik di pinggiran kota.

Mobil itu bertengger kurang lebih 1 jam di area parkiran, sebelum akhirnya melesat kembali membawa dua tubuh gagah, menuju sebuah Hunian yang berjarak tempuh 2 jam dari rumah makan tersebut.

"Beristirahatlah dulu jika sudah sampai, nanti ku bangunkan." Ucap sosok di balik kemudi, yang tak lain adalah Handoko.

Mendengar perkataan itu, sosok Anggara di belakang menyeringai sejenak dan menjawab. "Sikap macam apa itu?, kau adalah seorang supir. Beraninya memerintah tuan ini."

Kali ini sosok Handoko yang giliran tersenyum tipis, dan menyahuti. "Oh...Jadi hari ini sudah di hitung, baaaiiik!, jangan menyesal nanti."

Handoko tersenyum sedikit lebar, setelah tak mendengar bantahan dari balik punggungnya.

"Aku akan mengambil satu dari 10 cluster terbaik di sana."

Setelah mengatakan itu, Handoko membawa mobil dengan santai, menuju sebuah jalan yang akan membawanya menyambut sebuah hunian rumah terbaik, diantara deretan bangunan rumah di pusat tujuan.

"Rumah cantik tunggu kedatanganku." Candanya lagi, dengan sumringah kuat terpancar pada raut wajah.

Sementara itu, sosok di balik punggung Handoko hanya bisa tersenyum melihat kekonyolan sahabatnya itu, dan mulai memejamkan mata.

"Selama aku tidak terganggu dalam perjalanan ini, kau bisa mengambil apa yang kau inginkan." Sahutnya malas.

Angga telah bersiap untuk menutup mata. Karena memang sejak keduanya keluar dari rumah makan, pria tersebut telah memutuskan untuk beristirahat, selama waktu perjalanan menuju tempat tujuan.

Oleh sebab itu, ia meminta Handoko sahabatnya untuk menggantikannya menyetir.

Sementara Handoko yang bertugas membawa mobil, memutar musik yang tersimpan pada flash disk yang tersedia disana, untuk menemani dirinya terjaga selama perjalanan.

Handoko memilih lagu dengan irama lembut serta tenang, sehingga tindakannya tersebut tidak mengganggu tuan dadakan di kursi belakang.

Sesekali ia akan melantunkan lirik lagu yang tengah di dengarnya dari pemutar musik.

Bahkan, terkadang jari-jarinya melakukan ketukan di atas pegangan setir kemudi, Dan tentu saja gerakan jari itu, di selaraskan dengan nada intonasi musik di alat pemutar.

"Hidup memang harus di nikmati, sebagai seorang supir high class, aku tidak akan pusing dan bosan untuk beberapa hari ke depan." Gumamnya untuk diri sendiri.

Dan itu benar adanya, untuk memperoleh salah satu rumah terbaik di pemukiman menengah keatas di depan sana, Handoko hanya menerima syarat dari Anggara, untuk menjadi sopir spesialnya untuk kurun waktu seminggu.

Dan hal tersebut bukanlah hal yang merugikan,

justru Handoko merasa sangat antusias.

Dimana lagi akan ada seorang supir, yang berkerja hanya dalam seminggu, mampu menerima gaji setara 1M lebih.

Membayangkannya saja, bibir pria tersebut telah mencetak senyum lebar, dan melelehkan madu ajaib yang super-duper manis.

"Oh...my sweet home, aku datang." Ucapnya lagi. Dan masih untuk dirinya sendiri.

Handoko tidak ambil pusing, tentang orang di belakang sana.

Baik ia mendengar perkataan itu atau tidak, yang jelas perjanjian masih berlaku, salah satu rumah terbaik disana, harus tetap ia peroleh.

Orang selalu berkata, hati yang bahagia akan memperpendek waktu, dan itu benar adanya.

Tanpa terasa, siang hari itu telah terlewati, merambat menuju sore.

Mobil yang ia kemudikan, menggelindingkan roda dijalan utama memasuki kawasan proyek perumahan.

Jalanan yang masih segar, dengan ketenangan serta warna abu tanah paving yang tertata rapi, menyambut kedatangan kedua pengendara tampan itu.

Handoko menikmati suasana sepi sepanjang jalan memasuki kawasan tersebut.

Meski hunian di sana memang telah siap huni, namun masih sedikit keluarga yang telah tinggal.

Akan tetapi, keheningan serta khayalan Handoko segera menghilang, ketika sesosok tubuh berdiri mematung di tengah jalan membelakangi mobilnya.

Bukan hanya itu saja, pria tersebut menjadi kesal ketika sosok wanita di depan sana, mengabaikan bunyi peringatan klakson yang beberapa kali ia tekan.

"Dia pasti bercanda." Pekiknya, sebelum membuka kaca mobil samping, dan kembali menekan klakson mobil.

Melihat masih tak ada reaksi, Handoko semakin di buat kesal. Pria tersebut menyembulkan kepala keluar dan berucap sedikit keras. "Apa kau ingin mati Haah...!."

Ia telah kehilangan kesabaran untuk sosok wanita di depan mobil.

"Apa dia dari planet lain, dan tidak tahu jika jalan itu tempat kendaraan berlalu lalang." Sambungnya dalam hati.

Handoko kembali duduk di depan kemudi, ia berpikir setelah ucapan kasarnya, wanita di depan sana akan beranjak dan pindah.

Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya.

Wanita itu memang memberi reaksi gerak keterkejutan, atas suara keras yang ia ucap barusan.

Meski begitu, tubuhnya masih berdiri kokoh di tengah jalan, dengan mata yang masih terfokus kearah depan, dan hanya punggung saja yang tampil di depan Handoko.

Mendapati reaksi yang seperti itu, level kemarahan Handoko meningkat tajam.

Ia membuka pintu dan turun dari mobil. Bergerak mendekati punggung di tengah jalan, seraya meneriaki wanita disana. "Dasar gila, apa kau mau mati hah?."

Suaranya yang lantang serta jelas, kini telah menarik perhatian tubuh disana.

Perlahan namun pasti, sosok wanita itu perlahan berbalik dan melihat kearah dirinya.

Handoko terkesiap sejenak. Di depannya sebuah tampilan wajah cantik yang pucat, kini tengah berurai air mata.

Akan tetapi, bukan kecantikan atau bulir bening yang membuat hatinya tak tenang, ia merasa wajah itu tampak akrab dalam ingatan Handoko.

"Apa aku mengalmu?." Pertanyaan itu ingin di utarakannya.

Namun belum sempat bibir Handoko terbuka, ia kembali di kejutkan dengan tindakan dari sang wanita.

Wanita tersebut, tiba-tiba melepas tas selempang dari pundaknya, dan melemperkan tepat di kaca depan mobil, sembari berucap dengan keras. "Ia...aku ingin mati, ayo cepat tabrak saja aku...tabrak."

Handoko merasa perkataan itu, tak dapat di anggap sebagai sebuah jawaban, dari suatu pemikiran yang benar.

"Apa dia tidak waras?." Pikirnya dalam hati.

Ia tertegun sejenak, dan memperhatikan sosok wanita di hadapannya dari atas hingga bawah.

"Pakaian rapi, bersih, memakai perhiasan meski tak mencolok, berjam tangan, memakai sepatu dan membawa tas, dia bukan orang gila.

Lalu kenapa sikapnya demikian?" Sambungnya lagi masih dalam benaknya.

Handoko berpikir ia masih dalam kondisi wajar, keculi dengan raut wajah yang pucat serta derai air mata disana.

Akan tetapi, ketika melihat sorot mata milik sang wanita, Handoko bergidik.

Tatapan itu tampak tajam sekilas, namun sedetik kemudian itu jelas tak memiliki titik fokus orang pada umumnya.

Ditambah lagi, dengan kesunyian di bibir mungil yang serangkai dengan air mata mengalir deras, jelas wanita di depannya tidak sedang dalam kondisi baik.

Menyadari keanehan itu, dengan langkah cepat ia mendekati samping mobil bagian belakang kemudi, dan berbicara sedikit berbisik.

"Tok..tok..tok"

Suara kaca mobil di ketuk.

"sreeeeet."

Suara kaca mobil terbuka.

"Tuan...Sepertinya wanita ini agak tidak normal."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status