Share

Bagas dan Vanesa.2.

"Ayah...Ibu, kapan datang?." Sapa Angel sembari menyeruak kedalam pelukan sang ibu mertua.

Wanita paruh baya itu, telah berdiri dari duduk, dan merentangkan kedua tangan untuk menyambut tubuhnya dengan pelukan.

Ia mereka adalah kedua orang tua Bagas, yang sengaja datang dari kampung halaman, setelah pria tersebut, mengakui kesalahannya beberapa hari yang lalu.

Melihat sang menantu yang tampak tertekan, Hanum ibu Bagas memeluk Angel dengan erat, tanpa menjawab pertanyaan sang menantu barusan.

Bukan hanya itu saja, menyaksikan kedua wanita di sana berpelukan Hartono ayah Bagas, juga ikut membaur memeluk keduanya.

"Kau sudah pulang...Bagus..Pulang saja, jangan pikirkan apapun." Ucap Hartono lembut, sembari mengusap kepala sang menantu.

Entah mengapa begitu tubuhnya yang lelah, menerima kehangatan pelukan dari Hanumi, air mata yang ia tahan kembali meleleh.

Bulir bening tersebut, seolah ingin berteriak kepda kedua orang tua di sana, dan mengadukan keburukan Bagas putra mereka.

Sebagai seorang wanita, Hanum mampu memahami penderitaan Angel.

Ia juga tahu dengan benar, bahwa seorang istri tak ada satu di antara ke duanya, yang rela untuk berbagi suami, dan sebuah pengkhianatan adalah peristiwa buruk yang tak jauh berbeda.

Hanum ikut merasakan kepedihan Angel, dan itu tulus adanya.

Bagaimanapun, ia telah menganggap wanita itu sebagai putri sendiri, bahkan sebelum menjadi istri Bagas putranya.

Ia itu memang benar adanya. Angel adalah sahabat Cantika, adik kandung dari Bagas, putri kesayangan Hartono.

Keduanya telah berteman sejak mereka masih duduk di bangku SMP, dan ketika kedua orang tua Angel mengalami musibah yang membuat Angel menjadi yatim piatu, Hanum lah yang banyak maju, untuk memberikan kekosongan di hati Angel.

Wanita itu bahkan, akan mengajak Angel di acara liburan keluarga mereka, jika ia berkenan dan sedang tidak memiliki urusan.

Angel juga, sering datang ke rumah keluarga Pambudi untuk baik itu sekedar untuk berkunjung , ataupun menginap beberapa saat ketika ia ada waktu luang.

Bagi Angel, keluarga Pambudi adalah rumah ketiganya, setelah rumah peninggalan kedua orang tua, dan keluarga neneknya.

Dan ketika Bagas menaruh perhatian terhadap Angel, Hanum sang ibulah yang paling bersemangat mendukung hubungan keduanya, hingga ke jenjang pernikahan.

Wanita itu tak pernah berpikir, bahwa Bagas putranya yang di kenal baik dan pendiam, akan melakukan kesalahan besar terhadap Angel sang istri yang sangat dia kasihi.

Hanum perlahan membawa Angel masuk kedalam kamar, ia ingin menenangkan dan mengajak sang menantu berbicara dari hati kehati.

Sebagai seorang teman, sebagai seorang ibu dan sebagai seorang wanita.

Dalam hati dan pikiran Hanum, ia tak ingin kehilangan putrinya tersebut, jika Angel tak dapat memaafkan Bagas putra mereka.

Bagaimanapun di sini pria pembuat masalah itu adalah putranya, dan jika terjadi suatu hal buruk dalam rumah tangga mereka, maka Hanum akan di jauhkan dari Angel.

Ia juga menyadari bahwa jika itu benar-benar terjadi, sebaik apapun hubungan sebelumnya di antara mereka, Angel akan memiliki keengganan besar untuk melanjutkan pertalian silahturahmi seperti dulu.

Di tambah lagi, diantara Angel dan Bagas belum ada anak yang akan mengikat, langkah perpecahan di antara ke duanya.

Perlahan Angel mengikuti tarikan tangan Hanum, setelah melepas pelukan mereka.

Sementara Hartono yang masih memendam kecewa kepada putranya, hanya diam mendudukkan tubuhnya kembali pada kursi di tengah ruangan, tanpa menghiraukan kecanggungan Bagas.

Bagas mengerti, bahwa ayahnya saat ini masih marah kepadanya.

Meski tidak sebesar kemarin ketika baru datang, namun selama sang ayah berada di dekatnya sejak mereka sampai, pria itu tak mengacuhkan dirinya.

"Aku tidak melakukannya dengan sengaja."

Bagas mulai membuka suara.

Sejak kemarin ia ingin menjelaskan segalanya ke pada keluarganya tersebut.

Namun, dengan kemarahan yang besar untuk dirinya, ia tidak pernah dapat menjelaskan dengan sempurna.

"Beri Bagas kesempatan bicara, semuanya buka. seperti apa yang kalian pikirkan."

Hartono masih diam. Ia justru meraih remote tv yang berada di sampingnya, dan memencet beberapa tombol.

Tangannya yang mulai menunjukan jejak berlalunya waktu, berhenti bergerak ketika layar kaca di depan sana menampilkan sebuah acara talk show.

"Tapi kenyataannya kau bersalah, dan itu sungguh memalukan." Jawab Hartono datar.

Mulut itu mengatakan cibiran untuk Bagas, namun dengan mata yang terfokus pada layar tv di depan sana.

"Kami melakukannya tidak dengan sengaja Yah, dan dia juga telah bersedia untuk melupakan kejadian itu." Bagas.

"Dia?, siapa yang kau maksud dengan dia, Angel atau selingkuhan mu?" Tanya Hartono lagi, masih dengan tatapan mata terfokus di lain tempat.

Mendengar pertanyaan itu, Bagas menunduk, dan dengan suara pelan ia kembali menjawab.

"Vanesa, wanita yang bersamaku malam itu, ia tak ingin menuntut apapun, dan berharap kami hanya sebagai teman seperti sebelumnya saja."

Suara Bagas terdengar sangat lirih, bahkan seolah itu sebuah gumaman saja.

Mendengar serta melihat ekspresi tersebut, Handoko tersenyum sinis kepada sang putra.

"Bahkan jika itu tidak di sengaja, dan tidak ada hubungan apapun di antara kalian. Mengapa aku merasa nada itu, seolah kau menganggapnya baik, bahkan dia juga menarik simpati serta pembelaanmu?" Hartono.

"Ingat....Selain ayahmu, aku juga seorang pria. Dan yang lebih penting, waktu hidupku jauh lebih banyak darimu."

Hartono menghela nafas sejenak, ia beralih menatap remote tv yang ia pegang.

Meski tatapan itu di sana, namun pada kenyataannya sorot mata itu tampak sendu.

"Jangan membuat putih menjadi abu-abu, tanyakan pada hati kecilmu, apakah itu tidak di sengaja atau kau memang menginginkannya?, bahkan jika orang telah buta, ia masih dapat membedakan aroma madu dan air kotoran."

Mendengar perkataan yang meluncur tajam untuk dirinya, Bagas mengangkat kepala dan menoleh kearah Hartono.

"Yah...aku tidak pernah mencintai orang lain, selamanya Angel adalah satu-satunya, dan aku tidak pernah membelanya. itu adalah kenyataan yang terjadi."

Suara Bagas terdengar berbobot, seakan perkataan dan pendapat Hartono semuanya salah. Dan dirinyalah yang benar di sini.

Bagas berpikir ia benar dalam penyampaian perkataannya barusan, tanpa menutupi apapun, atau berniat membela siapapun.

Melihat keyakinan sang putra, dan yang kini sedikit meninggikan suara di depannya. Hartono menjadi bertambah kesal.

Dengan sedikit tekanan ia meletakkan kasar remote tv yang ia pegang, pada bantalan kursi di sampingnya yang ia duduki.

Hartono menatap mata Bagas lekat, dengan pandangan mencemo'oh.

Sementara Bagas yang di tatap sedemikian rupa, ia menyadari telah bersikap tidak sopan kepada sang ayah.

"Maaf...saya tidak bermaksud untuk kasar." Bagas.

"Itulah bedanya jika orang bodoh berlagak pandai.

Bahkan, jika ia bersalah tetap saja merasa paling benar." Hartono.

"Menurutmu dia tidak ingin menggangu kalian dan melupakan kejadian itu, lalu mengapa istrimu bisa memiliki bukti di tangannya?, apa kalian sedang tayangan live, sehingga banyak orang yang menyaksikan perbuatan kalian."

Hartono berdiri dari duduknya, ia tidak tahan lagi dengan kebodohan putranya tersebut.

Namun, baru beberapa langkah, pria yang telah setengah abad tersebut kembali menghentikan langkah, dan berkata. "Kau bisa menikah dengan siapapun, bahkan jika itu ada 2,3 atau tak terhitung jumlahnya, tapi menantu keluarga Pambudi hanya satu orang Angel saja."

"Dan satu hal lagi, dalam pandangan pria tua ini, semuanya jelas salahmu. Sebagai seorang pria kau terlalu lemah dalam mengambil sikap, dan hal itu berakibat buruk untuk diri dan keluargamu sendiri."

Hartono meninggalkan Bagas, dengan pikirannya yang Leng.

Ada sedikit kebimbangan dalam benaknya saat ini.

Namun, perkataan sang ayah memang benar adanya.

Bagaiman mungkin ada orang lain yang berada di ruangan itu, dan bahkan leluasa mengambil gambar kejadian di malam tersebut.

Bagas kembali mengingat rekaman gambar Vidio di telepon genggam Angel, ia memikirkan dari sudut mana pose Vidio dirinya dan Vanesa di ambil.

Namun, dalam sekejap saja, wajah Bagas menghitam dadanya bergemuruh hebat.

"Sial...sial...ternyata ini benar ulahnya. Sial...sial.."

Rahang Bagas mengeras, telapak tangannya rapat mengepal menahan kemarahan yang besar atas kebenaran yang baru ia sadari.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status