Share

3. Handoko.

Penulis: TT.nuya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-25 19:04:36

"Hem..aku ambil kamar kanan malam ini." Sahutnya datar, sembari berlalu pergi menuju kamar yang akan di tempati malam ini.

"Terserah." Anggara.

........................................

Flash back on.

Sebuah mobil hitam melesat menembus keramaian, menuju sebuah rumah makan yang bergaya klasik di pinggiran kota.

Mobil itu bertengger kurang lebih 1 jam di area parkiran, sebelum akhirnya melesat kembali membawa dua tubuh gagah, menuju sebuah Hunian yang berjarak tempuh 1 jam dari rumah makan tersebut.

"Beristirahatlah dulu jika sudah sampai, nanti ku bangunkan." Ucap sosok di balik kemudi, yang tak lain adalah Handoko.

Mendengar perkataan itu, sosok Anggara di belakang menyeringai sejenak dan menjawab. "Sikap macam apa itu?, kau adalah seorang supir. Beraninya memerintah tuan ini."

Kali ini sosok Handoko yang giliran tersenyum tipis, dan menyahuti. "Oh...Jadi hari ini sudah di hitung, baaaiiik!, jangan menyesal nanti." Handoko tersenyum sedikit lebar, setelah tak mendengar bantahan dari balik punggung.

"Aku akan mengambil satu dari 10 cluster terbaik di sana."

Setelah mengatakan itu, Handoko membawa mobil dengan santai menuju sebuah jalan yang akan membawanya ke sebuah hunian rumah terbaik, diantara deretan bangunan rumah di pusat tujuan.

"Rumah cantik tunggu kedatanganku." Candanya lagi, dengan sumringah kuat terpancar pada raut wajah.

Sementara itu, sosok di belakang hanya bisa tersenyum melihat kekonyolan sahabatnya serta mulai memejamkan mata.

"Selama aku tidak terganggu dalam perjalanan ini, kau bisa mengambil apa yang kau inginkan." Sahutnya malas. Angga telah bersiap untuk menutup mata sebab memang sejak keduanya keluar dari rumah makan, pria tersebut telah memutuskan untuk beristirahat sejenak, lagi pula ini adalah salah satu manfaat memperkerjakan sopir mahal.

Sementara Handoko yang bertugas membawa mobil, memutar musik yang tersimpan pada flash disk yang tersedia disana, untuk menemani dirinya terjaga selama perjalanan.

Handoko memilih lagu dengan irama lembut serta tenang, untuk memuluskan jalan sang bos menuju pulau kapuk.

Sesekali ia akan melantunkan lirik lagu yang tengah di dengarnya dari pemutar musik.

Bahkan, terkadang jari-jarinya melakukan ketukan pelan di atas pegangan setir kemudi, dan tentu saja gerakan jari itu, di selaraskan dengan nada intonasi musik di alat pemutar.

"Hidup memang harus di nikmati, sebagai seorang supir high class, aku tidak akan pusing dan bosan untuk beberapa hari ke depan." Gumamnya untuk diri sendiri.

Dan itu benar adanya, untuk memperoleh salah satu rumah terbaik di pemukiman menengah keatas di depan sana, Handoko hanya menerima syarat dari Anggara, untuk menjadi sopir spesialnya seminggu.

Dan hal tersebut bukanlah hal yang merugikan,

justru Handoko merasa sangat antusias.

Dimana lagi, akan ada supir yang berkerja hanya dalam seminggu, mampu menerima gaji setara 1M lebih.

Membayangkannya saja, bibir pria tersebut telah mencetak senyum lebar, dan melelehkan madu ajaib yang super-duper manis.

"Oh...my sweet home, aku datang." Ucapnya lagi. Dan masih untuk dirinya sendiri.

Handoko tidak ambil pusing, tentang orang di belakang sana, baik ia mendengar perkataan itu atau tidak, yang jelas perjanjian masih berlaku.

Salah satu rumah terbaik disana, harus tetap ia peroleh.

Orang selalu berkata, hati yang bahagia akan memperpendek waktu, dan itu benar adanya.

Tanpa terasa, siang hari itu telah terlewati merambat menuju sore.

Mobil yang ia kemudikan, menggelindingkan roda dijalan utama memasuki kawasan proyek perumahan.

Jalanan yang masih segar, dengan ketenangan serta warna abu tanah paving yang tertata rapi, menyambut kedatangan kedua pengendara tampan itu.

Handoko menikmati suasana sepi sepanjang jalan memasuki kawasan tersebut.

Meski hunian di sana memang telah siap huni, namun masih sedikit keluarga yang telah tinggal.

Akan tetapi, keheningan serta khayalan Handoko segera menghilang, ketika sesosok tubuh berdiri mematung di tengah jalan membelakangi mobilnya.

Bukan hanya itu saja, pria tersebut menjadi kesal ketika sosok wanita di depan sana, mengabaikan bunyi peringatan klakson yang beberapa kali ia tekan.

"Dia pasti bercanda." Pekiknya, sebelum menghentikan mobil dan membuka kaca samping seraya kembali menekan klakson mobil.

Melihat masih tak ada reaksi, Handoko semakin kesal. Pria tersebut menyembulkan kepala keluar dan berucap sedikit keras. "Apa kau ingin mati Haah...!."

Ia telah kehilangan kesabaran untuk sosok wanita di depan mobil.

'Apa dia dari planet lain, dan tidak tahu jika jalan itu tempat kendaraan berlalu lalang.' Sambungnya dalam hati.

Handoko kembali kedepan kemudi, ia berpikir setelah ucapan kasarnya, wanita di depan sana akan beranjak dan pindah.

Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya.

Wanita itu memang memberi reaksi gerak keterkejutan atas suara keras yang ia ucap barusan.

Meski begitu tubuh wanita itu masih berdiri kokoh di tengah jalan, dengan mata yang masih terfokus kearah depan, mengabaikan keberadaannya.

Mendapati reaksi yang demikian, level kemarahan Handoko meningkat tajam.

Ia membuka pintu dan turun dari mobil. Bergerak mendekati punggung di tengah jalan, seraya meneriaki wanita disana. "Dasar gila, apa kau mau mati hah?."

Suaranya yang lantang serta jelas, kini telah menarik perhatian tubuh disana.

Perlahan namun pasti, sosok wanita itu perlahan berbalik dan melihat kearah dirinya.

Handoko terkesiap sejenak, di depannya sebuah tampilan wajah cantik yang pucat, kini tengah berurai air mata.

Akan tetapi, bukan kecantikan atau bulir bening yang membuat hatinya tak tenang, ia merasa wajah itu tampak akrab dalam ingatan Handoko.

'Apa aku mengenalmu?.' Pertanyaan itu ingin di utarakannya.

Namun belum sempat bibir Handoko terbuka, ia kembali di kejutkan dengan tindakan dari sang wanita.

Wanita tersebut, tiba-tiba melepas tas selempang dari pundaknya, dan melemperkan tepat di kaca depan mobil, sembari berucap dengan keras. "Ia...aku ingin mati, ayo cepat tabrak saja aku...tabrak."

Handoko merasa perkataan itu, tak dapat di anggap sebagai sebuah jawaban, dari suatu pemikiran yang benar.

'Apa dia tidak waras?.' Pikirnya dalam hati.

Ia tertegun sejenak, dan memperhatikan sosok wanita di hadapannya dari atas hingga bawah.

'Pakaian rapi, bersih, memakai perhiasan meski tak mencolok, berjam tangan, memakai sepatu dan membawa tas, dia bukan orang gila.

Lalu kenapa sikapnya demikian?'Sambungnya lagi masih dalam benaknya.

Handoko berpikir ia masih dalam kondisi wajar, keculi dengan raut wajah yang pucat serta derai air mata disana.

Akan tetapi, ketika melihat sorot mata milik sang wanita, Handoko bergidik.

Tatapan itu tampak tajam sekilas, namun sedetik kemudian itu jelas tak memiliki titik fokus orang pada umumnya.

Ditambah lagi, dengan kesunyian di bibir mungil yang serangkai dengan air mata mengalir deras, jelas wanita di depannya tidak sedang dalam kondisi baik.

Menyadari keanehan itu, dengan langkah cepat ia mendekati samping mobil bagian belakang.

"Tok..tok..tok"

Suara kaca mobil di ketuk.

"sreeeeet."

Suara kaca mobil terbuka.

"Tuan...Sepertinya wanita ini agak tidak normal."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati. Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, sebab di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke depan. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir, wanita itu berpikir bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah ia memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu beberapa saat tadi, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa sesak menyeruak dalam dada, yang perlahan menghimpit hati Angel, mungkin ini mengacu pada rasa malu, kesal pada diri sendiri, atau mungkin merasa rendah sert

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan. "Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dia merasa kesal melihat orang lain menertawakan sekertaris nya, meskipun dia juga sempat merasa lucu tadi. Tapi itu berbeda jika dia yang mentertawakan makhluk bodoh ini, dan hanya dia yang boleh orang lain tidak. Anggara tidak menyadari semua sikap dan tindakannya saat ini. Maklumlah seorang Anggara kapan akan mempertimbangkan ucapan d

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status