Dan benar saja, kurang dari 2 menit dari waktu yang di janjikan, pintu kamar hotel di ketuk dari luar.
"Evangeline." Ucap sosok sang wanita, ketika pintu terbuka.Ia sengaja menyebut "Evangeline", untuk memperkenalkan diri seperti yang biasa ia lakukan.Anggara memperhatikan sosok di sana sejenak, sebelum berbalik masuk dan membiarkan wanita itu mengikuti.Ia sudah menebak bahwa sosok di sana adalah teman kencannya kali ini."Evangeline, Angeline." Nama itu berputar sejenak di pikiran, ketika melangkah masuk ruangan.Ada senyum sinis singkat tercetak pada bibir Anggara.Ia tak habis pikir mengapa harus memilih wanita itu dalam kencan singkatnya kali ini, padahal banyak pilihan lain yang jauh lebih baik.Anggara berjalan menuju lemari pendingin kecil, yang berada di sudut ruangan sejajar dengan tempat tidur, mengeluarkan sebuah botol minuman serta mengambil gelas kecil tak jauh dari lemari pendingin, seolah tidak memperdulikan"Sudah berapa lama kau berkerja seperti ini?." Anggara membuka pembicaraan.Namun, hanya baris kalimat." Sudah berapa lama?." saja yang keluar dari bibirnya, selebihnya terkunci rapat dalam pikiran.Dan seperti sebelum-sebelumnya, Eva sudah bisa mengerti, memahami arah pembicaraan serta pertanyaan Anggara. "2 tahun." Jawabnya singkat.Eva kembali meneguk minuman dalam gelas, namun kali ini ia tidak langsung meneguknya habis, memutar-mutar gelas pelan dan kembali melanjutkan perkataan. "Aku pernah beberapa kali kerja di tempat lain, tapi karena statusku ini semua tak bertahan lama." Anggara menatap mata jernih sosok di sampingnya, seakan mencoba menelisik lebih jauh dengan apa yang di dengar barusan."Ada apa dengan itu?, bagaimana status janda bisa mempengaruhi pekerjaan?." Anggara berdiri dari duduk, membayangkan sosok janda lain dan berjalan menuju meja kecil untuk mengambil gelas satu lagi.Sejenak Anggara menatap gelas tersebut dengan tatapan lembut yang tak bisa di pahami oleh or
"Jika ini adalah mimpi, maka bangunkan aku tuhan...sungguh terlalu menyakitkan melihatnya menggandeng wanita lain, dengan senyuman yang terpasang indah."Seorang wanita berdiri mematung di ujung jalan yang berlawanan, dengan 2 orang yang tengah terfokus untuk calon anggota baru dalam keluarga.Wanita yang tak lain adalah Angeline Winata itu, kini seolah tertimpa langit yang telah menaunginya selama ini.Meski langit dunianya yang memang tak lagi biru, setelah kabar ia peroleh dari sahabatnya beberapa hari yang lalu, tentang kecurangan sang suami.Akan tetapi, ia masih berusaha mewarnai dunia kecilnya dengan kecerahan kata maaf.Namun, ketika menyaksikan kisah dari suaminya bersama sosok wanita lain secara langsung, keduanya adalah hal yang benar-benar berbeda.Pekatnya mendung langit sore itu, bukanlah suatu ketakutan lagi untuk rasa dingin akibat curah hujan.Karena hatinya saat ini, jauh lebih dingin dari itu semuanya.Kepercayaan yang tinggal
Dasar g*la, cari jembatan dan melompat saja, jangan merepotkan orang lain." Makinya, sebelum menutup kaca dan melajukan mobil.Namun belum jauh mobil itu berjalan, dari balik kaca spion Handoko melihat tubuh di belakang mobil tersebut, jatuh tersungkur tergeletak di aspal jalanan.Dengan reflek ia menginjak rem mobil yang ia kendarai.Merasa mobilnya berhenti, pria di kursi belakang kembali berkata. "Ada apa lagi?.""Tuan sepertinya wanita itu pingsan." Jawab Handoko dengan sedikit kebingungan terpancar di wajah.Entah itu karena ia merasa iba untuk sosok disana, atau jiwa sosialnya yang kini tengah terbangun, yang jelas Handoko sedikit memiliki keengganan untuk melajukan mobil hitam, dengan nomor hoky terpasang di depan dan belakang."Lalu?.""Apa kau pikir kita harus membantunya?""Apa kau kira aku memiliki waktu untuk di buang sia-sia?, cepat jalankan mobil waktuku hampir habis."Dengan hati sedikit tak tenang, Handoko kembali menginjak pe
Waktu berlalu dengan cepat, dari sore yang penuh dengan keterkejutan, beralih menjelang malam dan dengan cepat merambat ke pagi hari.Sosok Anggara sampai di apartemen mewah miliknya menjelang pukul 3 pagi.Wajahnya yang kusut tampak menakutkan di depan Handoko.Sehingga, pria yang sejak pagi merangkap sebagai sopir tersebut, hanya diam dan mengikuti sang atasan hingga sampai di depan pintu apartemen miliknya."Menginaplah di sini, nanti jam 9 kita ada rapat dengan kantor cabang."Suara itu masih terdengar tenang.Namun Handoko tahu, pria yang menjadi atasan sekaligus sahabatnya tersebut sangat kelelahan.Dan ia tak ingin berdebat dengannya, atau bermain majikan dan tuan lagi, seperti saat siang hari tadi."Hem..aku ambil kamar kanan malam ini." Sahutnya datar, sembari berlalu pergi, menuju kamar yang akan ia gunakan."Terserah." Anggara. ........................................Flash back on.Sebuah mobil hitam dengan 4994 terce
Di sana Handoko masih berusaha tetap tenang. Akan tetapi, ketika melihat sorot mata milik sang wanita, Handoko bergidik.Tatapan itu tampak tajam sekilas, namun sedetik kemudian itu jelas tak memiliki titik fokus orang pada umumnya.Ditambah lagi, dengan kesunyian di bibir mungil yang serangkai dengan air mata mengalir deras, jelas wanita di depannya tidak sedang dalam kondisi baik.Menyadari keanehan itu, dengan langkah cepat ia mendekati samping mobil bagian belakang kemudi, dan berbicara sedikit berbisik. "Tok..tok..tok"Suara kaca mobil di ketuk."Sreeeeet."Suara kaca mobil terbuka."Tuan...Sepertinya wanita ini agak tidak normal." Ucap Handoko pelan.Mendengar bisikan tersebut, Anggara masih bersikap acuh tak acuh.Baginya apapun atau siapapun di depan sana tidak ada sangkut pautnya dengan diri sendiri, lalu apa pedulinya?.Ia adalah Anggara prawira, sosok realistis tinggi dalam segi apap
*Flash back on*Waktu berlalu dengan cepat, setelah beberapa bulan pertengkaran diantara Angel dan Bagas. Pada akhirnya kasih sayang yang kuat di antara ke duanya, mampu menemukan titik penyelesaian yang baik.Angel memutuskan untuk memaafkan kesalahan sang suami, meski perkataan itu belum sepenuhnya mampu ia jalankan dengan benar.Setidaknya, ia akan mencoba untuk bersabar, serta berupaya sebaik mungkin, memberi harapan untuk cinta mereka dahulu, dengan cara memperbaiki keretakan rumah tangga mereka.Sudah hampir dua bulan ini, mereka berusaha sebaik mungkin untuk menjadi sosok lebih sabar dan memahami pasangan.Tak ada lagi perkataan saling tuding, serta tindakan melempar tanggung jawab untuk masalah beberapa waktu lalu.Bagas membuktikan dirinya dengan memblokir no telepon WIL-nya, dan juga benar-benar menyesali apa yang telah ia perbuat.Sesungguhnya, wanita yang tak lain adalah Vanesa tersebut, tak dapat di katakan sebagai WIL milik Bagas.Sebab pria tersebut memang tidak pernah m
"Ayah...Ibu, kapan datang?." Sapa Angel sembari menyeruak kedalam pelukan sang ibu mertua.Wanita paruh baya itu, telah berdiri dari duduk, dan merentangkan kedua tangan untuk menyambut tubuhnya dengan pelukan.Ia mereka adalah kedua orang tua Bagas, yang sengaja datang dari kampung halaman, setelah pria tersebut, mengakui kesalahannya beberapa hari yang lalu.Melihat sang menantu yang tampak tertekan, Hanum ibu Bagas memeluk Angel dengan erat, tanpa menjawab pertanyaan sang menantu barusan.Bukan hanya itu saja, menyaksikan kedua wanita di sana berpelukan Hartono ayah Bagas, juga ikut membaur memeluk keduanya."Kau sudah pulang...Bagus..Pulang saja, jangan pikirkan apapun." Ucap Hartono lembut, sembari mengusap kepala sang menantu.Entah mengapa begitu tubuhnya yang lelah, menerima kehangatan pelukan dari Hanumi, air mata yang ia tahan kembali meleleh.Bulir bening tersebut, seolah ingin berteriak kepda kedua orang tua di sana, dan mengadukan keburukan Bagas putra mereka.Sebagai seor
Ada sedikit kebimbangan dalam benak Bagas saat ini. Namun, perkataan sang ayah memang benar adanya.Bagaimana mungkin, ada orang lain yang berada di ruangan itu, yang bahkan leluasa mengambil gambar kejadian di malam tersebut.Bagas kembali mengingat rekaman gambar Vidio, di telepon genggam Angel. Ia memikirkan dari sudut mana pose Vidio dirinya dan Vanesa di ambil.Dan dalam sekejap saja wajah Bagas menghitam, dadanya bergemuruh hebat."Sial...sial...ternyata ini benar ulahnya. Sial...sial.."Rahang Bagas mengeras, telapak tangan itu rapat mengepal menahan kemarahan yang besar atas kebenaran yang baru ia sadari.Dengan cepat, ia meraih ponselnya di dalam saku celana, menempelkan sidik jari jempol kanan miliknya pada layar ponsel.Ia membuka deretan kontak disana, setelah menemukan apa yang di cari, jarinya bergerak membuka kembali pemblokiran pada sebuah nama kontak yang tertera di layar."Tut...Tut...Tut..." Nada ponsel menyambungkan ke suatu alamat IP seseorang. "Ceklek...Hallo..