Beranda / Romansa / Oh...Jandaku tersayang. / 5. Bagas dan vanesa.1.

Share

5. Bagas dan vanesa.1.

Penulis: TT.nuya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-26 19:00:21

*Flash back on*

Waktu berlalu dengan cepat, setelah beberapa bulan pertengkaran diantara Angel dan Bagas. Pada akhirnya kasih sayang yang kuat di antara ke duanya, mampu menemukan titik penyelesaian yang baik.

Angel memutuskan untuk memaafkan kesalahan Bagas suami, meskipun terasa berat.

Angel berpikir, jika mencoba untuk bersabar, serta berupaya sebaik mungkin, serta mengingat cinta mereka dahulu, semua akan lebih mudah.

Sudah hampir dua bulan ini, keduanya berusaha sebaik mungkin untuk menjadi sosok lebih sabar dan memahami pasangan.

Tak ada lagi perkataan saling tuding, serta tindakan melempar tanggung jawab untuk masalah beberapa waktu lalu.

Bagas membuktikan dirinya dengan memblokir no telepon WIL-nya, dan juga benar-benar menyesali apa yang telah ia perbuat.

Sesungguhnya, wanita yang tak lain adalah Vanesa tersebut, tak dapat di katakan sebagai WIL milik Bagas.

Sebab pria tersebut memang tidak pernah memiliki perasaan kasih sayang, untuk sosok Vanesa.

Akan tetapi, karena kejadian di antara keduanya yang telah melewati batas norma, dan Angel menggaris bawahi wanita itu sebagai kekasih yang lain di hati Bagas, pria tersebut pasrah menerima tudingan tersebut.

Bagas memang tak dapat berkilah, meski ia menyerukan kata hati tidak mencintai wanita tersebut, nyatanya keduanya memang pernah menghabiskan malam bersama.

Dan sebagai sosok yang terluka, jelas bukan hal mudah bagi Angel untuk lupa akan kejadian tersebut.

Dirinya bukan malaikat yang suci, sebagaimana makna nama yang ia sandang.

Ia adalah seorang istri yang mencintai sang suami, seperti wanita pada umumnya.

Angel juga tak menginginkan untuk berbagi suami dengan wanita lain.

Dalam bulan-bulan terakhir Angel menjadi sosok rapuh dan melo.

Bahkan ia akan menangis sedih, ketika melihat sepintas kisah sinetron lokal yang tayang di layar kaca, bahkan sekedar lagu tentang sebuah pengkhianatan.

Menyadari perubahan emosi dan kepekaan hati sang istri yang demikian, Bagas hanya bisa bersabar menemani, dan sebaik mungkin mengalah.

Entah Angel, tengah menghayati makna dari kisah di dalam tayangan sinetron, atau mengingat luka yang ia berikan, Bagas akan kembali mengingat kesalahannya.

Pria tersebut bahkan, bersedia membantu mencuci piring setelah makan bersama, membantu mencuci baju mereka, merapikan tempat tidur dan banyak hal lainnya lagi, yang belum pernah di lakukan.

Yang jelas, Bagas berusaha mengambil hati Angel dan memanjakan wanita itu.

Bagas berharap, dengan tindakan itu sang istri akan sedikit terhibur, dan sedikit memaafkan dirinya.

Namun, apa yang tidak ia mengerti adalah, bahwa perubahannya tersebut adalah sebuah kejanggalan yang menjadi pengingat untuk Angel, tentang kesalahannya.

Ketika Bagas membantunya mencuci piring ataupun mencuci baju, wanita itu terdiam mematung menatap punggung sang suami.

Dalam benak berpikir, bahwa tak akan hal itu terjadi jika suaminya tersebut tidak melakukan kesalahan terhadap dirinya, serta diliputi rasa bersalah.

Dan dengan demikian wanita itu akan kembali mengingat tayangan slide, yang tergambar jelas tentang perbuatan Bagas.

Angel hanya ingin di berikan waktu dan ruang untuk menenangkan diri, dan berharap Bagas bertindak seperti biasa.

Karena semakin ia berupaya untuk menjadi baik serta menyenangkan wanita itu, semakin Angel mengingat alasan di balik kebaikan tersebut.

Dan secara tak langsung, Bagas akan menjadi titik fokus alasannya mengingat kejadian buruk pengkhianatan dirinya.

Meski demikian, Angel berusaha menerima perubahan Bagas dengan baik.

Ia menekan kuat gambaran pengkhianatan sang suami, yang selalu melintas di benak, dengan senyuman kecil yang di paksakan.

Dalam hati Angel selalu mengulang kalimat, bahwa ia mampu melalui ini.

Seperti apa yang di katakan oleh Ranti sahabatnya, ketika menangis di hari itu.

Bahwa jika hati masih saling mencintai, maka seburuk apapun badai yang datang, pasti masih ada jalan bertahan untuk menyongsong hari baru.

Dan seburuk apapun pertengkaran serta kesalahan, dengan mudah menemukan alasan memaafkan.

Namun jika tak lagi mampu maka lepaskan, jangan menyakiti diri sendiri dengan bertahan, dan menjaganya paksa untuk sebuah kebersamaan, dengan rasa kecurigaan adalah hal buruk.

Karena itu akan menghancurkan orang yang kita cintai dan diri sendiri.

Karena, sebesar apapun kasih sayang yang dimiliki, jika tanpa kepercayaan dan saling menyakiti itu bukan cinta. Melainkan keegoisan harga diri, atas pengukuhan diri orang lain untuk mewujudkan impian semu.

Setelah merenung, dan berpikir tenang "di waktu liburannya."

Angel kembali ke rumah mereka, dengan harapan untuk memperbaiki kembali hubungan dirinya dan Bagas.

Dan dengan sambutan pria itu di depan rumah, kekecewaan serta kesedihan yang memenuhi hati wanita tersebut sedikit berkurang.

Angel menekankan bahwa Bagas bukanlah orang suci.

Meski dalam hati berontak dengan kenyataan, Angel masih mampu memikirkan penjabaran tentang makna di balik kodrat manusia, yang tak pernah luput dari kesalahan dan dosa.

Dalam langkahnya yang beberapa tapak untuk sampai di depan pintu utama rumah, Angel melihat senyum hangat sang suami untuk dirinya.

Sebuah senyum lembut ciri khas suaminya. Dan dengan senyum itu juga, dulu hatinya takluk kepada Bagas.

Sungguh ironis, saat ia melihat senyum itu lagi hari ini, dalam hati dan pikiran Angel kembali di guncang, dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyakitkan.

'Apakah kau juga tersenyum seperti ini kepadanya?.'

'Apakah kau juga melakukan hubungan ranjang dengan semangat dan bahagia bersamanya, seperti yang kita lakukan.'

'Apakah dalam hati dan pikiranmu masih mengingat malam kebersamaan kalian?.'

Dan dalam sepersekian detik saja, banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang bergentayangan di otak kecilnya.

Hati Angel yang mulai tenang, kembali goyah.

Pikiran yang di penuhi dengan kenangan, serta pertanyaan tentang Bagas suaminya dan Vanesa, menghantui Angel hingga ke tulang sumsum.

Langkah kaki yang ringan, seolah di tindih gundukan gunung besar.

'Bisakah kami kembali seperti semula?, bisakah aku memaafkannya?.' Ucap Angel dalam diam, sembari lekat menatap sosok di depan.

"Kau kembali?, ayo kita masuk. Ibu dan ayah sudah pulang." Sapa Bagas lembut.

Mendengar nama ibu dan ayah di mulut Bagas, langkah kaki Angel menjadi sedikit ringan.

Dengan anggukan kecil angel6 menjawab ajakan Bagas, untuk masuk ke rumah.

"Krieet.."

Suara pintu di dorong dari luar.

Dan benar saja, di dalam ruang utama keluarga yang bersebrangan dengan ruang tamu di rumah itu, seorang pria 50 tahunan, duduk berdampingan dengan seorang wanita paruh baya.

Ketika mendengar suara pintu di buka, kedua orang tersebut yang tengah menonton acara televisi, menoleh kearah Angel.

"Ayah...Ibu, kapan datang?." Sapa Angel sembari menyeruak kedalam pelukan sang ibu mertua, yang telah berdiri dari duduk, dan merentangkan kedua tangan untuk menyambutnya dengan pelukan.

Ia mereka adalah kedua orang tua Bagas, yang sengaja pulang lebih cepat dari kampung halaman, setelah Bagas mengakui kesalahannya beberapa hari yang lalu, melalui telepon.

Melihat sang menantu yang tampak tertekan, Hanum ibu Bagas memeluk Angel dengan erat. Ia juga tidak menjawab pertanyaan sang menantu barusan.

Bukan hanya itu saja, menyaksikan kedua wanita itu berpelukan Hartono ayah Bagas, juga ikut membaur memeluk keduanya.

"Kau sudah pulang...Bagus..Pulang saja, jangan pikirkan apapun." Ucap Hartono lembut, sembari mengusap kepala sang menantu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati. Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, sebab di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke depan. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir, wanita itu berpikir bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah ia memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu beberapa saat tadi, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa sesak menyeruak dalam dada, yang perlahan menghimpit hati Angel, mungkin ini mengacu pada rasa malu, kesal pada diri sendiri, atau mungkin merasa rendah sert

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan. "Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dia merasa kesal melihat orang lain menertawakan sekertaris nya, meskipun dia juga sempat merasa lucu tadi. Tapi itu berbeda jika dia yang mentertawakan makhluk bodoh ini, dan hanya dia yang boleh orang lain tidak. Anggara tidak menyadari semua sikap dan tindakannya saat ini. Maklumlah seorang Anggara kapan akan mempertimbangkan ucapan d

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status