Setelah dari parkiran, Angel tak lagi menengok handphonenya lagi. Maklum ia masih belum terbiasa dengan lingkungan kerja sekarang, atau memahami cara kerja dan situasi grup baru tersebut.Meski Ia mendengar banyak notifikasi masuk, Angel masih enggan untuk ikut nimbrung di sana.Oleh karenanya, wanita tersebut memutuskan untuk sementara mematikan nada dering benda tersebut, dan fokus dalam urusan yang lebih penting.Hal itu juga dapat menghindari kesan buruk untuk dirinya, sebagai pekerja baru di depan semua relasi kerja, menghela nafas sejenak, memasukkan Handphonenya kedalam tas, serta mengeluarkan sebuah amplop persegi panjang, sebelum berjalan menuju ruang HRD.Namun, karena ia telah di beri tahu bahwa ia harus secara langsung datang ke kantor Presdir, Wanita itu tak membuang waktu lama untuk berada di ruangan tersebut.Ia harus segera datang ke kantor pimpinan saat itu juga, sekaligus menyerahkan surat keterangan dari Dokter rumah sakit.
Namun ketika wanita di depannya membuka suara, wajah itu sedikit menunjukan simpati. Sedikit...hanya sedikit, mungkin seukuran ujung kuku."Jadi sudah bisa kita bicara sekarang?" Anggara.Mendengar pertanyaan tersebut, dengan cepat Angel menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya dengan nyaman.Dalam barisan perkataan, ungkapan nyaman itu di tujukan untuk tampil setenang mungkin, di depan pria tersebut. Akan tetapi, bergulat penuh gugup serta rasa khawatir dalam hati."Jangan pecat, jangan pecat...jika hari ini aku selamat, mereka akan aku traktir makan sepulang kerja nanti." Ucapnya dalam hati.Ketika wanita itu merapalkan mantra tersebut, dalam kepala kecilnya sosok Rahman dan Wita melayang dengan senyum cerah di wajahnya. Ia merekalah titik figuran Dewa dan Dewi Hokky dadakan, dalam mantra doa yang Angel lantunkan.Meski pikiran Angel tidak sepenuhnya fokus, akan tetapi ketika posisi duduknya telah sempurna, dengan cepat tangannya terulur menyerahkan
Wajah itu, perkataan, serta penyampaian yang di berikan, tak ubahnya seperti seseorang yang tengah mensyukuri atas kehilangan wanita tersebut.Dengan bahasa dan perkataan lain Anggara menyampaikan, bahwa Angel harus merasa lega dengan kehilangan bayinya. Anggara masih menampilkan wajah datar dan tenang miliknya. Bahkan, ketika manik mata menatap lekat kearah manik mata Angel, itu tetap tak berekspresi apapun.Sekedar melihat saja, dan tak ada apapun selain rasa meremehkan, dingin serta kejam.Sementara sosok Angel masih tampil seperti sebelumnya.Wajah dan mata coklatnya yang jernih masih terlihat lembut. Ia juga tidak menolak kontak manik, dari sang Presdir di depannya.Akan tetapi di bawah sana, tepatnya di balik meja kerja Anggara sisi depan.Jari-jari Angel mengepal kuat, dengan bertumpu di atas paha.Hati wanita tersebut seakan kembali mengucurkan darah, dari luka yang belum sempat ia balut.Dan sepandai-pandainya ia menyembunyikan emosi, namun d
Sementara itu, sosok Angel yang tampak kuat dan hebat dalam ruangan tadi, dengan cepat melangkahkan kaki menuju suatu tempat, yang telah ia ketahui arahnya.Dan tak membutuhkan waktu lama, langkah itu semakin di percepat ketika sebuah tulisan "Wanita" terpampang elegan di atas pintu, menyambut.Angel membuka pintu, masuk ke dalam salah satu ruangan, menutupnya rapat, dan tidak keluar untuk beberapa saat.........................Setelah hampir satu jam lamanya, Angel akhirnya keluar dari dalam bilik semedinya dengan langkah tegas, mengenakan sweater dan kaca mata dengan lensa ungu gelap.Memasang senyum cantik untuk menyapa, atau sekedar mengangguk membalas sapaan orang lain yang ia temui.Meski ia belum mengenal betul setiap karyawan di kantor tersebut, namun setelah bekerja dua hari di sana. Angel mengetahui, bahwa para pekerja di sana dengan tingkatan jabatan lebih rendah akan selalu memberikan tegur sapa, untuk yang memiliki posisi di atas mereka.Dalam kepala kecilnya berharap, ia
Di dalam ruang HRD.Meneliti, dan membaca dengan baik selalu ia lakukan pada setiap berkas di sana. Namun, karena setiap bagian kertas yang ia cermati masih sama, bahkan hingga pada lembar ke 14. Di tambah lagi, ketika mengingat proses pengetikan dan menggandakan berkas tersebut di lakukan tepat di depannya, pada lembar 6 terakhir wanita itu menjadi kurang teliti."Terimakasih, senang berjumpa dengan Anda bu." Ucap Angel, sembari menyerahkan berkas-berkas yang telah ia tanda tangani.Dan hal tersebut di sambut baik oleh Maya. Bahkan jelas terlihat senyum mengembang, di wajah paruh baya wanita tersebut."Semoga hari ke depan anda lebih baik." Jawab Maya singkat.."Terimakasih." Jawab Angel lagi dengan senyum lembut, sebelum melangkah meninggalkan ruangan tersebut.............................. FIKARsta : Seeeereeeemmm...hantu juga ada di pagi hari, #toilet wanita..............Sebuah rekaman suara terlampir........................V
"Mungkin, dia yang menjadi hantu di toilet." Sambung Anggara, dengan senyum sinis melintas di wajahnya. Handoko menyipitkan ujung mata menatap kearah Anggara, ketika sahabatnya itu memberikan kosakata yang sedikit mencurigakan. "Dia?, siapa maksudmu?."Anggara terdiam sejenak, ia sedikit memberikan umpan untuk memancing ekspresi misterius, kepada Handoko. Benar saja seperti apa yang telah ia duga, Handoko memberikan reaksi sama seperti tebakannya. Pria tersebut mulai gelisah, dan hal itu memang sangat mengasikkan untuk di nikmati.Wajah penasaran dengan campuran praduga yang hampir 80% telah di yakini benar oleh pria tersebut, nyatanya cukup mampu membuat hatinya sedikit terhibur."Menurutmu, seharusnya siapa "Dia"?."Anggara melangkah lebih dekat kearah Handoko.Dari wajah yang tertangkap mata tajam miliknya, sahabatnya itu telah menekan rasa sabar di dalam hati, hingga wajahnya terlihat sedikit masam."Jangan membuat teka-teki, aku sedan
"Kau benar...Itu memang dia." Anggara membenarkan, tebakan sosok yang duduk tepat di depannya, dengan sedikit menekan pada akhir kata"dia". Dan dari reaksi sahabat di depannya itu, ia tahu bahwa pria disana kecewa dengan apa yang terjadi."Aku tidak memecatnya, ada apa dengan ekspresi muka itu?." Anggara."Asal kamu tahu, aku berusaha memenuhi permintaanmu itu saja." Lanjutnya lagi, masih dengan wajah dan nada tak perduli.Handoko yang telah mengenal baik sosok di depannya tersebut, hanya bisa menelan kembali setiap kekesalan yang ada. Ia tak bisa melakukan apapun untuk sosok di depannya ini.Ia menghela nafas dalam sejenak, seolah tengah menekan sesuatu yang berat dan melarutkannya dalam sekali hembusan. Iya hanya itu saja yang bisa di lakukan untuk sekarang, dan untuk membantu Angel bisa di pikirkan lagi nanti."Kau tahu, Dia datang kesana atas perintah siapa?." Handoko kembali membuka suara, dan ingin mengatakan apa yang di ketahui nya 2 hari lalu, setelah menanyakan perihal kehadi
Namun lagi dan lagi, dia adalah Anggara Prawirya, kapan ia harus menyerah dan mengaku salah?."Tidak, itu tidak boleh terjadi. Jika wanita itu kehilangan suaminya, mungkin ia memang kurang pandai menjaga miliknya, atau mungkin suaminya yang memang tidak baik, dan jatuh kedalam pelukan wanita lain." Kilah Anggara dalam hati, untuk mencabut rasa bersalah yang mulai menancapkan akarnya di sana.Mengesampingkan pergulatan hati sendiri dengan sedikit rasa bersalah yang mulai bercokol, Anggara masih memiliki beberapa pertanyaan di benaknya, mengapa Vanesa menyuruh Angel datang kesana, dan mengapa ia bersikap aneh di sore itu. Bahkan, seolah tengah meneriakkan kemarahan besar.Apa yang memicunya bertindak demikian?.Anggara hanya memikirkan itu dalam diamnya, ia tidak ingin merealisasikan semua hal tersebut dalam baris perkataan. Terutama di depan sosok di depannya saat ini.Namun ibarat setali tiga uang, pemikirannya yang tengah digelitik dengan tanda tanya, ternyata t